Hari ini serentak diseluruh Indonesia akan dilakukan hajatan besar dari Kementerian Pendidikan Nasional (dulu P&K) yaitu test kemampuan anak-anak negeri ini dengan istilah UN, dan perlu dipertanyakan disini adalah apakah pengetahuan yang mereka miliki sudah sesuai dengan standard yang ditentukan oleh pemerintah?
Kini aturan dari Diknas adalah sebelum siswa tersebut dinyatakan lulus, sekolah harus mengirimkan hasil nilai sekolah ke Kemdiknas untuk digabungkan dengan hasil nilai Ujian Nasional, dengan menggunakan formula penggabungan 60 % Nilai Ujian Nasional dan 40 % Nilai Sekolah. Selanjutnya nilai tersebut dikembalikan lagi ke sekolah untuk direkapitulasi dengan mata pelajaran lain, seningga yang menentukan kelulusan tetap satuan pendidikan yang bersangkutan.
Fenomena Ujian Nasional kini banyak menghantui anak-anak sekolah, banyak hal-hal yang dilakukan mulai dari kegiatan yang mengandung positif hingga negatif sekalipun dilakukan oleh remaja tersebut, dengan maksud agar mereka dapat lulus dengan ujian nasional ini. Proyek ujian Nasional ini bergulir sejak tahun 2001 dan mulai dilaksanakan pada tahun 2003 dan kini sudah memasuki tahun kedelapan, adakah kemajuan besar dibidang pendidikan yang dicapai bangsa ini setelah bergulirnya 8 tahun proyek UN ini? wallahualam lulusan SMU di negeri ini hampir-hampir tidak berguna sama sekali, pengetahuan umum dan keterampilan hasil didikan bangku sekolah dan hasil ujian UN sama sekali tidak ada yang dapat diandalkan dari mereka, inilah sekilas hasil didikan umum di Negeri ini.
Dalam berbagai protes yang dilakukan oleh elemen masyarakat ditanah air, banyak orang tua maupun pakar pendidik untuk segera menghentikan kegiatan UN ini, bahkan Mahkamah Agung sudah memerintahkan Kementerian Pendidikan Nasional untuk menghentikannya, namun seperti yang disampaikan oleh Achmad Efendy dari Aliansi peduli pendidikan, Ujian Nasional banyak berdampak buruk pada anak didik, seperti yang terjadi di Bekasi jawa barat, ada yang stres lalu bunuh diri (setelah pengumuman kelulusan). Ngamuk-ngamuk dan membakar sekolah, katanya dalam sebuah jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (12/4).
Menurut Slamet, anak-anak didik di Indonesia beserta guru-gurunya hanya dijadikan kelinci percobaan dalam UN. “Apa manfaatnya? Selain itu, UN itu jadi gengsi sendiri pemerintah di daerah. Pelajar jadi objek dan kami di KOBAR menuntut keadilan, khususnya bagi pelajar,” imbuhnya, kini UN tahun 2011 bergulir lagi, dan berbagai persoalan baru akan muncul kembali dan sepertinya Pemerintah tetap memaksakan Ujian Nasional ini tetap menjadi proyek besar tahunan mereka.
Dalam pengamatan saya istilah Ujian Nasional ini mengcopy 100% pola Ujian yang dilakukan di AS, disini istilah yang saya ketahui adalah State test, artinya ujian persamaan yang dilakukan oleh Negara bagian, bukan oleh Federal (Negara kesatuan) bedanya anak-anak disini melakukan states test ini dua kali dalam satu tahun, sehingga bila ujian pertama nilai mereka belum mencapai tingkat yang ditentukan, maka mereka dianjurkan untuk mengikuti test susulan pada bulan berikutnya, sehingga menjelang akhir tahun pendidikan anak-anak tersebut sudah menyelesaikan state test yang dilakukan oleh negara bagian.
State test (Ujian Negara bagian) bukan hal mutlak bagi mereka, sekolah tetap berperan untuk menentukan kelulusan bagi siswa-siswi, dan itu terbukti setelah mereka tammat high school mereka dapat bekerja diberbagai bidang karena keterampilan dan sarana pendidikan disekolah merupakan prioritas bagi anak-anak didik.
Sebaliknya di Indonesia pemerintah ngotot untuk membuat persamaan nilai mulai dari Aceh hingga Irian jaya, padahal sarana pendidikan dan kualitas guru yang mengajar jauh dari apa yang dikatakan standard nasional, jadi jangan heran anak-anak didik ini sangat sulit untuk mengerjakan soal-soal UN ini, dan bagaimana hasil dari siswa-siswa yang lulus UN sejak 8 tahun lalu?
Sumber: Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar