Selasa, 29 Desember 2009

Prinsip-prinsip Pembelajaran Anak


Beberapa prinsip pembelajaran anak berdasarkan cara berfikir anak, khususnya yang terkait dengan hubungan sebab-akibat.
1. Konktret dan dapat dilihat langsung
Anak dapat dilatih untuk membuat hubungan sebab-akibat jika dapat dilihat secara langsung. Misalnya dengan menggunakan neraca atau timbangan, anak dapat melihat dengan percobaan air mengalir dalam pipa, anak dapat melihat kenaikan pipa dan arah aliran air. dalam proses belajar hendaknya anak dapat berinteraksi dengan benda-benda, bermain, dan melakukan eksplorasi agar mereka memperoleh pengalaman langsung.

2. Bersifat bengalaman
Pembelajaran hendaknya menekankan pada proses mengenalkan anak dengan berbagai benda, fenomena alam, dan fenomena sosial. Fenomena tersebut akan mendorong anak tertarik terhadap berbagai persoalan, sehingga ia ingin belajar lebih lanjut. Guru hendaknya tidak memaksa anak untuk dapat berfikir logis dan rasional sebagaimana orang dewasa untuk mengambil kesimpulan dari fenomena tersebut.

3. Seimbang antara kegiatan fisik dan mental
Dalam pembelajaran sains kegiatan anak berinteraksi dengan benda dikenal dengan hans on science. Anak dapat menggunakan kelima indranya untuk melakukan observasi terhadap berbagai benda, gejala benda dan gejala peristiwa. Selanjutnya guru dapat memberikan pertanyaan untuk menstimulasi anak agar dapat berfikir lebih jauh berdasarkan hasil pengindraanya. Proses berfikir tersebut dikenal dengan minds-on. Oleh karena itu sebaiknya guru mendesain kegiatan pembelajaran sedemikian rupa agar kegiatan hands-on dan minds-on dapat seimbang.

Kepala Sekolah mulai dituntut kreatif


Solo (Espos). Perwakilan bidang pendidikan The United Nations Childrens Fund (UNICEF) Jawa Tengah, Dr Tukiman MS PhD mengatakan kepala sekolah dituntut kreatif untuk mengembangkan manajemen berbasis sekolah (MBS).
Dia mengatakan, pihak sekolah lebih leluasa untuk mengembangkan kemampuan serta potensi yang berada di lingkungan sekolah tanpa harus menunggu peraturan dari pemerintah. Menurutnya, hasil kerjasama yang dijalin UNICEF dan Pemerintah Kota Solo, beberapa sekolah dapat menampilkan kemampuan akademik maupun kurikulum nonakademik.

Dengan demikian, sambung dia, untuk mengembangkan manajemen berbasis sekolah tersebut kepala sekolah dan guru dituntut memiliki kreatifitas dan inovasi. “Kami memulai dari pendidikan dasar terlebih dahulu, tujuannya untuk mengoptimalkan kemampuan siswa sejak dini,” jelasnya ketika dijumpai Espos di Abdullah Meeting Room Solo, dalam acara advokasi team pengembang MBS, Senin (28/12).

Digagas, pelaksanaan UN sistem regional


Solo (Espos). Anggota DPR Komisi X dan pengamat pendidikan Solo menilai penyelenggaraan UN dengan sistem regional lebih efektif serta menepis terjadinya kecurangan pelaksanaan ujian.
Meskipun Mahkamah Agung (MA) melarang diselenggarakan UN namun demikian Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tetap meminta sekolah melakukan persiapan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) pada 2010 sembari menunggu prosedur operasional standar (POS).

Menurut Pengamat Pendidikan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof Dr M Furqon Hidayatullah MPd, konsep secara pasti terkait dengan penyelenggaraan UN masih dikerucutkan setelah pelarangan MA terhadap pelaksanaan UN. Dia mengatakan, ke depan pelaksanaan UN dengan sistem regional dinilai lebih efektif. “Ya bisa jadi menggunakan sistem regional, dimana ada kriteria penyelenggaraan ujian kota dan daerah,” papar dia ketika dijumpai Espos di UNS, Kamis (10/12).

Dia mengatakan, sistem penyelenggaraan ujian di Pusat membuka peluang terjadinya tindak kecurangan dan penyimpangan lebih tinggi dibandingkan pelaksanaan ujian dengan sistem regional. Menurutnya, dengan adanya sistem regional ditambah tim pengawas secara independen, hal tersebut dapat mempersempit kemungkinan kecurangan. “Harus independen sehingga tim tersebut dapat bekerja secara efektif,” jelas dia.

Aku Stres Mama…!!!

Ada beberapa dari kisah kelainan anak yang disebabkan oleh stres , seperti seorang anak di setiap pelajaran matematika sering keluar minta izin untuk kekamar kecil karena ia tidak menyukai pelajaran ini, kisah anak yang tidak mau bicara dan menjadi sangat pendiam karena pernah saat Ia berbicara dan bercerita ditertawakan dan diremehkan teman-temannya. Ada juga anak yang sering menggunakan kekerasan fisik dengan temannya karena seringnya melihat orang tuanya berkelahi di rumah.
Masalah-masalah keluarga seperti perceraian, penyakit atau kematian , berpindah rumah, berpindah sekolah, kurang diperhatikan, keluarga mengalami masalah keuangan, perlakuan kasar secara emosional, diantaranya yang merupakan alas an -alasan pemicu stres pada anak.

Gejala yang biasanya terlihat dan perlu diawasi seperti menangis secara berlebihan, pendiam dan menarik diri, agresif atau regresif. Gejala fisik bisa terlihat dari masalah tidur insomania, tidur mengigau, masalah makan atau berat badan, gelisah atau letih menggeretakan gigi pada saat tidur atau bangun, gagal disekolah, berbohong atau menyontek, gagap dan sulit untuk berkonsentrasi. Merupakan Beberapa gejala yang menandakan stres pada anak. Sebagai pendidikan dan orang tua kita mesti jeli melihat keadaan pada anak agar segera dapat membantu menyelesaikan dan memulihkan kondisi anak. Sehingga pertumbuhan secara fisik dan mental dapat berkembang dengan baik, begitu pula prestasi belajarnya akan meningkat.

Ada beberapa srategi untuk menolong anak agar mampu menangani stress.

Menerapkan 7 Kebiasaan Efektif di Sekolah


Stephen Covey, setelah menyihir dunia dengan 7 Kebiasaan Manusia yang sangat Efektif, tahun 2009 ini kembali menelurkan satu karya yang cukup spektakuler: "The Leader in Me". Buku ini bercerita tentang kisah sukses sekolah mengembangkan bakat dan potensi anak didik melalui pembiasaan dan pembudayaan 7 kebiasaan efektif di sekolah.
Upaya meningkatkan efektivitas dan produktivitas hidup ini perlu pembiasaan sejak dini, sehingga bisa menjadi budaya yang akan dibawa anak-anak saat mereka dewasa. Hingga pada saatnya nanti, mereka sudah siap menjadi pemimpin di masa mendatang. Pertanyaannya kemudian, mungkinkah kepemimpinan bisa diajarkan dan dididik sejak kecil di sekolah?

Cerita sukses dimulai dari Kepala Sekolah Sekolah Dasar A.B. Combs di Carolina. Saat bertemu Covey di sebuah seminar, mereka mencanangkan untuk mengembangkan 7 kebiasaan di sekolah. Pekerjaan dimulai dengan melakukan penelitian terhadap stakeholder sekolah apa saja yang mereka inginkan dari lulusan sebuah sekolah. Dimulai dari orang tua, Pemerintah, hingga kalangan bisnis. Yang menarik, baik dari orang tua maupun kalangan bisnis menginginkan lulusan sekolah memiliki berbagai kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan di masa mendatang, tidak hanya prestasi akademis.

Keterampilan hidup ini mulai dari bagaimana mereka bertanggung jawab, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain, memecahkan masalah, mempunyai motivasi dan etos kerja yang kuat, mempunyai kesadaran untuk terus mengembangkan diri, dan belajar menjadi kreatif.

Minggu, 27 Desember 2009

Jadwal Ujian Nasional (UN) 2010 Lengkap : SMA/MA, SMP/MTs dan SD/MI


Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) sekolah dipercepat menjadi minggu ke-3 Maret 2009. Informasi pelaksanaan UN SMP-SMA 2010 didasarkan Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan Nasional No 74 dan 75 tahun 2009 tentang UASBN SD/MI serta Ujian Nasional SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMK Tahun Pelajaran 2009/2010.
Peraturan ini ditandatangani Menteri Pendidikan Nasional Prof. Bambang Sudibyo pada 13 Oktober 2009, seminggu sebelum diganti dengan Mendiknas Prof. Muh Nuh Kabinet Indonesia Bersatu II.

Jadwal tahun 2010 ini lebih cepat dari UN yang biasanya berlangsung pertengahan April. Hal ini disebabkan UN 2010 akan dilaksanakan 2 kali yakni terdiri dari UN utama dan UN ulangan. Siswa yang tidak lulus pada UN utama, bisa mengulang pada UN tahap kedua. UN ulangan dilaksanakan setelah pengumuman UN utama atau tepatnya 8 minggu setelah pelaksanaan UN utama. Berikut periode pelaksanaan UN 2010:

Tingkat SMA/MA, SMALB, dan SMK
UN Utama: 22 – 26 Maret 2010
UN Ulangan: 10 – 14 Mei 2010

Tingkat SMP/MTs dan SMPLB
UN Utama: 29 Maret – 1 April 2010
UN Ulangan: 7 – 20 Mei 2010

Tingkat SD/MI
UN Utama: 4 – 6 Mei 2010

Belajar dari Mencius !

Polisi mengaku tidak menemukan bukti tindak pidana dalam kasus Anggodo Widjojo. Tapi berbeda dengan KPK. Lembaga antikorupsi ini terus mencari dan mengumpulkan bukti untuk menjerat adik Anggoro tersebut. ”KPK sedang mengumpulkan bukti-bukti tambahan,” kata Wakil Ketua KPK M Jasin di KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Senin (21/12/2009).

Bank Century membuat situasi politik memanas. Politisi Partai Demokrat menilai hal ini berbahaya untuk pemerintahan Presiden SBY. ”Ada upaya-upaya untuk menjegal pemerintahan Presiden SBY,” kata anggota Komisi I DPR Ramadhan Pohan saat bertemu masyarakat di Pacitan, Jawa Timur, Minggu (13/12/2009).

Buku ‘Membongkar Gurita Cikeas: Dibalik Skandal Bank Century’ kini telah hilang dari peredaran, meski pemerintah tidak membuat larangan. Sebagai penulis, George Aditjondro mengaku tidak khawatir dan akan tetap memasarkan bukunya lewat jalur lain.


Itu adalah sekedar cuplikan dari beberapa berita aktual yang sedang hangat beredar dewasa ini. Berita yang tengah menggambarkan bagaimana negara ini sedang sibuk sekali pada masalah yang tidak kunjung selesai, bahkan tidak atau belum terlihat tanda-tanda akan dapat selesai. Situasi dan kondisi yang seperti ini sangatlah tidak menguntungkan tidak hanya dalam proses pembangunan negara, namun lebih penting lagi adalah bagi pengembangan pembangunan karakter generasi muda penerus kehidupan bangsa.

Guru Lokal Berkualitas Global yang Bagaimana


Pengembangan guru tidak boleh berhenti pada guru menjadi pandai, tetapi harus sampai guru mampu menunjukkan kinerja profesionalnya, yaitu membimbing siswa dalam belajar. Yang diukur bukan sekedar pandai atau tidak pandainya guru, tetapi apakah guru mampu membimbing siswa dalam belajar dan apakah hasil belajar siswanya meningkat.
Perubahan mendasar dalam paradigma baru ini adalah mengenai peranan guru. Guru dituntut dapat berperan ganda, dan tidak sekedar sebagai instruktor, tetapi yang lebih penting adalah berperan sebagai fasilitator, kolaborator, dan pembimbing.

Guru Fasilitator adalah Guru yang memberi lingkungan, pengalaman, dan kegiatan belajar yang kaya dengan pemberian berbagai peluang untuk kerja kolaboratif, pemecahan masalah, tugas-tugas otentik, dan berbagi pengetahuan dan tanggung jawab.

Sebagai Pembimbing dalam kelas kolaboratif, guru harus bertindak sebagai pembimbing suatu peran yang kompleks yang menyatukan peran sebagai penggubah kelas, mediator, model, dan sebagai pelatih. Ketika siswa belajar, guru harus berperan sebagai pengatur level informasi dan mendorong sesuai dengan kebutuhan siswa, dan membantu siswa menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan awal mereka, memperbaiki strategi pemecahan masalah mereka, dan membimbing belajar bagaimana belajar.

Belajar juga Butuh Strategi


Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang meliputi mengajar siswa tentang bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Pembelajaran strategi lebih menekankan pada kognitif, sehingga pembelajaran ini dapat disebut dengan strategi kognitif.

Strategi belajar dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

a. Strategi Mengulang (Rehearsal)
Strategi mengulang terdiri dari strategi mengulang sederhana (rote rehearsal) dengan cara mengulang-ulang dan strategi mengulang kompleks dengan cara menggaris bawahi ide-ide utama (under lining) dan membuat catatan pinggir (marginal note).

b. Strategi Elaborasi
Elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat pengkodean lebih mudah dan lebih memberi kepastian.(Nur,2000:30).
Strategi ini dapat dibedakan menjadi :
1). Notetaking (pembuatan catatan); pembuatan catatan membantu siswa dalam mempelajari informasi secara ringkas dan padat untuk menghafal atau pengulangan. Metode ini digunakan pada bahan ajar kompleks, bahan ajar konseptual dimana tugas yang penting adalah mengidentifikasi ide-ide utama.Membuat catatan memerlukan proses mental maka lebih efektif daripada hanya sekedar menyalin apa yang dibaca,
2) Analogi yaitu perbandingan-perbandingan yang dibuat untuk menunjukkan kesamaan antara cirri-ciri pokok sesuatu benda atau ide-ide, selain itu seluruh cirinya berbeda, seperti sistem kerja otak dengan komputer dan
3) Metode PQ4R adalah preview,question, read, reflect, recite dan review. Prosedur PQ4R memusatkan siswa pada pengorganisasian informasi bermakna dan melibatkan siswa pada strategi-strategi yang efektif.

Selasa, 22 Desember 2009

Kampanye Anti-Rokok


Seringkali mengingatkan orang berhenti merokok amatlah susah, nah berikut ini adalah karya desain digital yang dibumbui humor yang menyindir para perokok. Bila bisa mengingatkan agar berhenti, Alhamdulillah… bila tidak, sedikitnya kita sudah berusaha mengingatkan.

1. Jadi kesana perginya rokok yang kita hisap…



2. Merokok dapat menurunkan berat badan (dengan mengurangi satu demi satu paru-parunya)



3. Kamu perokok? Ini adalah ukuran TAR di dalam paru-parumu setelah 2 tahun merokok.




4. Merokok kok dihubungkan sama Olahraga, siapa yang menang?



5. Merokok dapat memutuskan hubungan sosial (karena perokoknya mati)



6. Rokok membakar gaji yang susah payah kau kumpulkan.

Minggu, 20 Desember 2009

Perangi Kemalasan dengan Rajin Belajar


Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan serta cara mendidik.
Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan; Pendidikan adalah “educare” yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia(Romawi).

Menurut Bangsa Yunani, pendidikan adalah “pedagogic” yaitu ilmu menuntun anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan berasal dari kata dasar didik(mendidik), yaitu: memelihara dan memberi latihan mengenal akhlak dan kecerdasan pikiran. (Griya Ilmu, Kompas 21 Des.2009).

How To Study Written Material Effectivity?

Jangan Berhenti Mengembangkan Diri

Rita adalah seorang guru yang sebenarnya pintar menulis. Jika ia menulis suatu artikel atau makalah, dengan cepat ia mampu menyelesaikannya dengan baik. Hampir semua orang tahu kemampuan yang dimilikinya, karena tulisannya sering muncul di penerbitan sekolah.


Tahun demi tahun berjalan, semakin lama ternyata tulisan-tulisan Rita sudah mulai jarang muncul. Produktivitasnya semakin menurun dalam menulis, walaupun sebenarnya keterampilan menulis yang dimilikinya tidak pernah hilang. Lalu apa yang sebenarnya terjadi pada Rita?
Usut punya usut, Rita ternyata lupa dengan satu hal penting yang harus dijaga dalam keterampilan tulis menulis, yaitu membaca. Membaca merupakan aktivitas yang tidak bisa terpisahkan dengan tulis menulis. Keterampilan menulis akan jauh lebih berkembang jika diiringi dengan aktivitas membaca yang tinggi.

Rita melupakan satu hal penting dalam pengembangan kreativitas, yaitu apa yang disebut sebagai mengasah keterampilan. Tanyakan kepada ibu-ibu di dapur, berapa kali dalam sebulan mereka harus mengasah pisau agar tetap tajam. Kita menggunakan pisau tersebut setiap hari untuk memotong sayuran, daging, dan juga mengupas buah-buahan. Jika pisau tersebut tidak diasah, maka lama kelamaan pisau tersebut akan tumpul dan sulit dipakai lagi untuk memotong.

Ada apa dengan "Si PAIKEM" ...?!?


Akhir-akhir ini saya lihat cukup ramai guru dan calon guru yang meng-klik ihwal PAIKEM, dan ini cukup punya kekuatan untuk menggerakkan tangan saya memposting ihwalnya.
Ampun pemerintah, kalian sungguh peduli terhadap si Paikem ini, sehingga fenomena ini membuat bersemangat sekali para guru dan calon guru berburu infonya.

Bukankah ini jadi mengingatkan kita pada beberapa tahun yang silam, di mana masih kental kebiasaan guru mengajar dengan D3CH (duduk, dengar, diam, catat, hafalkan). Pemerintah pun mencoba membasminya dengan metode CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang pelaksanaannya dimulai dari sekolah-sekolah dasar.

Kemudian, pemerintah mengharapkan metode CBSA itu diminati oleh guru se Indonesia. Tetapi entah kenapa dan salah siapa, kenyataannya sekarang banyak guru kembali melakukan proses belajar-mengajar seperti biasanya. Dan seakan-akan belum pernah mendengar adanya pendekatan CBSA.

Selasa, 15 Desember 2009

Buku Ajar Bergambar Porno Beredar


BATANG. Sejumlah buku ajar yang tidak layak dibaca oleh siswa sekolah dasar (SD) kini beredar di perpustakaan SDN Banyuputih, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Abdul Kohar, seorang wali siswa SDN Banyuputih, di Batang, Selasa, mengatakan, dengan beredarnya buku ajar yang disertai gambar porno ini akan membawa dampak negatif pada siswa SD.

"Jujur saja, kami prihatin dengan munculnya buku ajar yang tidak layak untuk dibaca oleh siswa SD. Apalagi dalam buku itui juga disertai kata-kata yang vulgar, seperti cara bersenggama," katanya.

Selain itu, katanya, dalam buku ajar tersebut juga terdapat kumpulan puisi yang sebagian besar berisi puisi-puisi porno yang menceritakan persetubuhan seorang manusia.

Minggu, 13 Desember 2009

Pendidikan Berkarakter

Tadi pagi ada pengarahan dari pimpinan sekolah kepada semua guru yang bertugas mengawas Ulangan Akhir Semester (UAS). Dalam pengarahan itu pimpinan sekolah menyatakan bahwa hari ini akan ada tamu dari direktorat pendidikan menengah tinggi (dikmenti) Depdiknas. Kedatangan mereka berhubungan dengan terpilihnya SMP Labschool Jakarta sebagai sekolah yang dinilai telah berhasil melaksanakan pendidikan berkarakter.


Sebagai salah seorang pendidik yang mengabdikan diri di sekolah ini tentu saya merasa bangga. Sebab apa yang telah kita lakukan dengan kerjasama yang erat antara siswa, guru, dan orang tua siswa telah membuahkan hasil. Semua itu menyatu dalam sebuah budaya sekolah atau school culture yang terus dikembangkan dan tetap eksis sampai saat ini.
Sekolah kami bukanlah sekolah baru. Sekolah kami berdiri sejak tahun 1968. Usia yang cukup matang dalam mengembangkan misi dan visi sekolah. Sekolah yang terbentuk di bawah naungan yayasan Pembina universitas negeri Jakarta ini adalah salah satu sekolah swasta yang sering dikunjungi oleh mendiknas beserta para pejabatnya.

Labschool memiliki visi dan visi yang unik dengan segudang prestasi yang luar biasa. Selain banyak orang tua siswa yang ingin menyekolahkan anaknya di sini, banyak pula tamu yang datang ke sekolah kami untuk melakuka studi banding. Buat kami, ini sebuah kehormatan. Karena sekolah yang kami anggap “biasa-biasa saja” ternyata dipilih oleh teman-teman dari seluruh Indonesia untuk dijadkan tempat studi banding. Berbagai pertanyaan pun muncul pada saat studi banding dan hampir semua pertanyaan bermuara kepada bagaimana sekolah membangun pendidikan berkarakter.

Menjaga Sekolah Agar Tetap Unggul


TULISAN ini diilhami dari film Laskar Pelangi. Sekolah dengan fasilitas apa adanya mampu bersaing dan melahirkan peserta didik yang sangat luar biasa. Suatu kisah nyata dari sebuah sekolah yang mampu menjaga sekolahnya tetap unggul walaupun ketiadaan fasilitas dan keterbatasan dana.
Namun, siapa yang akan mengira kalau sekolah miskin itu telah berhasil mendidik anak didiknya menjadi anak didik yang berbeda dengan sekolah lainnya. Sekolah yang lebih mengedepankan akhlak mulia daripada nilai-nilai pelajaran yang harus dikuasai siswa. Sekolah itu telah mampu mengajarkan cinta kepada sesama. Kekuatan cinta adalah salah satu kunci keberhasilan dalam dunia pendidikan. ”Tidak pernah ada yang bisa mengalahkan kekuatan cinta yang murni dan tulus. Cinta yang mendalam menebarkan energi positif yang tidak hanya mengubah hidup seseorang, tetapi juga menerangi hidup orang banyak.” (Kompas dalam cover novel Andrea Hirata ”Laskar Pelangi”).

Kesederhanaan, kemiskinan, dan ketiadaan fasilitas justru mampu memompa semangat mereka untuk memenangkan karnaval dan lomba cerdas cermat. Tengoklah Lintang, yang genius dan dengan senang hati bersepeda 80 kilometer pulang pergi untuk memuaskan dahaganya akan ilmu. Atau Mahar, seorang seniman dadakan yang imajinatif, dan kreatif yang mampu mengangkat citra sekolahnya dalam karnaval 17 Agustus dengan tarian budaya nasional tanpa dana.

Inilah film yang sangat mengharukan tentang dunia pendidikan dengan tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, dan mengajar dengan cinta yang diperlihatkan kepada penonton secara indah dan cerdas. Inilah realita pendidikan Indonesia di tengah berbagai berita dan hiburan televisi tentang sekolah yang tak cukup memberi inspirasi dan spirit.

Belajar Matematika dengan Menyenangkan


Kita tentu sudah memahami bahwa dalam proses belajar kadang terjadi kejenuhan yang membuat para peserta didik menjadi tidak semangat, hilang konsentrasi, bahkan ada yang merasa bosan sampai merasa malas mengikuti sebuah proses pembelajaran. Ini sering terjadi pada mata pelajaran yang membutuhkan konsetrasi dan fisik yang baik. Guru memberikan materi pelajaran tanpa memperhatikan bagaimana kondisi peserta didik dan suasana kelas.
Peserta didik dipaksa menerima semua materi tanpa diberikan kesempatan memikirkan, tidak diberi ruang untuk berekspresi, bahkan yang lebih memprihatinkan peserta didik seperti disuapi tanpa ditanya tentang perasaan mereka. Inilah cermin pendidikan kita yang terlalu mengejar sebuah target lulus KKM, masuk jurusan IPA, lulus UJIAN NASIONAL, bahkan lulus UJIAN MANDIRI tanpa memperhatikan apakah pelajaran ini bermakna bagi para peserta didik.

Target yang terlalu dikejar tanpa perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang baik akan mematikan kreativitas peserta didik untuk berekspresi, untuk memahami apa guna materi pelajaran ini, bahkan peserta didik tidak tahu kenapa mereka harus belajar materi ini.

Mungkin sudah saatnya pengejaran target ini kita harus padukan dengan apa tujuan belajar yang sudah kita pahami selama ini dari buku – buku teori pendidikan, dari hadist Nabi, bahkan dari petuah para pendidik macam KI HAJAR DEWANTARA. Jadi selain target tercapai, para peserta didik mendapatkan kebermaknaan dalam belajar. Yang pasti kita semua pasti berharap para peserta didik tidak hanya hafal secara teori tapi dapat mempraktekkannya pada kehidupan yang nyata.

Pro kontra UN, Diknas Sukoharjo tetap akan gelar UN


Sukoharjo (Espos). Kendati masih menuai pro kontra di kalangan pusat, Dinas Pendidikan Sukoharjo menyatakan siap menghadapi ujian nasional (UN) 2009/2010. Hingga kini, para siswa yang akan menghadapi UN di Sukoharjo telah mendapat penambahan pelajaran.
Kepala Dinas Pendidikan Sukoharjo, Djoko Raino Sigit saat memberikan pemaparan di hadapan anggota KOMISI X DPR RI, belum lama ini mengatakan, selain memberikan penambahan pelajarankepada siswa, pihaknya kini telah berupaya mengklasifikasi atau memetakan siswa-siswa yang memiliki kemampuan lebih atau pintar.

“Pada umumnya kami sudah siap menghadapi UAN, sebab kami sudah melakukan persiapan jauh-jauh hari baik dari sekolah maupun dari muridnya sendiri, bahkan ada juga murid yang juga mengikuti bimbingan belajar di luar untuk persiapan UN, siswa yang pintar juga sejauh ini sudah kami klasifikasi,” terangnya.

Terkait adanya isu UN digelar dengan sistem silang siswa antarsekolah, dia memastikan pelaksanaan sistem tersebut bukan merupakan masalah yang harus dikhawatirkan lantaran hal tersebut juga telah dipersiapkan secara matang.

Kamis, 10 Desember 2009

Mungkinkah menunda kepikunan?


Apa yang dimaksud dengan pikun? Menurut KBBI, pikun atau linglung atau pelupa, dapat diartikan sebagai tingkah laku (sering lupa dsb nya) yang biasa terjadi pada usia lanjut. Ternyata pikun ini tidak hanya menghinggapi orang yang berusia lanjut, bahkan para eksekutif muda bisa terkena, yang sebagian disebabkan karena stres. Bedanya, kepikunan pada eksekutif muda, jika diberikan perawatan yang benar (sesuai dengan penyebabnya), maka kepikunan ini bisa disembuhkan.
Mengapa saya cerita tentang pikun?

Awal mula blog ini dibuat, antara lain juga untuk mengatasi agar tak mudah pikun. Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, kami yang saat itu sedang mengikuti pelatihan kewirausahaan (diadakan oleh perusahaan, untuk mempersiapkan para staf/pejabat yang akan memasuki masa pensiun), diberikan pelatihan, dan salah seorang dokter menyarankan agar kita tetap melatih agar otak kita bekerja, dengan cara menulis, mendongeng, dan hal-hal yang membuat otak bekerja. Membaca ternyata merupakan pekerjaan pasif, yang tidak merangsang otak untuk berpikir, kecuali hasil bacaan tadi diceritakan kembali pada orang lain, atau dituliskan lagi.

Pada saat perjalanan pulang dari Bandung ke Jakarta, saya membeli Intisari di stasiun, maksudnya untuk dibaca selama perjalanan. Karena ketemu teman perjalanan yang mengasyikkan, majalah tadi tak tersentuh. Kemudian karena kesibukan, Intisari tadi baru saya baca belakangan ini. Ternyata ada isinya yang menarik, yang berjudul “Masih Muda kok Pikun”, karangan M.Sholekhudin. Dan karena isinya menarik, saya ingin sharing di blog ini.

Menurut M. Sholekhudin, faktor risiko yang menyebabkan kepikunan datang lebih cepat, walaupun pada umumnya faktor ini dapat dikendalikan, adalah:

Jumat, 04 Desember 2009

Guru Harus Bisa Membentuk Budaya Bertanya (1)

Suasana Gedung UTCC Sebelum Konferensi Nasional Dibuka oleh Rektor UT
Setelah mengikuti konferensi nasional tentang kolaborasi penelitian tindakan hari ini, Jum’at, 4 Desember 2009, ada oleh-oleh pengetahuan yang saya dapatkan dari Marcy P Driscoll (salah satu pemateri), tentang bagaimana membentuk budaya bertanya di kalangan siswa.


Selama ini terus terang saya alami di sekolah, guru kurang membentuk budaya bertanya siswa, sehingga banyak siswa yang terkesan pasif dan pembelajaran aktif pun tak terjadi. Padahal, dalam pembelajaran aktif siswa yang menjadi subyek belajar (student centered). Sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator agar peserta didiknya memahami materi yang telah disampaikan guru. Dari sanalah lalu terjadi diskusi yang hangat antara siswa dan guru. Masing-masing menjadi terlatih berbicara dan mendengar.
Ketika kemampuan bertanya siswa terlatih dengan baik, maka akan semakin matanglah pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan oleh guru. Gurupun mendapatkan umpan balik atau feedback dengan cepat dari pertanyaan siswa tersebut.

Akhirnya terjadilah proses yang disebut pembelajaran aktif, dimana siswa dan guru sama-sama aktif belajar. Masing-masing saling bertanya dan menjawab sehingga suasana kelas menjadi interaktif dan menyenangkan. Di sinilah peran guru sebagai director, yang mampu memanage kelas dengan baik. Memfasilitasi dan melayani kebutuhan siswa dengan sepenuh hati. Menggali potensiunik siswa dengan baik. Oleh karenanya guru harus memiliki kemampuan membentuk budaya bertanya.

Apakah Siswa Harus Lulus?


Ujian Nasional telah menjadi momok yang menakutkan bagi siswa dan guru. Bagi siswa, karena UN merupakan salah satu penentu pencapaian tujuan hidup mereka, sedangkan bagi guru UN merupakan ujian yang tak adil. Kenapa tak adil, sebab ujian nasional hanya memperhatkan beberapa mata pelajaran saja, sedangkan yang mereka ajaran banyak mata pelajaran. Sesuatu yang sangat tidak adil, bila kita telah belajar sepuluh mata pelajaran sementara yang diuji hanya lima saja, dan yang lima itu saja yang menentukan apakah kita lulus saja. Bagi siswa, untuk apa belajar lima mata pelajaran yang tak menentukan mereka bisa lulus atau tidak.
Guru dan siswa dibebani dengan sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan dan dipelajari. Untuk itu, proses belajar mengajar menjadi lebih banyak, padahal untuk menentukan kelulusan hanya beberapa mata pelajaran saja. Sebaiknya, penentuan kelulusan ditentukan oleh guru-guru. Sebabnya adalah karena guru-gurulah yang paling tahu kondisi para siswanya. Untuk lulus, siswa memang tidak harus mengerti semua mata pelajaran. Tapi, untuk lulus seorang siswa sudah diajarkan berbagai mata pelajaran yang ada di sekolah. Sekolah memang bukan tempat untuk menjadikan semua orang serba tahu, atau untuk menahan seorang siswa dalam mencapai cita-citanya.

Kamis, 03 Desember 2009

Dikembangkan, Pembelajaran Matematika Horizontal


Konsep pembelajaran Matematika horizontal dikembangkan Stephanus Ivan Goenawan, pengajar di Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta. Metode horizontal ini merupakan metode perhitungan di mana proses penyelesaian dilakukan secara mendatar (horizontal) dari arah kanan menuju ke kiri. Bilangan desimal biasa dikonversi dengan notasi pagar (I). Upaya untuk mengenalkan konsep pembelajaran Matematika dengan cara tidak konvensional (selama pembelajaran Matematika menggunakan metode vertikal) dilakukan dengan menggelar olimpiade kreativitas angka yang diikuti siswa SD hingga perguruan tinggi.
Menurut Ivan, cara ini untuk mengembangkan kreativitas seseorang karena potensi kreativitas dapat diasah melalui angka dengan cara mengenali keteraturan polanya. ”Bila daya kreativitas angka meningkat, daya ini dapat berimbas ke jenis kreativitas lain, seperti pada pelajaran sekolah, seni, strategi bisnis, dan ilmu pengetahuan lainnya,” ujarnya di Jakarta, Kamis (26/3).

Menurut Ivan, belajar Matematika bukan sekadar mengajarkan anak tahu berhitung dan mengasah logika. ”Namun Matematika juga bisa dimanfaatkan untuk mengasah kreativitas otak anak,” katanya.

Penduduk Indonesia Terbesar Ketiga Pengguna Rokok


Kapanlagi.com. Indonesia merupakan negara terbesar ketiga pengguna rokok, dengan jumlah perokok sekitar 60 juta jiwa (26%) dari 230 juta jiwa penduduknya.
Direktur Rumah Sakit Marzuki Mahdi (RSMM) Kota Bogor, dr Irwani Muthalib, SpKJ mengatakan, berdasarkan data badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2008 tersebut, tingkat kematian penduduk akibat konsumsi rokok sekitar 400.000 jiwa per tahun.

"Dari data tersebut, sebagian besar perokok adalah remaja. Sekitar 70 persen remaja Indonesia, terpapar asap rokok dan menanggung risiko penyakit akibat rokok," kata Irwani Muthalib, ketika membuka diskusi "Bahaya Merokok pada Remaja Perokok" di Dinas Kesehatan Kota Bogor, Kamis (4/12).

Dialog memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-44 tingkat Kota Bogor tersebut, diikuti sekitar 100 peserta yakni, pelajar SMA dan SMK, guru bimbingan dan penyuluhan (BP), dan peserta umum.

Rabu, 02 Desember 2009

Pendidikan Nasional Perlu Sentuhan Kreativitas



Jumlah penganggur berlipat jumlahnya. Tak ayal, selama dua hari berturut-turut (31/11/2008 dan 1/12/2008), Kompas mewartakan betapa mencemaskannya kondisi sektor riil. PHK terpaksa dilakukan, sektor informal pun terkena getahnya.


Dengan kondisi yang tidak stabil, kepastian akan jumlah penduduk yang makin banyak, urbanisasi meningkat, dan pada akhirnya kota menjadi incaran kaum marjinal mencari pekerjaan merupakan efek domino dari rentan atau fluktuatifnya dunia usaha kita.


Tingkat kriminalitas yang kian meningkat, penyimpangan sosial banyak terjadi, dan kehidupan sosial terpenjara dengan rasa curiga dan tak percaya tinggi tinggi. Interaksi antar warga menurunkan aspek penghargaan sosial yang mumpuni antar sesama.

Dunia berubah. Indonesia yang ramah hanya berbayang di masa lalu. Modernitas begitu menyakitkan. “Pasar domestik” (sektor informal) diamuk satpol PP. Gerobak dagang diangkut. Pedagang hanya memasrah. Pemodal kecil dengan sendirinya akan tergusur. Tidak ada proteksi bahkan penghargaan bagi mereka yang sudah melakukan terobosan kreatif.

Orang Jepang Tidur Sambil Baca, Orang Indonesia Baca Sambil Tidur


Suatu kebiasaan yang ingin saya tumbuhkan kepada putra kami adalah kecintaan kepada buku. Saban hari Sabtu dan/atau Minggu, saya dan istri mengajak buah hati kami yang masih berusia 2 tahun satu bulan berkunjung ke Perpustakaan Kota Jakarta Pusat, di Jalan Tanah Abang I. Jarak tempuh 15 menit jalan kaki dari istana kami di Ampasit V No 6 Cideng. Meski anak kami benar-benar masih belum paham benar apa itu buku, apa itu perpustakaan, kami tetap nekat mengajak dia turut serta ke rumah buku itu. Alasannya, kami ingin mengenalkan suasana buku, suasana perpustakaan kepadanya.
Sebuah keadaan miris terjadi di perpustakaan. Saban kami di sana, pengunjung tak pernah banyak. Kadang hanya kami sendiri bertiga, kadang ditambah dua atau tiga anak SD yang lebih banyak bermain di dalam perpustakaan ketimbang duduk membaca. Perpustakaan dengan ribuan judul buku itu sepi pengunjung. Iseng-iseng bertanya ke petugas. Ia menuturkan bahwa hari Sabtu dan Minggu paling maksimal 20 orang. Hari biasa pun kurang lebih sama.

Kondisi perpustakaan yang sepi berbanding terbalik dengan kolam renang yang berada tepat di depan hidung gedung perpustakaan. Lebih dari 100 orang, separuhnya anak-anak bermain-main di kolam. Untuk menikmati kolam, pengunjung harus merogoh kocek Rp 1.600. Bagi yang membawa kendaraan harus membayar parkir. Padahal masuk perpustakaan gratis. Aneh bin ajaib. Orang lebih senang bermain-main ketimbang menghabiskan waktu dengan membaca.

Minggu, 29 November 2009

UN Menjebak Sekolah Menjadi Bimbingan Belajar


JAKARTA, KOMPAS.com. Indikator Ujian Nasional (UN) bukan merupakan indikator kualitas pendidikan nasional. Sebagus apapun hasil UN memang tidak mencerminkan kualitas mutu pendidikan nasional.
Demikian hal itu diungkapkan oleh dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika Widya Mandala Surabaya Dr Anita Lie kepada Kompas.com, Rabu (25/11) di Jakarta. "Asumsinya, meski tidak ada kecurangan dalam pelaksanaan UN sekalipun, hasilnya tidak akan mencerminkan kualitas mutu pendidikan nasional," ujar Anita.

Anita menambahkan, mutu pendidikan yang dimaksud adalah mutu pendidikan untuk pemerintah, tetapi bukan untuk anak-anak didik. Anita mengaitkan hal ini dengan dimajukannya jadwal UN pada Maret 2010 mendatang.

"Depdiknas terlalu memaksakan, siswa tentu saja stres," ujarnya.

UN Lebih Baik untuk Pemetaan Pendidikan Saja


JAKARTA, KOMPAS.com. Para pengamat sepaham bahwa pemerintah harus kembali ke sistem ujian kelulusan yang lama, menyusul keluarnya putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa ujian nasional cacat hukum.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi dan pengamat pendidikan dari Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia (UII) Eko Prasetyo mengatakan bahwa pemerintah sudah saatnya mengakomodasi putusan MA tersebut dan menghentikan rencana pengajuan peninjauan kembali (PK). Dengan demikian, selama empat bulan ke depan menjelang Maret 2010, pemerintah bisa fokus mempersiapkan pergantian sistem ujian kelulusan.

Seto Mulyadi, atau yang akrab dipanggil Kak Seto, berpendapat bahwa UN tak perlu dihapus. Selain itu, kata dia, pemerintah juga sudah terlanjur menggelontorkan persiapan dan anggaran.

"Tapi, UN bukan lagi ditentukan sebagai penentu kelulusan. Itu hanya dijadikan pemetaan. Dengan demikian, anak bisa lebih jujur dan dijadikan bahan evaluasi," tuturnya kepada Kompas.com, Kamis (26/11).

Tinjau Ulang Ujian Nasional


Mahkamah Agung kembali memenangkan gugatan masyarakat lewat citizen law suit terkait penyelenggaraan ujian nasional. Kasasi yang diajukan pemerintah yang menolak putusan pengadilan tinggi soal kemenangan masyarakat atas gugatan ujian nasional dinyatakan ditolak MA. (Kompas, 25/11/2009).
Keputusan MA ini menunjukkan pemahaman yang lebih baik tentang esensi pendidikan daripada yang ditunjukkan Depdiknas yang bersikukuh melaksanakan ujian nasional.

Berbagai argumentasi sudah dikemukakan para pakar, pemerhati, praktisi pendidikan, orangtua, dan siswa sendiri untuk menggugat kebijakan ujian nasional. Sementara itu, pemerintah masih akan kembali melakukan upaya hukum terakhir, yakni pengajuan peninjauan kembali. Sebaiknya semua pihak yang terlibat proses hukum ini bersikap arif dan mempertimbangkan realitas penyelenggaraan ujian nasional dan prinsip-prinsip evaluasi pendidikan.

Sekolah yang Menganggap Semua Muridnya Cerdas


”Di sekolah ini, kami menganggap bahwa semua anak itu cerdas, tidak ada anak yang bodoh...” kata Kepala Sekolah di salah satu SD yang kukunjungi waktu itu. Sebuah SD Islam yang menjadi salah satu tujuan bagi kami untuk menyekolahkan Mirza ke sana kelak. Di SD ini kami disambut dengan sangat ramah, terlihat sekali mereka sangat profesional menghadapi para orangtua yang sedang berkunjung ke sana untuk mendaftar atau baru sekedar survey seperti kami. Hal yang tak saya temui di SD-SD lain.
Lebih lanjut Bapak Kepala Sekolah tadi menjelaskan bahwa di sekolah itu menerapkan prinsip Multiple Intelegence dalam mendidik anak-anaknya. Saya belum banyak tahu tentang Multiple Intelegence (MI). Yang saya tahu bahwa MI menganggap bahwa kecerdasan seseorang itu tidak hanya dilihat dari IQ semata. Ada beragam kecerdasan lain yang diyakini bahwa setiap manusia minimal memiliki salah satu di antaranya.
Beliau juga menjelaskan bahwa MI ini dikembangkan oleh seorang bernama Howard Gardner.

Howard Gardner mengklasifikasikan jenis kecerdasan ini menjadi 8, yaitu:

1. Kecerdasan Linguistik
2. Kecerdasan Matematis-Logic
3. Kecerdasan Visual-Spasial
4. Kecerdasan Musical

Everyone Is Number One

SERI MOTIVASI DIRI : "Sebuah inspirasi dari lagu Andy Lau, tema lagu pada Olimpiade Beijing 2008"

Engkau, dia , aku, dan kita semua…Adalah SANG JUARA!
Vini! Vidi! Vici! Itu adalah slogan kita bersama…
Emas kehidupan harus kuraih dalam setiap kesempatan…
Raih dan capai yang TERBAIK, pasti aku bisa!
Yang terindah dan yang teristimewa selalu kupersembahkan…

Optimisku selalu penuh dalam setiap pertarungan hidupku setiap saat…
Namun…nilai-nilai sportif tak boleh dilupakan…
Entah ada yang melihat atau tidak, aku harus jujur pada diriku sendiri…

Sekolah Gratis vs Pendidikan Mutu

“Selawe kok njaluk slamet – 25 kok minta murah.”

Itu kira-kira yang dikatakan tukang becak, dalam humor orang Madura. Intinya, masih pula Anda meminta yang macam-macam –bahkan yang mendasar sekalipun- ketika kontribusi Anda sangatlah kurang. Namun justru logika inilah yang dikejar ramai-ramai oleh pihak elit politik di Indonesia. Di mulai dari presiden SBY sebagaimana yang dikutip dalam Tempointeractive (12/5/07).


“Pemerintah dalam hal ini Depdiknas telah menetapkan kebijakan pendidikan dasar 9 tahun bisa meningkat mutunya, akuntabel dan lebih merata dengan biaya yang tidak mahal dan terjangkau,” Ungkapnya. Dan tentu saja. Pendidikan murah harus (dipaksakan) dipadankan dengan ciri-ciri meningkat mutu, akuntabel, merata, tapi murah. Tentunya ada sesuatu yang hendak dibicarakan oleh para elit dengan mengucapkan semurah apa, jika sampai tidak mengorbankan apa-apa? Kenyataannya, bagi para elit pendidikan murah telah menjadi senjata paling ampuh dalam kampanye mereka.
Pendidikan murah, seperti halnya kesehatan murah adalah hal yang paling di cari di negeri ini. Seharusnya pemerintah telah mencanangkannya semenjak dahulu. Seperti ungkapan Lidya (22), mahasiswi Perguruan Tinggi Kependidikan yang tengah magang di salah satu sekolah Negeri, “Sekolah harus gratis. Dengan begitu, setiap keluarga di Indonesia mampu meningkatkan tingkat keterdidikannya.” Namun tentu saja tidak semudah itu. Sekolah gratis dalam pelaksanaannya seolah ‘merusak’ sebentuk kemapanan.

Cita-cita Besar di Jembatan Ujian Nasional

Mari perbaiki format yang ada ini, dengan tetap fokus terhadap siapa yang hendak kita saring dalam ujian. Dan bukan dalam format sekedar memenuhi unsur kenaikan statistik saja


“Doakan saya ya Bu.” Ucap Dania, seorang siswi pada Ibu Yeni guru bimbingan konseling. Setelah minta doa, sang siswi bersama teman-temannya yang sempat ‘salim’ bergegas ke ruang kelas. Hari ini hari kedua Ujian Nasional (UN) di SMU 20, di beberapa sudut ruang sekolah sebelum bel ujian dilaksanakan, tampak anak-anak sibuk membaca kembali buku paket soal-soal ujian, sementara kebanyakan di antara mereka lebih senang, mengobrol, melepas canda, seolah-olah tak ada yang penting pada beberapa menit kemudian. “Aku ingin jadi dokter di Unpad,” ungkap Vira Pertiwi, yakin. “Ngga, malah kelihatan kayak pasiennya” ucap Feby teman belajarnya, dengan canda. Semuanya tertawa.

Feby, Vira, kemudian Eri, pada beberapa bulan ini begitu serius mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional. Entah melalui les di rumah kos Eri, di rumah Vira. Yang jelas bagi mereka ada cita-cita yang tak boleh kandas hanya karena UN. Cita-cita macam apa, ya tentu saja ke perguruan tinggi. “Karena sejatinya, SMU dipersiapkan untuk meneruskan ke perguruan tinggi.” Ungkap Tony Sutisna kepala sekolah SMU 20. Namun sementara ini jauh panggang dari api. “Kenyataannya di lapangan tidak seperti itu, ada faktor intelektualitas, ekonomi yang harus dihadapi para lulusan yang ingin melanjutkan.” Dengan demikian esensi UN kembali mendapat ujian.

Memahami Perbedaan Gaya Belajar Anak


Setiap anak itu unik. Tidak semua anak memproses suatu informasi dengan cara yang sama. Sebagai pendidik, pelatih dan orang tua kita harus mengetahui bagaimana perbedaan gaya berfikir mereka yang kemudian diterjemahkan ke dalam gaya belajar yang berbeda.
Adakalanya pendidik, pelatih maupun orang tua memaksakan kehendak untuk mengikuti gaya belajar mereka. Biasanya gaya berfikir diri sendiri akan mendominasi pendekatan yang digunakan saat mengajar. Sebagai pengajar, pelatih dan pendidik kita cenderung mengajar dengan cara yang sama seperti cara belajar yang kita sukai sendiri. Padahal dibalik gaya belajar individual anak ada satu manfaat yang besar dari balik kekuatan gaya belajar yang berbeda.

Umumnya para guru, pelatih dan orang tua diseluruh dunia masih mengalah pada kepercayaan-kepercayaan lama yang keliru mengenai belajar dan mengajar berikut ini:

1. Cara belajar yang terbaik untuk siswa adalah dengan duduk tegak di depan meja.

Rabu, 18 November 2009

Umumnya Guru Cuma Menjadi Pengajar, Bukan Pendidik


JAKARTA, KOMPAS.com. Definisi pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga anak didik dapat dengan aktif mengembangkan potensi diri.
Demikian hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi Nasional untuk UNESCO, Arief Rachman. Arief mengatakan, dengan mengembangkan potensi dirinya itulah, para siswa akan memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, serta kecerdasan akhlak.

Namun, lanjut Arief, yang terjadi sekarang justru adalah banyak guru yang tidak memfungsikan posisinya sebagai pendidik, tetapi hanya sebagai pengajar.

Silahkan, Pilih Tiga Model Pembelajaran Ini!



MEDAN, KOMPAS.com. Dalam bukunya "Classroom Instruction and Management" yang diterbitkan Mc.Graw-HiH Book Co pada 1997 silam, Richard L Arends mengatakan, keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu curriculum, teaching, learning and assesment.
Namun, khusus untuk faktor kedua, yaitu teaching, keberhasilannya sangat bergantung pada model pembelajaran yang diterapkan oleh sang guru. Karena saat ini, seorang guru yang baik tidak cukup mengajar hanya mengandalkan strategi-strategi pembelajaran, tetapi juga harus menguasai model yang baik agar memiliki arah yang lebih jelas dalam penyampaian materi ajarnya.

Sebenarnya, banyak model pembelajaran yang bisa diterapkan oleh seorang guru untuk semua tingkatan. Namun, mengutip ucapan Guru Besar Universitas Negeri Medan (Unimed) Mara Guna Harahap, model pembelajaran yang baik tersebut harus yang telah teruji melalui penelitian para ahli.

Dewasa ini, lanjut Mara, ada tiga model pembelajaran yang merupakan hasil penelitian para ahli di bidang pembelajaran. Ketiga model tersebut berisi pembahasan pembelajaran secara mendalam dan baik, yang tidak tercantum dalam mata kuliah apa pun. Ketiga model itu adalah direct instruction (DI), cooperative learning (CL), serta problem based instruction (PBI).

Multiple Inteligent Research YIMI Dijadikan Acuan


GRESIK, KOMPAS.com. Proses pembelajaran yang dilaksanakan di Yayasan Islam Malik Ibrahim (YIMI) Gresik, Jawa Timur, menjadi acuhan pembelajaran dari beberapa sekolah. Sebanyak 50 peserta studi banding dari lima sekolah berbeda, Rabu (18/11), langsung mengadakan peninjauan di lapangan untuk melihat proses pembelajaran tersebut di YIMI.
Lima sekolah itu, yaitu SD Mutiara Ilmu Bangil (Pasuruan), SD Sabilul Qoirot (Semarang), MIN Sedati (Sidoarjo), SD IT Al Uswa (Surabaya) dan SMP Muhammadiyah 9 (Surabaya), mengadakan Studi banding di TK, SD dan SMP YIMI Gresik. Kunjungan dimaksudkan untuk melihat lebih dekat proses pembelajaran yang diterapkan YIMI.

Kepala YIMI Abdul Hakim menjelaskan, dalam proses belajar dan mengajar yang diterapkan YIMI dengan metode Multiple Intelegent Research (MIR), yang artinya proses pembelajaran menekankan pada keunggulan kecerdasan siswa yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan siswa.

"Ada delapan logika yang diterapkan yaitu matematika, interpersonal, intrapersonal, naturalis, musikal, special visual, linguistik dan kinestetis. Ini yang membedakan cara belajarnya dengan sekolah lain," katanya.

Mendiknas: Teknologi Pendidikan Menjawab Persoalan Pendidikan


JAKARTA, KOMPAS.com. Pendidikan perlu terus menerus dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi pendidikan. Dengan demikian, akses pendidikan masyarakat semakin terbuka luas dan berlangsung secara efektif dan efisien.
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh pada Seminar dan Workshop Nasional Peran Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Nasional di Jakarta, Rabu (18/11) mengatakan, teknologi pendidikan perlu terus dikembangkan untuk menjawab persoalan ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas.

"Dengan teknologi pendidikan maka persoalan ketersediaan bisa dikurangi sebagian, demikian juga persoalan keterjangkauan," kata Nuh.

Teknologi pendidikan, kata Nuh, berperan sebagai pendukung dan penggerak proses pendidikan. "Dengan IT bisa menggerakkan bukan saja bab pelajaran yang diajarkan, taruhlah Matematika menggunakan IT, tapi sekaligus juga men-drive guru, murid, atau orangtuanya untuk belajar IT," katanya.

Dibuka, Beasiswa Pemerintah Jepang untuk Guru!


JAKARTA, KOMPAS.com. Kedutaan Besar Jepang kembali menawarkan beasiswa Pemerintah Jepang (Monbukagakusho) yang diperuntukkan bagi para guru pada tahun akademik 2010/2011. Beasiswa ditutup pada Januari 2010.
Program penataran guru nongelar tersebut akan berlangsung selama 1,5 tahun mulai Oktober 2010, termasuk enam bulan belajar bahasa Jepang. Syarat utamanya, pelamar harus berusia di bawah 35 tahun dan merupakan pengajar lulusan S-1 atau D-4 di jenjang SD, SMP, SMA/sederajat, baik dari sekolah negeri maupun swasta. Pelamar telah mengajar lebih dari lima tahun di lembaga pendidikan formal pada 1 April 2010.

Untuk beasiswa ini, semua bidang pengajaran ditawarkan kecuali untuk Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Bahasa Arab, Pendidikan Agama, dan Perhotelan. Selain itu, pelamar harus bersedia belajar Bahasa Jepang karena bahasa pengantar di universitas adalah Bahasa Jepang.

I am The Winner

Motifasi Menghadapi Ujian atau UN


Seorang PECUNDANG akan berkata “Ini mungkin, tapi sulit” sedangkan seorang PEMENANG akan berkata “Ini sulit, tapi mungkin”
Sekarang kita tinggal memilih, kita akan menjadi siapa? Seorang pecundang atau seorang pemenang? Seorang pecundang yang hanya dengan melihat saja sudah menyerah, pasang kuda – kuda dan dalam hitungan ketiga lari menjauh. Seorang pecundang yang patah semangat, hilang kepercayaan diri, takut, dan percaya bahwa apa yang dilakukan akan percuma saja bahkan gatot (gagal total). Ataukah seorang pemenang, seorang pemenang yang percaya bahwa dia akan berhasil, dengan semangat, usaha, kerja keras, dan do’a dia percaya mampu menaklukkan dunia. Selanjutnya? Terserah anda!

Penulis yakin bahwa semua akan memilih menjadi seorang pemenang, karena memilih menjadi pemenang atau pecundang tidak sulit, sangat mudah hanya dengan memilih. Namun dalam pelaksanaan sulit untuk diterapkan.

Hidup adalah sumber masalah, pertempuran atau bahakan medan perang yang tidak akan pernah berhenti. Sejak kita lahir hingga membaca tulisan ini, semuanya pertempuran. Pertempuran melawan ketidakmampuan, ketidakberdayaan, dan juga pertempuran melawan ketidak maha tahuan kita.

Selasa, 17 November 2009

Demokratisasi Matematika


Satu kata yang tepat untuk melukiskan perasaan saya saat membaca berita di Kompas, edisi 4 November 2009. Di saat seluruh penjuru negeri terjebak dalam kegaduhan dan hiruk pikuk KPK Vs Polri, anak-anak SD kita menjadi juara umum pada 3rd Wizards at Mathematics International Competition 2009 di Lucknow, India. Dalam kompetisi yang diikuti oleh 9 negara dengan 34 tim (5 tim di antaranya berasal dari Indonesia), anak-anak kita membawa pulang 10 medali emas, 9 perak dan 5 medali perunggu. Anak-anak kita juga meraih nilai tertinggi untuk kategori individual competition dan juga team competition. Salut...!!!
Beberapa kali anak-anak kita menjuarai Olimpiade Matematika dan kejuaraan sejenis. Tapi apakah ini menjadi acuan bahwa pendidikan Matematika kita sudah bisa dikatakan unggul dibandingkan negara-negara lain ?

Berlawanan dengan fakta di atas, Kompas edisi 23 Desember 2004 pernah menulis sebuah laporan dari Trends in International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) 2003 yang diselenggarakan oleh International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA). Menurut hasil tes TIMSS 2003 tersebut, kemampuan siswa kelas II SMP di Indonesia masih di bawah rata-rata internasional. Kemampuan rata-rata siswa Indonesia berada pada peringkat ke-34 dari 46 negara untuk matematika dan peringkat ke-36 untuk sains. Sayang, saya belum mendapatkan data terbaru mengenai peringkat indikator Indonesia tersebut.

Membaca dan membandingkan kedua fakta di atas, tampaknya pengajaran matematika belumlah merata di seluruh Indonesia. Ada yang sampai menjadi juara olimpiade internasional, tapi masih banyak juga yang berada di bawah negara-negara lain. Jadi masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan untuk mengejar ketertinggalan anak-anak kita di bidang matematika dan sains.

Jumat, 13 November 2009

Sertifikasi Guru Tidak Tepat Sasaran, Benarkah?


Membaca Kompak Cetak pagi ini, Jum’at 12 Nomber 2009 membuat saya harus jujur berkata bahwa sertifikasi guru belum tepat sasaran. Sebab, adanya sertifikasi guru bukan dijadikan sarana untuk benar-benar menjadi guru profesional dan bermartabat, tetapi sertifikasi guru hanya dijadikan ajang mencari tambahan penghasilan semata.
Saya baca pelan-pelan kompas cetak yang ada dihadapan saya,

Sertifikasi guru yang bertujuan meningkatkan kompetensi sekaligus kesejahteraan guru ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Guru yang telah lolos sertifikasi ternyata tidak menunjukkan peningkatan kompetensi yang signifikan.

”Dari kajian yang dilakukan, ternyata motivasi para guru mengikuti sertifikasi umumnya terkait aspek finansial, yaitu segera mendapat tunjangan profesi,” kata Prof Dr Baedhowi, MSi dalam pidato pengukuhan guru besar Manajemen Sumber Daya Manusia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/11).

Buat saya, apa yang disampaikan oleh pak Baedhowi ada benarnya, dan juga ada salahnya. Ada benarnya adalah kenyataan di lapangan guru yang mengikuti sertifikasi guru memang berharap banyak untuk lulus dan mendapatkan tunjangan sertifikasi yang besarnya satu bulan gaji. Hal ini jelas sangat menggiurkan. Bukan hanya profesi guru, Profesi apapun pasti akan berusaha untuk lulus karena iming-iming tambahan penghasilan satu bulan gaji.

Kalau tadi kita bicara benarnya, kini kita bicara salahnya.

Sertifikasi Guru Tidak Tepat Sasaran


Solo, Kompas. Sertifikasi guru yang bertujuan meningkatkan kompetensi sekaligus kesejahteraan guru ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Guru yang telah lolos sertifikasi ternyata tidak menunjukkan peningkatan kompetensi yang signifikan.
”Dari kajian yang dilakukan, ternyata motivasi para guru mengikuti sertifikasi umumnya terkait aspek finansial, yaitu segera mendapat tunjangan profesi,” kata Prof Dr Baedhowi, MSi dalam pidato pengukuhan guru besar Manajemen Sumber Daya Manusia pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/11). Baedhowi adalah guru besar ke-188 di UNS Solo.

Dalam Rapat Senat Terbuka UNS yang dipimpin Rektor UNS Dr dr Much Syamsulhadi, SpKJ (K), Baedhowi—yang kini menjabat Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional—membawakan pidato berjudul ”Tantangan Profesionalisme Guru pada Era Sertifikasi”.

Sertifikasi guru yang merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu sekaligus kesejahteraan guru sasarannya bisa menjangkau 2,7 juta guru. Namun, hingga saat ini baru sekitar 500.000 guru yang lolos sertifikasi dan mendapat tunjangan profesi sebesar satu kali gaji.

Kamis, 12 November 2009

Persepsi Orangtua Menentukan Masa Depan Anak


Deni kecil berlari-lari menolak makanan yang hendak disuapkan ke mulutnya. Mamanya mengejar di belakangnya sambil berteriak,"Deni ayo makan ini sudah malam lho. Kamu nanti lapar. Mama masih banyak kerjaan yang lain nih!" Dari nadanya bisa tergambar perasaan putus asa dan tak tahu harus berbuat apa. Perasaan jengkel, marah, letih dan tak berdaya tercermin dalam tindakan dan perkataan sang mama. Si Deni dengan acuhnya berlarian kesana kemari.
Tak lama kemudian datanglah Ferry, kakak Deni, yang sudah duduk di bangku SMP. Sambil melemparkan tasnya ke sofa ia menuju lemari es dan meneguk minuman yang ada di sana. Setelah itu ia melepas sepatu dan kaos kakinya dan membiarkannya tergeletak begitu saja di depan lemari es. Lalu menuju ke kamarnya dan berteriak, "Mbak ambilkan makan dong. Lapar nih!"

Jika anda yang menghadapi peristiwa di atas apa yang akan anda lakukan? Apakah anda akan langsung menghardik mereka? Atau apakah anda akan memukul mereka karena sudah tidak tahan lagi dengan tingkah lakunya? Ataukah anda akan langsung memanggilnya dan memarahi mereka? Atau mungkin anda akan bertanya dengan lembut pada mereka apa yang sebenarnya terjadi pada diri mereka dan kemudian membantu mereka mencari solusinya?

Tidak begitu penting apa tindakan anda. Yang paling penting di sini adalah mencari tahu apa penyebab utama anda melakukan tindakan tersebut. Tidak penting apakah anda marah atau menanyainya dengan lembut. Yang penting adalah pemikiran dibalik tindakan tersebut. Inilah yang mengontrol diri anda selama ini. Pemikiran inilah yang melatarbelakangi tindakan anda mendidik dan mengasuh anak-anak. Kita menyebutnya dengan persepsi.

Darimanakah persepsi timbul? Persepsi timbul dari serangkaian pemikiran-pemikiran yang mengkristal. Pemikiran ini timbul dari beragam pengalaman yang mengesankan. Semua pengalaman kita di masa kecil akan menjadi pijakan dasar. Dari sinilah kita kemudian mengembangkan pemikiran yang lebih kompleks.

Rumah, Bukan Sekedar Tempat Bernaung!


Bukan perkara mudah membentengi anak dari berbagai perilaku buruk dan negative yang ia peroleh dari kawan-kawan pergaulannya. Dalam bergaul dan bersosialisasi tidak bisa dihindari adanya hukum mewarnai atau diwarnai. Realitas tersebut tentu masih lebih baik daripada membiarkan anak kita berdiam diri di dalam rumah, bermain dan berekspesi sendiri karena khawatir perilakunya terwarnai oleh kawan-kawannya di luar rumah. Saya menganggap bahwa semua itu adalah konsekwensi yang harus kita hadapi apalagi bila menetap di tengah masyarakat padat dan heterogen dengan latar pendidikan dan profesi yang beragam.
Terkadang ada saja hal ‘aneh’ pada diri anak kita yang ia dapatkan seusai bermain dengan kawan-kawannya di luar rumah. Apakah itu dalam bentuk perilaku atau kata-kata tidak sopan yang mangandung ‘kebun binatang’, dan sebagainya. Tugas kita selanjutnya adalah menetralisir perilaku buruk tersebut agar tidak menulari adiknya yang mungkin sedang dalam proses belajar meniru dan mencontoh setiap kata dan perilaku yang ia dengar dan saksikan.

Lingkungan sebagai ruang sosialisasi dan interaksi masyarakat adalah tempat ideal menanamkan nilai-nilai kebaikan sekaligus keburukan pada setiap individu yang hidup di dalamnya. Tergantung nilai apa yang dimiliki dan dibawa oleh individu tersebut. Pada lingkungan dimana rumah warga yang satu dengan lainnya terkadang hanya dipisahkan tembok pembatas atau halaman, kita bisa menemukan jalinan keakraban, bantu membantu, gotong royong dan kebersamaan itu tumbuh dengan baik. Kita masih dapat menyaksikan seorang tetangga mengirim makanan ke tetangga sebelah rumahnya, berombongan menjenguk tetangga yang sakit dan kebikan lain yang dilakukan secara bersama-saman. Nilai kebersamaan seperti ini terkadang hanya kita temukan di desa atau kampung yang jauh dari kota dan belum terkontaminasi budaya individualistik atau nafsi-nafsi.

Walau pada saat yang sama kehidupan masyarakat padat dan heterogen seperti itu juga rentan bermasalah dan berbenturan hanya karena masalah sepele; anak-anak berkelahi, suara radio atau televisi tetangga masuk ke dalam rumah, gosip dan sebagainya. Tapi bila kerukunan hidup lebih dikedepankan, ada tokoh penengah, rasionalitas melampaui egoisme, maka benturan-benturan tersebut bisa dihindari.

Selasa, 10 November 2009

Efektivitas Belajar di Bimbingan Belajar

Ini sedikit pengalaman dan sharing tentang pembelajaran di bimbingan belajar di mana penulis pernah menjadi pengajar di salah satu bimbingan belajar. Semoga dari pengalaman ini bisa diambil pelajaran dan perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan di masa datang.


Pada prinsipnya, pembelajaran di kelas-kelas Bimbingan belajar dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan siswa terampil dalam mengerjakan soal-soal ujian. Pembelajaran dilakukan dengan fokus bagaimana siswa dapat mengerjakan soal dengan mudah dan cepat.
Materi pelajaran diberikan secara singkat dan padat. Dalam mencapai target materi yang sangat padat biasanya kelas-kelas di bimbingan belajar tersedia proyektor sebagai alat Bantu. Pembelajaran semacam ini mungkin sesuai untuk program intensif dalam menghadapi ujian masuk PTN maupun untuk kelas yang dirancang khusus untuk mempersiapkan siswa mengikuti ujian masuk PTN.

Akan tetapi pembelajaran yang berbeda harus dilakukan untuk kelas regular di mana pemahaman terhadap materi pelajaran tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang berbeda antara pembelajaran program regular dan program intensif. Pemisahan semacam inilah yang belum disadari dalam penyelenggaraan bimbingan belajar yang ada.