Selasa, 10 November 2009

Efektivitas Belajar di Bimbingan Belajar

Ini sedikit pengalaman dan sharing tentang pembelajaran di bimbingan belajar di mana penulis pernah menjadi pengajar di salah satu bimbingan belajar. Semoga dari pengalaman ini bisa diambil pelajaran dan perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan di masa datang.


Pada prinsipnya, pembelajaran di kelas-kelas Bimbingan belajar dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan siswa terampil dalam mengerjakan soal-soal ujian. Pembelajaran dilakukan dengan fokus bagaimana siswa dapat mengerjakan soal dengan mudah dan cepat.
Materi pelajaran diberikan secara singkat dan padat. Dalam mencapai target materi yang sangat padat biasanya kelas-kelas di bimbingan belajar tersedia proyektor sebagai alat Bantu. Pembelajaran semacam ini mungkin sesuai untuk program intensif dalam menghadapi ujian masuk PTN maupun untuk kelas yang dirancang khusus untuk mempersiapkan siswa mengikuti ujian masuk PTN.

Akan tetapi pembelajaran yang berbeda harus dilakukan untuk kelas regular di mana pemahaman terhadap materi pelajaran tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang berbeda antara pembelajaran program regular dan program intensif. Pemisahan semacam inilah yang belum disadari dalam penyelenggaraan bimbingan belajar yang ada.

Jika dilihat dari sudut pandang metode belajar modern yang berkembang saat ini maka pembelajaran yang berlangsung di bimbingan belajar (khususnya pada program regular), meskipun telah dirancang sedemikian rupa agar tidak membosankan, pada dasarnya dapat digolongkan sebagai berikut.

1. Pembelajaran berpusat pada guru/pengajar (teacher centered learning) bukan pembelajaran berpusat aktivitas (activity driven learning).

Menurut penelitian pembelajaran lebih efektif melalui pengalaman dan dengan siswa langsung berinteraksi dengan bahan yang sedang dipelajari. Pembelajaran di bimbingan belajar masih menempatkan guru sebagai pemberi materi dan siswa dianggap sebagai wadah yang harus diisi dengan ilmu.

2. Pembelajaran berbasis media tunggal (single-media based learning) bukan pembelajaran berbasis multimedia (multimedia based learning).

Multimedia di sini bukan berarti komputer yang dilengkapi multimedia. Tetapi, multimedia adalah penggunaan berbagai macam media yang dapat memudahkan siswa memahami materi pelajaran. Selama ini dianggap dengan menggunakan alat Bantu proyektor seorang pengajar merasa telah menggunakan media belajar. Padahal penggunaan proyektor hanya memanfaatkan media tunggal yang efektivitasnya lebih rendah dibanding multimedia.

3. Pembelajaran berbasis pada isi (content based learning) bukan pembelajaran berbasis konteks (context based learning).

Materi pelajaran yang akan di kelas bimbingan belajar biasanya telah terjadwal dan tiap materi harus selesai pada tiap pertemuan. Setiap siswa dianggap sama dalam menyerap pelajaran sehingga materi akan diselesaikan sesuai jadwal sehingga selesainya materi dianggap juga dengan pahamnya siswa terhadap materi yang sudah disampaikan. Padahal setiap siswa berbeda dalam menyerap pelajaran dan merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab apabila kita menganggap selesainya materi juga berarti seluruh siswa memahami materi yang diberikan.

Pelaksanaan pembelajaran seperti yang disebutkan di atas dilakukan pada dasarnya juga tidak diharapkan dan bukan merupakan suatu kesengajaan. Keterbatasan-keterbatasan yang menyertai kegiatan bimbingan belajar menjadi alasan timbulnya kesan seperti di atas. Penyelenggara bimbingan belajar harus berani mengakui bahwa bimbingan belajar bukanlah tempat untuk belajar yang sesungguhnya.

Kebanyakan siswa masih menganggap bimbingan belajar hanya sebagai selingan pengisi kegiatan di luar sekolah. Waktu belajar di bimbingan belajar bukanlah waktu utama siswa untuk belajar. Dengan kondisi demikian metode belajar secanggih apa pun tidak akan efektif diterapkan di kelas-kelas bimbingan belajar.

Keadaan yang tidak kondusif ini diperparah dengan kapasitas siswa per kelas yang tidak mendukung terciptanya suasana belajar yang efektif. Rata-rata jumlah siswa per kelas (menurut pengamatan penulis) tidak kurang dari 35 orang.

Jika dibandingkan dengan di sekolah saja jumlah ini terlalu besar. Jumlah siswa sebesar ini bukanlah jumlah yang diharapkan bagi sebuah kelas yang ingin melaksanakan proses pembelajaran yang efektif. Sebuah kelas bimbingan belajar tidak selayaknya diisi oleh begitu banyak siswa dengan berbagai macam watak dan karakter dan dalam kondisi tidak begitu siap untuk belajar.

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa metode belajar secanggih apa pun tidak akan bisa diterapkan dalam kondisi semacam ini. Selain itu kapasitas kelas yang demikian besar tidak mencerminkan keinginan penyelenggara bimbingan belajar untuk memberikan pelayanan yang memuaskan buat konsumen.

Kondisi kelas di bimbingan belajar seperti yang disebutkan di atas akhir-nya dapat membawa efek negatif yang tidak diharapkan. Dilihat dari sudut pandang siswa kelas-kelas di bimbingan belajar menjadi tidak kondusif untuk melakukan kegiatan belajar. Akibatnya belajar menjadi tidak efektif.

Hal ini juga menyebabkan kegiatan belajar dalam kondisi ini membuang-buang waktu dan tenaga karena tidak ada hasilnya sama sekali. Kenyataan ini membuat kita bertanya-tanya jadi apa yang telah kita lakukan selama ini? Apa yang telah kita berikan kepada siswa kita? Apa peran kita terhadap prestasi belajar siswa?

Selanjutnya apabila dilihat dari sudut pandang pengajar kondisi belajar yang tidak kondusif membuat pengajar tidak berkembang kapasitasnya dan menimbulkan keterpaksaan dalam menyampaikan materi. Pengajar menjadi tidak bersungguh-sungguh mengajar atau tidak ikhlas dan bahkan bisa sampai pada tingkat mengajar hanya untuk mengejar honor saja (naudzubillah min dzalik).

Tanpa menafikan berbagai hambatan yang menyertai penyelenggaran bimbingan belajar tidak ada alasan untuk membiarkan begitu saja sistem pembelajaran di bimbingan belajar terus berlangsung dalam keadaan seperti ini. Penyelenggara bimbingan belajar tidak boleh berdiam diri dan menutup mata terhadap kenyataan yang ada bila tidak mau menciptakan ironi dalam pendidikan, yaitu keinginan untuk mencerdaskan siswa berubah menjadi membodohi siswa.


Oleh: Bayu Sapta Hari
Sumber: edukasi.kompasiana.com

2 komentar:

  1. Salam sukses untuk Study Intensive Plus :) Semoga Bimbingan Belajar di sini semakin maju dengan staf pengajar dan fasilitas yang memadai tentunya. Maju terus bimbingan belajar Indonesia. kembangkan potensi anak bangsa untuk menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas.

    BalasHapus
  2. Amin... InsyaAllah Bang Del! Thank's ya...!!! :D

    BalasHapus