Selasa, 10 November 2009

Mendidik dengan Cinta



“Siapapun bisa marah. Marah itu mudah.Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yg baik, bukanlah hal mudah.” (Aristoteles, The Nicomachean Ethics)

Menjadi seorang pendidik adalah hal yang menarik dalam hidup saya. Apalagi di dunia anak yang penuh dengan keriangan. Walaupun mata pelajarannya tidak begitu sulit seperti tingkatan di atasnya mulai SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi, namun menghadapi mereka membutuhkan kreatifitas metode mengajar dan kesabaran yang sangat luar biasa.

Menghadapi Adil contohnya, anak yang sangat cerdas serta begitu besar keingintahuannya terhadap hal baru, memang membuat saya hampir kehilangan akal. Adil adalah salah satu murid saya di sebuah taman kanak-kanak Islam bertaraf International di kota Medan. Sebenarnya Adil sudah pernah belajar di taman kanak-kanak lain, tetapi karena lokasi sekolah yang lama lebih jauh, akhirnya orangtuanya memasukkan Adil ke sekolah Internasional ini yang baru dibangun dan lebih dekat dari rumahnya, kata mamanya biar lebih mudah mengontrol anaknya.

Adil selalu bertanya hal-hal yang menurut dia belum jelas, sampai dia benar-benar mendapatkan jawaban yang memuaskan hatinya barulah ia akan berhenti. Tetapi kelemahannya adalah malas menulis, bila mendapat tugas menulis, Adil cepat merasa bosan dan hanya mampu bertahan 1 menit untuk menulis. Biasanya kalau sudah bosan dia mencari aktivitas lain, mulai dari menggangu teman, berlari keliling kelas, atau mencorat-coret di papan tulis di depan kelas. Hal demikian berlangsung setiap hari di kelas saya. Dan khusus untuk adil selalu saya siapkan lembar kerja tambahan sebagai alternatif kegiatan. Saya tidak pernah memaksanya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya, saya hanya membuat standart minimal tugas untuknya.

Hingga pada suatu hari, Adil datang terlambat dengan wajahnya yang sangat ketat dan kusut, dan mamanya bilang hari itu Adil sangat terlambat bangun karena malamnya baru pulang dari rumah family mereka. Sayapun menyambut Adil sambil membalas uluran tangannya untuk berjabatan tangan. Tak lupa saya mengingatkan Adil untuk membaca dulu, sebab dia hadir pada saat teman-teman lainnya sudah selesai membaca doa pembuka harian.

Menit-menit pertama dia masih mengikuti pelajaran dengan baik sampai pada saatnya menulis, dia sama sekali tidak mau mengambil peralatan menulisnya. Malah dia mulai mengganggu teman-teman yang lain. Awalnya saya hanya mengingatkan dengan memanggil namanya berulang kali dan memintanya untuk duduk di bangkunya dan mulai menulis, tetapi dia terus bergerak mengganggu temannya, sayapun mulai agak menaikkan suara memanggil namanya sambil berharap dia berhenti menggangu temannya.

Karena cara tersebut terlihat tidak membuahkan hasil, saya mengeluarkan jurus pamungkas dengan pendekatan militer, mengumumkan pada semua murid yang tidak selesai tugas tidak boleh makan dan tidak boleh main di outdoor. Untuk jurus ini sebenarnya jarang saya pakai, jujur saja seperti guru yang kehilangan kreatifitas mengajar.

Walaupun pengumuman itu khusus untuk Adil, namun saya sampaikan kepada semua murid, dan saya ingin tau apa reaksi adil terhadap pengumuman tersebut. Ternyata dia masih melanjutkan aktifitas sebelumnya. Sampai waktu makan tiba, murid-murid yang lain mulai mengambil makanannya dan duduk di meja makan, ternyata adil ikut duduk di meja makan. Saya mencoba konsisten dengan pengumuman sebelumnya, dan kembali mengulang pengumuman bagi yang belum selesai tugas tidak boleh makan dan bermain di outdoor. Adil mulai terasa terpojok dan menunjukkan salah tingkah dan tanpa sengaja tangannya menyenggol botol susunya dan tumpah membasahi meja makan. Semua murid terdiam sesaat sambil melihat ke arah saya yang tertegun juga.

Sayapun sadar murid-murid saya menunggu apa yang akan saya lakukan, saya terdiam sesaat sambil menahan marah yang hampir meledak, rasanya seperti panas menjalar di sekujur tubuh saya dan berkumpul di kepala, dan kalau ada cermin di depan saya mungkin terlihat warna merah di wajah saya. Saya pejamkan mata dan menarik nafas saya berfikir apa yang harus saya lakukan.

Ketika saya buka kembali mata saya, suasana hening, Adil hanya berdiri tegang seperti patung, tampak wajahnya tegang dan pucat seperti kehabisan darah. Saya berfikir bagaimana caranya saya marah tetapi dapat membuat Adil memperbaiki sikapnya, tiba-tiba dia bersuara dengan sangat memelas “ummi, Adil gak sengaja”. Sayapun tahu kalau dia memang tidak sengaja. Saya harus bisa membedakan mana masalah saya dan mana masalah dia.

Mata Adil yang sudah mulai berkaca-kaca membuat hati saya luluh dan saya lebih memilih meminta murid-murid lain membantu Adil membereskan meja makan daripada membiarkan tangan saya memukul, menampar atau lainnya untuk meluapkan marah.

Wow, tidak saya sangka, tiba-tiba saja rasa panas di sekujur tubuh saya hilang seketika, dan berganti dengan rasa dingin mengalir lembut dalam tubuh saya. Apalagi ketika saya melihat murid-murid berlomba mengambil kain lap yang tersedia di pojok kelas dan bergegas membersihkan tumpahan susu di atas meja. Mereka terlihat tulus dan ikhlas melakukannya, walaupun mereka hanya membuat meja semakin kotor dengan tumpahan susu dan sampai tumpah mengotori lantai. Yang penting mereka belajar kesetiakawanan, saling tolong-menolong, kerjasama dan toleransi.

Kejadian itu tidak menggagalkan acara makan bersama, saya mengambil inisiatif untuk membawa murid-murid keluar dan duduk di halaman rumput di samping kelas, karena kondisi meja dan lantai kotor akibat tumpahan susu. Terlihat Adil masih merasa bersalah, dia hanya berdiri menyaksikan teman-temannya menyiapkan makanan dan mulai keluar satu persatu menuju halaman.

Tiba-tiba dia mendekati saya, walaupun saya tidak melihat ke arahnya, ujung mata saya melihat dia bergerak takut-takut dan terdengar suara isakan kecil Adil. Selanjutnya saya mendengar adil berkata sambil tersedu “Ummi, maafkan Adil ya. Ummi gak marah kan?”

Saya masih diam, seolah merajuk atas apa yang dia lakukan sambil mencari ide apa yang harus saya lakukan kemudian. Tangisannya mulai keras sambil memegang dan menggoyang-goyangkan tangan saya. Kemudian saya menjawab “ummi tidak marah, tapi ada yang harus kita bicarakan, sekarang kita makan dulu ya. Jangan lupa tugas adil siapkan selesai makan nanti”.

Ternyata jawaban saya membuat isakannya mulai berhenti dan dia kelihatan lega, akhirnya makan bersama di luar kelas siang itu terasa menyenangkan, apalagi sambil mendengar lagu kesukaan murid-murid. Selepas makan siang itu, saya melihat Adil bergegas masuk kelas mengambil peralatan menulis, dan saya duduk di dekatnya sambil bertanya apa yang membuatnya malas menulis dan menyiapkan tugas-tugas. Diapun bercerita lancar seperti tak ada kejadian apa-apa sebelumnya. Dia menjawab kalau dia tidak suka dipaksa dan cepat bosan jika tugas yang diberikan terlalu mudah. Nampaknya kemampuan Adil lebih diatas rata-rata murid yang lain. Ini membuat saya harus berfikir lebih kreatif membuat metode mengajar.

Pengalaman hari itu menguji kesabaran saya untuk kesekian kalinya menghadapi murid-murid yang penuh dengan tingkah yang beranekaragam. Tetapi paling tidak Adil mendapatkan haknya untuk bicara tentang apa yang difikirkannya. Dan saya mendapatkan kepercayaan darinya untuk menampung segala cerita lucu sampai pertanyaan yang sepatutnya ditanyakan di bangku perguruan tinggi.

Dan yang paling membuat saya gembira adalah ketika mama Adil mengantarnya keesokan paginya, dia langsung menemui saya. Mama Adil bercerita bahwa Adil benar-benar senang dengan saya, sepanjang pulang kemarin sampai malam ketika papanya pulang kerja, Adil terus menceritakan pengalaman di kelasnya yang luar biasa. Adil merasakan bahwa kenakalannya biasanya hanya mendapatkan kemarahan dari orang-orang di sekitarnya. Tetapi kemarin dia menemukan keyakinan bahwa dia bisa berubah. Dan memang sejak itu Adil selalu rajin menulis dengan cepat, dan saya tetap harus menyediakan kegiatan tambahan untuknya, karena selalu lebih cepat menyelesaikan tugasnya dibanding murid lainnya.

Mengendalikan marah memang tidak mudah, tetapi tidak salah kalau anda mencoba tips berikut:

1. Menjadi pendengar yang baik

Ini perlu anda lakukan untuk memastikan informasi yang cukup tentang apa yang sebenarnya dan difikirkan orang lain. Akibat kita tidak mengetahui dengan baik apa yang mereka rasakan, maka kita bisa salah memberi respon.

2. Konsisten terhadap aturan yang sudah dibuat

Peraturan memang untuk mengontrol dan menertibkan. Walaupun akhirnya peraturan tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi tertentu, namun usahakan sedapat mungkin menjalankan peraturan tersebut.

3. Bersikap adil

Walau bagaimanapun kondisi anda, coblah bersikap adil. Jangan sampai orang lain bahkan diri anda tidak mendapatkan haknya.

4. Kenali dulu, masalah siapa

Anda jangan langsung marah pada orang yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang sesuatu yang anda marahkan. Atau kesalahan mana yang mereka buat, jangan-jangan anda marah sekarang terhadap kesalahan yang dilakukannya pada 2 tahun yang lalu.

5. Tegas

Kalau ternyata itu adalah kesalahan oranglain, anda boleh bersikap tegas, tetapi bukan berarti anda menumpahkan semua kesalahannya. Nyatakan bahwa anda marah padanya karena kesalahannya itu.

6. Berani mengakui salah

Kalau ternyata kesalahan yang sebenarnya adalah diri anda sendiri yang membuatnya, sebaiknya akuilah dan segera minta maaf.


Oleh: Lady Day
Sumber: edukasi.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar