Minggu, 27 Desember 2009

Belajar dari Mencius !

Polisi mengaku tidak menemukan bukti tindak pidana dalam kasus Anggodo Widjojo. Tapi berbeda dengan KPK. Lembaga antikorupsi ini terus mencari dan mengumpulkan bukti untuk menjerat adik Anggoro tersebut. ”KPK sedang mengumpulkan bukti-bukti tambahan,” kata Wakil Ketua KPK M Jasin di KPK, Jl Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Senin (21/12/2009).

Bank Century membuat situasi politik memanas. Politisi Partai Demokrat menilai hal ini berbahaya untuk pemerintahan Presiden SBY. ”Ada upaya-upaya untuk menjegal pemerintahan Presiden SBY,” kata anggota Komisi I DPR Ramadhan Pohan saat bertemu masyarakat di Pacitan, Jawa Timur, Minggu (13/12/2009).

Buku ‘Membongkar Gurita Cikeas: Dibalik Skandal Bank Century’ kini telah hilang dari peredaran, meski pemerintah tidak membuat larangan. Sebagai penulis, George Aditjondro mengaku tidak khawatir dan akan tetap memasarkan bukunya lewat jalur lain.


Itu adalah sekedar cuplikan dari beberapa berita aktual yang sedang hangat beredar dewasa ini. Berita yang tengah menggambarkan bagaimana negara ini sedang sibuk sekali pada masalah yang tidak kunjung selesai, bahkan tidak atau belum terlihat tanda-tanda akan dapat selesai. Situasi dan kondisi yang seperti ini sangatlah tidak menguntungkan tidak hanya dalam proses pembangunan negara, namun lebih penting lagi adalah bagi pengembangan pembangunan karakter generasi muda penerus kehidupan bangsa.
Ada satu ilustrasi menarik yang ingin saya sampaikan disini, yaitu tentang bagaimana lingkungan mempunyai pengaruh kuat dalam membentuk kepribadian seseorang.

Mencius, seorang Filosof China terkenal yang hidup pada tahun 372 sampai dengan 289 sebelum masehi adalah seorang pemikir besar di zamannya. Menurut catatan sejarah, ayah dari Mencius meninggal dunia saat mencius masih kecil. Dengan demikan sang Mencius kecil ini dibesarkan oleh sang Ibu. Mencius, adalah juga merupakan seorang murid dari cucu nya “Confucius” (Kong Hu Chu), bernama Zisi.

Mencius

Dalam upaya yang sangat keras untuk dapat menjadikan Mencius seorang yang berguna bagi masyarakatnya, sang Ibu berusaha dengan segala usaha untuk itu. Salah satu yang menjadi legenda kemudian adalah, bagaimana cara ibunya dalam memperhatikan proses pertumbuhan seorang anak menuju dewasa. Ibunya menyadari sekali bahwa faktor “lingkungan” sekitar kehidupan sang anak sehari-hari akan sangat mempengaruhi tabiat si anak tersebut. Mempengaruhi disini adalah lebih kepada proses pertumbuhan karakter seorang anak dalam perjalanannya menuju kehidupan “dewasa”. Menuju kehidupan seorang manusia yang “matang”, yang “educated” dan berkepribadian. Menjadikan seseorang menjadi orang yang “terpelajar”, yang berbudaya.

Konon kabarnya, dalam upaya yang demikian itulah sang Ibu, sempat berpindah rumah sampai tiga kali, setelah ayah Mencius meninggal dunia. Di awalnya, untuk dapat berhubungan secara spiritual dengan almarhum sang ayah, maka ia memutuskan untuk berdomisili didekat kuburan. Namun dalam perkembangannya kemudian, ia melihat ada hal yang kurang baik bagi sang anak, yang dikhawatirkan akan selalu meniru tingkah laku dari orang-orang yang berada disekitar kuburan. Suasana yang sangat sepi dan juga sesekali datang orang-orang yang kerap menangis tersedu-sedu dan bahkan ada yang menagis seperti orang yang kesurupan saat mengantar keluarga atau sanak familinya dimakamkan. Benar-benar suasana lingkungan yang tidak mendidik.

Maka pindahlah ia membawa sang Anak untuk bertempat tinggal di dekat pasar, yang tentu saja bertujuan akan berada ditempat yang relatif ramai serta memudahkan dirinya untuk berbelanja pada tempat yang tidak begitu jauh. Namun ternyata, setelah beberapa saat ia juga menyadari, bahwa sang anak berhadapan dengan lingkungan yang juga terasa kurang dapat membantu anaknya untuk dapat tumbuh dengan baik. Suasana yang sangat ramai, hiruk pikuk para pedagang, interaksi dengan para pembeli serta keributan yang kerap terjadi dapatlah dipastikan sebagai hal yang berdampak buruk bagi anak kecil seumur Mencius yang berada dalam usia yang sedang tumbuh dewasa. Usia seseorang yang sangat mudah untuk meniru apa saja yang terlihat disekelilingnya.

Menyadari hal tersebut, maka pindahlah sang ibu membawa Mnecius kecil untuk kemudian bertempat tinggal di dekat sekolah. Nah, disekitar sekolah inilah, Mencius kemudian mendapatkan lingkungan yang benar-benar dapat memberikan teladan kepada dirinya dalam memperoleh bekal hidup. Dia tumbuh dibawah pengaruh orang-orang terpelajar, terinspirasi dari semua apa yang dilihat dan didengarnya. Mencius kemudian terbangun semangatnya untuk “belajar”. Belajar tidak hanya dalam arti belajar disekolah, namun lebih penting lagi adalah belajar menjalani kehidupan, berinteraksi antar sesama orang berilmu, yaitu antara lain juga belajar dengan mengembangkan “visi” kedepan, bagaimana memelihara ahlak dan nilai-nilai kehidupan yang luhur. Sejak itulah sang ibu mantap untuk bertempat tinggal di dekat sekolah. Dalam banyak literatur tertulis, cerita populer ini terkenal dengan istilah “The Three Moves by the Mother of Mencius”.

Waktu berjalan dan zaman pun berganti, masalahnya kini bukanlah lagi soal kuburan, pasar dan sekolahan, namun dimana para generasi muda anak bangsa itu dibesarkan dan akan menjadi apa dia sebagai akibat “habit” meniru sebagai sifat alamiah dari anak kecil yang sedang tumbuh. Apakah dia dibesarkan di Indonesia (kuburan, pasar atau sekolah?), di Negara A (kuburan), di Negara B (pasar) atau di Negara C (sekolah). Maka jadilah dia sebagai “end product” dari situasi sekeliling pada masa kecilnya itu.

Kesimpulan sederhananya adalah, "bahwa lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi seseorang dalam perkembangannya untuk tumbuh dewasa. Faktor yang akan mempengaruhi seseorang dalam proses pembentukan karakter dan atau kepribadiannya..."

Lalu bagaimana dengan hingar bingar dan amburadulnya situasi dan kondisi yang tengah kita hadapi bersama belakangan ini? Tentu saja hal itu tidak akan lepas dari akan terpengaruhnya kepribadian, karakter dan tingkah laku para generasi muda anak bangsa sebagai the future leader! Sang pemimpin bangsa yang dibesarkan ditengah-tengah pertunjukkan luar biasa dari sikap moral yang sangat memprihatinkan! Yang belum juga terlihat akan segera usai.

Mudah-mudahan, badai akan segera cepat berlalu!

Singapura 27 Desember 2009


Oleh: Chappy Hakim
Sumber: edukasi.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar