Senin, 02 Mei 2011

Kapan kualitas pendidikan akan meningkat?

Semua orang sudah paham bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang. Karena bersifat jangka panjang, banyak orang malas untuk berpikir panjang. Keuntungan atas investasi itu terlalu lama. Maka, untuk apa berinvestasi lama-lama? Lagian, keuntungan itu tidak diberikan kepadanya. Sebuah pikiran picik dan teramat dangkal. Namun, itulah kenyataan!

Pendidikan kita mustahil maju. Dengan kebijakan yang terlalu dinamis dan kekurangpedulian pemerintah, kualitas pendidikan justru cenderung turun. Penurunan kualitas itu dapat dilihat dari pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Setelah pemberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada 2004, aku berkesimpulan bahwa kualitas pendidikan kita menurun, baik proses maupun hasilnya.

Kondisi itu diperparah oleh pemberlakuan otonomi daerah. Pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Guru cenderung berbau korupsi. Guru-guru baru banyak berasal dari latar pendidikan non-guru. Meskipun mereka mendapatkan pengakuan Akta IV, itu tidak serta menjamin bahwa mereka layak menjadi guru. Ijazah Akta IV begitu mudah didapat. Mahasiswa hanya diwajibkan memenuhi beberapa Satuan Kredit Semester (SKS) yang teramat sedikit. Maka, jadilah guru serba instan. Sebenarnya, sesuatu yang diperoleh secara instan tentu tidak mungkin berkualitas baik!

Berkenaan dengan itu, aku berkesimpulan bahwa kualitas pendidikan akan berjalan stagnan alias jalan di tempat. Mustahil kualitas pendidikan kita maju jika kondisi ini tidak segera diperbaiki. Maka, pendidikan kita akan berkembang dan maju jika:

Satu: Pemerintah Peduli

Banyak kasus membuktikan bahwa dunia pendidikan telah menjadi ajang bisnis alias korupsi. Penggelontoran dana 20% dari APBN jelas-jelas menghentak penerimanya. Maka, Kemendiknas pun segera membuat beragam program untuk menghabiskan dana-dana itu. Namun, program-program itu jauh dari kesan ideal dan dibutuhkan. Ini adalah simpulanku atas fakta berikut:

Pertama, Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Uang BOS ternyata tak mampu menggantikan biaya-biaya operasional sekolah. Sedianya BOS digunakan untuk meringankan beban orang tua. Namun, kenyataan berbicara bahwa banyak sekolah masih menarik uang dari orang tua siswa. Artinya, BOS gagal!

Kedua, Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI). Program prestisius yang sering diunggul-unggulkan banyak pihak. Mana buktinya bahwa RSBI/SBI lebih berkulitas daripada Sekolah Standar Nasional (SSN)? RSBI/ SBI menyedot anggaran yang luar biasa banyaknya. Namun, kualitasnya justru jelek. Bahkan, aku pernah membaca dan atau mendengar adanya siswa RSBI/SBI tidak lulus UN. Bahkan, mereka kalah terampil berbicara dengan bahasa Inggris jika dibandingkan siswa SSN.

Ketiga, Program Dana Alokasi Khusus (DAK). Sedianya DAK digunakan untuk memperbaiki sarana-prasarana sekolah. Namun, DAK sering digunakan sebagai ajang bancakan proyek. Dana DAK perawatan gedung, DAK buku, DAK gedung dan lain-lain tidak bermakna signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan. DAK semata meningkatkan jumlah gedung dan atau buku dan tidak berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan. Simpulannya sederhana: pemerintah harus peduli dengan kebijakan yang diambil!

Dua: Kualitas Guru Ditingkatkan

Sebelum sertifikasi, guru-guru begitu bersemangat mengikuti kegiatan ilmiah: seminar, diskusi, lokakarya, dan pelatihan-pelatihan demi mendapatkan piagam penghargaan. Di mana-mana, kegiatan ilmiah selalu dipenuhi guru-guru. Bahkan, penyelenggara sering kewalahan melayani permintaan itu. Sebuah kesadaran yang begitu baik dari guru.

Setelah sertifikasi, guru malas dan ogah-ogahan. Banyak guru enggan untuk meningkatkan kualitas diri. Alasan klasik digunakan mereka: tidak punya uang. Heran, mereka sudah mendapatkan tunjangan satu kali gaji pokok. Namun, mereka mengatakan tidak punya uang. Sementara, sebelum itu mereka begitu bersemangat mengikuti kegiatan ilmiah. Simpulannya satu: guru semata berpamrih.

Tiga: Masyarakat Berpartisipasi

Orang tua harus dilibatkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Banyak orang tua beranggapan bahwa tugas mereka sudah selesai ketika menitipkan anaknya ke sekolah. Mereka menyerahkan sepenuhnya nasib anaknya ke sekolah. dan itu adalah anggapan dan tindakan yang salah besar.

Masyarakat perlu disadarkan bahwa mutu pendidikan akan diperoleh jika masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan pendidikan: membimbing anaknya, membantu sekolah anaknya, memberikan masukan atas program sekolah dan lain-lain. Partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan memang masih teramat sedikit. Namun, itu tidak boleh menjadi alasan.

Berdasarkan analisis sederhana di atas, pendidikan akan maju jika ketiganya bahu-membahu membangun dunia pendidikan. Pemerintah harus bersikap jujur, transparan, dan peka. Guru harus tersadar bahwa kualitas pendidikan itu menjadi tugas utamanya. Masyarakat pun harus menyikapi bahwa pendidikan juga menjadi tanggung jawabnya. Jika ketiganya sudah disepakati, barulah kualitas pendidikan kita akan meningkat. Tanpa itu, mustahil kaulitas pendidikan akan berubah.

Demikian tulisanku pagi ini. Semoga bermanfaat. Amin. Terima kasih

Sumber: Kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar