Senin, 02 Mei 2011

Memaknai Kembali Hardiknas

SETIAP 2 Mei bangsa ini memperingati hari lahirnya Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara sebagai peletak dasar roh pendidikan, mengawali perjuangannya melalui Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada 1922. Kemudian sejak 1959 diabadikan oleh pemerintah menjadi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan setiap tahun ini harus menjadi bahan evaluasi dan koreksi bagi pemerintah dan khususnya insan pendidikan, agar mampu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jika berbicara kualitas pendidikan, perlu kita evaluasi dan dikaji ulang bersama-sama, terutama bagi semua komponen pendidikan yang secara langsung memberikan kontribusi terhadap jalannya pendidikan. Hal itu dapat dirunut secara vertikal, dari pemerintah sampai tingkat sekolah. Sudahkah pemerintah selama ini memberikan pengayoman bagi kelancaran proses pendidikan? Dan, sudahkah pendidik bekerja secara profesional?

Di tingkat sekolah, guru sebagai komponen utama pendidikan juga perlu mengevaluasi kinerjanya dalam mewujudkan keberhasilan proses pendidikan secara menyeluruh. Tugas dan tanggung jawabnya harus didasarkan atas semangat pengabdian untuk mendedikasikan hidupnya guna mencerdaskan kehidupan bangsa.

Contoh yang Baik Melihat apa yang telah digagas Ki Hajar Dewantara, ”ing ngarso sung tuladha, ing madya mangunkarsa, tut wuri handayani” memberikan makna bahwa apabila seorang guru ditempatkan di depan, harus dapat menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya. Dan, bila berada di tengah-tengah siswa didik, harus dapat memberikan semangat.

Jika berada di belakang, harus mampu menjadi seorang motivator yang baik bagi anak didiknya. Dengan demikian, siswa didik nantinya menjadi seorang manusia yang cerdas, berbudi pekerti luhur, dan mempunyai wawasan kebangsaan yang luas.

Jadi, Hardiknas tidak sebatas memorial dan perhelatan formal, tetapi lebih bermakna dan menyentuh pada tri matra pendidikan, yaitu pemerintah, sekolah, dan masyarakat yang harus terus peduli dan bahu-membahu membangun pendidikan nasional.(75)

Oleh: Tri Wahyuni Kurniasih, guru KB-TK Islam Al-Azhar 31 Yogyakarta

Sumber: Suara Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar