Minggu, 01 Mei 2011

Indonesia Tak Hanya Butuh Manusia Pintar

Sistem pendidikan kita yang sekarang menganut paradigma pendidikan berbasis kompetensi, dinilai cukup baik dan menghasilkan anak-anak Indonesia yang pintar dan cerdas. Namun ternyata pintar dan cerdas saja tidak cukup.

“Kita juga jangan lupa ternyata kecerdasan dan kepintaran tidaklah cukup untuk membangun bangsa yang besar. Selain pintar kita juga membutuhkan manusia Indonesia yang berkarakter,” ungkap Wakil Presiden Pemuda Dunia, Ahmad Doli Kurnia, di Jakarta, Minggu (1/5), menyikapi peringatan Hardiknas yang jatuh Senin hari ini. Pemuda Dunia merupakan organisasi pemuda internasional yang beranggotakan 120 organisasi nasional kepemudaan dari seluruh dunia.

Doli pun mengatakan, fenomena unik mewarnai dunia pendidikan Indonesia. Di satu sisi banyak sekali prestasi yang ditunjukkan oleh anak-anak Indonesia dalam dunia ilmu pengetahuan.

Mereka acapkali menjuarai berbagai kompetisi dan olimpiade ilmu eksak yang diadakan di seluruh dunia. Begitu juga dengan para ilmuwan asal Indonesia yang studi dan bekerja di luar negeri, juga mendapat tempat terhormat di perguruan tinggi dan pemerintahan negara-negara maju.


“Namun berbagai prestasi itu, sangatlah kontradiktif dengan prilaku yang ditunjukkan sebagian anak bangsa lain yang bercitra negatif. Korupsi, terorisme, radikalisme, brutalisme, seakan menjadi hiasan keseharian kehidupan masyarakat kita juga saat ini,” ungkap Doli.

Situasi ini, sambungnya, menegaskan perlunya rekonstruksi sistem pendidikan nasional, terutama pada pendidikan dasar dengan mengedepankan paradigma pendidikan berbasis pembangunan karakter selain berbasis kompetensi.

Tujuannya untuk mengantisipasi berkembangnya kerusakan moral dan ekspansi penyakit sosial masyarakat, serta memberi kekuatan menyaring derasnya arus globalisasi. “Masyarakat kita perlu karakter yang kuat, yaitu karakter bangsa Indonesia sejati,” tegasnya.


Evaluasi dan Koreksi

Menyikapi soal dana pendidikan 20 persen, Doli mengatakan perlu ada evaluasi dan koreksi terhadap proses penggunaannya. Dengan ketetapan besarnya dana pendidikan itu membuat pejabat dan penyelenggara pendidikan nasional selama ini dapat terjebak pada praktik korupsi.


“Seharusnya proses penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dimulai dari penetapan visi, paradigma, strategi, dan program baru penganggaran, namun sekarang terbalik. Bahkan terkesan bagaimana menghabiskan dana yang berlimpah ruah, dengan program apa adanya. Sangat sayang,” urainya.

Doli menegaskan dalam keadaan bangsa seperti ini, hanya ada dua hal besar yang bisa menyelesaikannya. Yaitu kepemimpinan yang kuat dan berjalannya sistem pendidikan yang benar.

Sumber: Okezone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar