Minggu, 13 Desember 2009

Menjaga Sekolah Agar Tetap Unggul


TULISAN ini diilhami dari film Laskar Pelangi. Sekolah dengan fasilitas apa adanya mampu bersaing dan melahirkan peserta didik yang sangat luar biasa. Suatu kisah nyata dari sebuah sekolah yang mampu menjaga sekolahnya tetap unggul walaupun ketiadaan fasilitas dan keterbatasan dana.
Namun, siapa yang akan mengira kalau sekolah miskin itu telah berhasil mendidik anak didiknya menjadi anak didik yang berbeda dengan sekolah lainnya. Sekolah yang lebih mengedepankan akhlak mulia daripada nilai-nilai pelajaran yang harus dikuasai siswa. Sekolah itu telah mampu mengajarkan cinta kepada sesama. Kekuatan cinta adalah salah satu kunci keberhasilan dalam dunia pendidikan. ”Tidak pernah ada yang bisa mengalahkan kekuatan cinta yang murni dan tulus. Cinta yang mendalam menebarkan energi positif yang tidak hanya mengubah hidup seseorang, tetapi juga menerangi hidup orang banyak.” (Kompas dalam cover novel Andrea Hirata ”Laskar Pelangi”).

Kesederhanaan, kemiskinan, dan ketiadaan fasilitas justru mampu memompa semangat mereka untuk memenangkan karnaval dan lomba cerdas cermat. Tengoklah Lintang, yang genius dan dengan senang hati bersepeda 80 kilometer pulang pergi untuk memuaskan dahaganya akan ilmu. Atau Mahar, seorang seniman dadakan yang imajinatif, dan kreatif yang mampu mengangkat citra sekolahnya dalam karnaval 17 Agustus dengan tarian budaya nasional tanpa dana.

Inilah film yang sangat mengharukan tentang dunia pendidikan dengan tokoh-tokoh manusia sederhana, jujur, tulus, gigih, penuh dedikasi, ulet, sabar, tawakal, dan mengajar dengan cinta yang diperlihatkan kepada penonton secara indah dan cerdas. Inilah realita pendidikan Indonesia di tengah berbagai berita dan hiburan televisi tentang sekolah yang tak cukup memberi inspirasi dan spirit.

Film Laskar Pelangi telah mengajarkan bagaimana menjaga sekolah agar tetap unggul. Keunggulan itu terletak pada 6 kekuatan yang harus dibangun, yaitu:

1. Memiliki guru yang mempunyai kompetensi, dedikasi dan komitmen yang tinggi

Guru sebagai agen pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan menilai hasil proses pembelajaran. Pasal 4 UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menegaskan bahwa, guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu di antaranya adalah kompetensi.

Kompetensi diartikan oleh Cowell (1988) sebagai suatu kemahiran yang bersifat aktif. Kompetensi merupakan satu kesatuan utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinilai, yang terkait dengan profesi guru.

Selain kompetensi, harus ada komitmen dan dedikasi yang tinggi dalam menjaga sekolah agar tetap unggul. Komitmen dan dedikasi itu terlihat dari perilaku guru yang senantiasa meningkatkan kemampuannya untuk terus belajar sepanjang hayat. Konsisten dan tak pernah berhenti untuk belajar dalam rangka mengembangkan potensinya menjadi guru profesional.

2. Memiliki siswa yang berprestasi

Siswa berprestasi lahir dari proses belajar mengajar yang kreatif dan efektif. Sekolah harus dapat menciptakan siswa berprestasi yang dapat membawa nama baik sekolah di tingkat nasional maupun internasional. Karena itu adanya sebuah pembinaan jelas menjadi sebuah keharusan. Sekolah harus dapat menyeimbangkan otak kiri dan kanan siswa yang tercerminkan dari berjalannya kegiatan ekstrakurikuler dan intrakurikuler.

Dalam film Laskar Pelangi digambarkan secara sederhana bagaimana sekolah itu mampu mengembangkan kreativitas siswa dan mencapai prestasi yang gemilang. Si Mahar sang seniman alam itu mampu membuat sebuah kreativitas seni yang indah, di mana dia mampu untuk membuat sebuah kreasi seni budaya bangsa yang berupa tarian tradisional begitu hidup dan menarik. Lewat ide gila si Mahar, sekolah yang apa adanya dan tak memiliki dana mampu bersaing dengan sekolah-sekolah unggulan papan atas yang memiliki banyak dana.

3. Mengembangkan sumber belajar yang tidak hanya berpusat pada guru

Sekarang ini, sumber belajar bukan lagi berpusat pada guru, melainkan pada berbagai sumber. Peran guru adalah mengusahakan agar setiap siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai sumber belajar yang ada. Selain guru, masih banyak lagi sumber belajar yang lain.

Menurut Asosiasi Teknologi Komunikasi Pendidikan (AECT), sumber belajar adalah semua sumber (baik berupa data, orang atau benda) yang dapat digunakan untuk memberi kemudahan belajar bagi siswa. Sumber belajar itu meliputi pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan lingkungan/latar. Sumber belajar memiliki fungsi : (1) Meningkatkan produktivitas pembelajaran yang dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah. (2) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual sesuai dengan kemampuannya.(3) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara lebih sistematis.(4) Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan meningkatkan kemampuan sumber belajar, penyajian informasi, dan bahan secara lebih kongkrit. (5) Memungkinkan belajar secara seketika, dengan mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung. (6) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.

4. Memiliki budaya sekolah yang kokoh

Dalam makalah Konferensi Guru Indonesia (KGI) September 2007 yang diselenggarakan oleh Sampoerna Foundation Institut dan dihadiri oleh lebih dari 1000 orang guru dari seluruh Indonesia, penulis menuliskan bagaimana menciptakan budaya sekolah yang tetap eksis. Kuncinya perpaduan semua unsur di sekolah itu dari mulai peran guru, siswa, dan orang tua siswa menjadi three in one dalam merajut kebersamaan.
Budaya sekolah yang harus diciptakan agar tetap kokoh adalah mengembangkan budaya keagamaan (religius), budaya kerjasama (team work), budaya kepemimpinan (leadership) dan budaya kedisiplinan (dicipline).

5. Memiliki seorang tokoh panutan di sekolah dan mampu menjadi contoh teladan

Dalam film Laskar Pelangi, tokoh panutan itu diperankan dengan baik oleh pak Harfan. Dia selalu menekankan pada anak didiknya bahwa ”hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan menerima sebanyak-banyaknya”. Sudahkah tokoh panutan ini ada dalam sekolah kita? Seorang guru yang ikhlas mengabdi untuk kemajuan negeri. Kalau jawabannya belum, maka diri kita sendiri yang harus menjadi tokoh panutan itu. Sebuah sekolah unggul pasti di dalamnya ada tokoh yang menjadi panutan, pemimpin dan idola para siswanya.

6. Memiliki motivasi yang tinggi untuk mampu bersaing dalam dunia global

Pada intinya motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Motivasi ada dua, motivasi intrinsik dan ektrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. Karena itu guru harus dapat memotivasi para siswanya agar dapat bersaing di dunia global.

Akhirnya, untuk menjaga agar sekolah tetap unggul diperlukan kebersamaan yang erat dari berbagai komponen yang ada di di dalam komunitas sekolah. Semua harus saling melengkapi dan bekerjasama dalam membangun sekolah ke arah yang lebih baik. Diperlukan suatu sistem yang utuh dan sistemik agar sekolah tetap unggul.



Oleh: Wijaya Kusumah, Guru SMP labschool Jakarta
Sumber: umum.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar