Selasa, 10 Mei 2011

Lagi, Tim Olimpiade Fisika Indonesia Meraih Medali Emas

Terdengar dari Tel Aviv (Israel), Evan Laksono, siswa perwakilan SMAK Ipeka Tomang Jakarta untuk Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TIFO), akhirnya berhasil mendapatkan 1 medali emas (1). Rekannya yang lain, Erwin Handoko Tanin (SMA Sutomo 1 Medan) dan Limiardi Eka Sancerio (SMAK Penabur Gading Serpong Tengerang), masing-masing memperoleh 2 Honorable Mention (HM). HM adalah satu penghargaan saja yang diberikan di bawah peringkat perunggu.

Ajang kompetisi Asian Physic Olympiad (APhO) ke-12 ini terselenggara dari tanggal 1 sampai 9 Mei 2011, dan diikuti 16 negara peserta. Beberapa negara yang menjadi pesaing terberat adalah China, Taiwan, Rusia, dan Israel. China sendiri memperoleh 8 medali emas dan menjadi negara terbanyak yang mendapatkan medali itu (2).

Sangat disayangkan, kita hanya mengirim 5 siswa. Tetapi tradisi emas tetap dapat dipertahankan. Total pencapaian prestasi di APhO dari sejak tahun 2005 adalah 23 medali emas, 15 perak, 27 perunggu dan 35 HM. Sedangkan di ajang International Physics Olympiad (IPhO), sejak 2002, siswa kita telah meraih 20 medali emas, 18 perak, 25 perunggu dan 15 HM. Setuju, ini memang benar-benar tradisi prestasi emas yang terukir dengan konsisten.

Kabar lainnya di balik berita, TIFO tidak menemui kesulitan di bandara karena adanya surat keterangan yang dikeluarkan oleh kementerian pendidikan Israel. Kita tahu bersama, Israel adalah negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Indonesia. Tentang hal ini tidak akan dibahas sebagai keutamaan tulisan.

Penulis ingin mengutip apa yang dikatakan Prof.Yohanes Surya, Ph.D dulu, ketika siswa kita mendapatkan 2 medali emas dan 2 perunggu di International Biology Olympiad tahun 2010 lalu (3), “Bahkan, di kalangan internasional, pelajar Indonesia termasuk yang disegani”. Lanjutnya lagi, “Yang penting kini adalah melakukan pembinaan yang baik terhadap siswa-siswa berbakat dan berprestasi”. Mengapa catatan lama ini diangkat? adalah karena pembinaan yang baik itu, sebenarnya, seharusnya, berlaku untuk semua siswa kita. Khususnya jika ini terkait dengan fenomena akhir-akhir ini, hal-hal yang sebaliknya justru terdengar miris dari hasil survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) terhadap 1.000 siswa SMP dan SMA di Jakarta. Hasil survei itu membuktikan, ada indikasi kuat sikap yang mendukung dan bersedia ikut melakukan aksi kekerasan menyangkut isu-isu moral dan keagamaan (bisa dilihat dari postingan sebelumnya).

Mari direnungkan sejenak. Tampaknya semua ornamen prestasi berlabel emas dunia itu menunjukkan kesenjangan pembinaan belaka. Siswa yang membanggakan itu seperti berada di menara gading. Sementara sebagian yang lain tenggelam dalam sangkar motivasi yang bukan lagi kepada prestasi pendidikan. Dari tahun ke tahun, bahkan berturut-turut, nama siswa kita semakin disegani di mata dunia. Ini jelas-jelas selaras bertautan, jika saja kinerja pembinaan terselenggara baik dan menyeluruh, dengan potensi yang ada, siswa-siswa kita sebenarnya bisa terpacu mendulang kebanggaan, jauh ke hati para orang tua mereka, kebanggaan bagi lingkungannya, termasuk wujud konsistensi prestasi yang mengharumkan nama negara dimana-mana.

Perlu digaris-bawah, yang dinamakan negara itu tentu tidak hanya pemerintah dan Kepala Negara, tetapi semua elemen anak bangsa. Jika siswa larut dalam kegelisahan, terisolasi, dan terhibur dengan jawaban yang menyimpang atas pertanyaan, mengapa bangsa ini tidak maju-maju, kemandirian intelektualitas bukan lagi sebagai suatu yang mendominasi dunia pendidikan, maka prestasi bagi dirinya akan dianggap percuma. Lantas akan dibawa kemana bangsa ini di kemudian hari? Siapa yang harus bertanggung jawab?

Kita selalu begitu sulit mencari penyebab kebobrokan moral dan etika bangsa, tetapi begitu mudah mencari kambing hitam sebagai jawaban pintas yang nihilkan solusi nyata. Jawaban-jawaban ini berlapis-lapis dan perlahan melumpuhkan daya kreativitas, berikut daya saing untuk berlomba-lomba prestasikan diri di dunia pendidikan. Padahal semua ini berarti juga berbicara tentang kemampuan SDM, khususnya tentang sebuah negara.

Harapan penulis, semoga dalam tahun mendatang, kita bisa kirim lagi lebih banyak siswa, sebanyak siswa dari negara pesaing utama, yang unggul dalam persiapan dan kematangan berkompetisi. Kita tunjukkan kita siap bersaing sampai di negara manapun. Dengan jumlah penduduk yang besar, kilauan prestasi yang juga berasal dari mutiara-mutiara anak-anak daerah, kita sesungguhnya memiliki potensi yang besar. Hallah, kayak ceramah lagi ini.

Lanjut… Yang jelas, ini merupakan satu lagi persembahan emas untuk negara kita. Ini satu lagi pembuktian keteladanan yang telah mereka persembahkan kepada semua anak bangsa. Ini satu lagi pembuktian kepercayaan diri, kalau kita mau belajar, kita bisa. Semoga “metabolisme” kesadaran di pikiran dan hati nurani bangsa ikut terbangun, dan bangkit lagi mengusung harapan bersama, karena tepukan bahu dari mereka-mereka yang telah membuktikan prestasi membanggakan. Amin. Selamat untuk PELAJAR INDONESIA.

Oleh: Bang Kemal


Sumber Informasi:
1)  Tofi
2)  Media Indonesia
3)  Kompas
4)  Kompasiana
5)  Politik Kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar