Selasa, 12 April 2011

RSBI Pembodohan Sistemik

Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sampai saat ini terus mendapat kritikan. Mengapa? RSBI yang memiliki high level di banding sekolah lain ini kembali menjadi perhatian khusus karena banyak temuan yang mengindikasikan kualitas dan standart dari RSBI masih sangat jauh dari idealnya sekolah dengan citra internasional. Yang terbaru RSBI ternyata salah konsep.

Sangat beragam temuan -temuan kekurangan RSBI ini, diantaranya materi ajarnya, seperti yang diutarakan Kistono, anggota Badan Akreditasi Provinsi Jatim di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidik (LPMP) Provinsi Jawa Timur, bahwa materi yang diberikan di sekolah-sekolah berlabel RSBI hingga kini kurang memadai. Sebab, penyusunan dan penyampaian materi tidak sepenuhnya berbasis internasional.(Duta Masyarakat, 19/11). Juga dalam penggunaan buku ajar, tidak semuanya -jarang- menggunakan bahasa inggris, hal ini diperparah dengan kualitas guru yang masih gagap dengan bahasa inggris. Padahal ciri utama dari RSBI adalah bahasa internasionalnya yakni bahasa inggris tersebut.

Penerapan program RSBI ini jelas akan menimbulkan persoalan baru di dunia pendidikan Indonesia. Salah satunya mengorbankan nilai-nilai keindonesiaan yang berujung pada memudarnya rasa nasionalisme dikalangan siswa. Semisal dengan kewajiban berbahasa inggris, bahasa inggris dijadikan sebagai bahasa pengantar pada proses pembelajaran sedang di sisi lain belum tentu juga siswa paham betul bahasa negerinya sendiri (indonesia). Selain itu penyampaian materi dengan bahasa inggris akan menjadi masalah bagi kedua belah pihak baik guru maupun siswa, guru bingung menyampaiakan materi yang ia pahami dengan bahasa inggris, sedang murid kesulitan menangkap substansi materi karena harus memahami dua hal sekaligus yakni memahami bahasa inggris sekaligus dituntut memahami isi materinya. Patutkah mengorbankan bahasa sendiri demi obsesi RSBI?

Tidak seharusnya memajukan pendidikan nasional dengan mengorbankan nilai-nilai nasional yang kita junjung. Padahal sekolah bertaraf internasional (SBI) lebih menekankan pengembangan daya kreasi, inovasi, dan eksperimentasi untuk memacu ide-ide baru yang belum pernah ada. Memang dalam SBI proses belajar mengajar disampaikan dalam dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Tapi hal ini menjadi dilema tatkalah hanya menonjolkan salah satunya atau hanya menguasai salah satunya.

RSBI Lawan Atau Kawan?

RSBI yang dipahami oleh masyarakat umum selama ini adalah sekolah yang memiliki daya saing dikancah internasional. Pandangan inilah yang membuat para orang tua siswa keranjingan memasukkan anaknya ke sekolah RSBI atau SBI walau sampai mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Tapi apakah RSBI ini dapat menjamin atau akan membuat kualitas pendidikan anak menjadi lebih baik? Ini menjadi PR bersama, Kompleksitas persoalan inilah yang membuat Mendiknas, M. Nuh melakukan uji publik pada RSBI terlebih untuk mengkaji formulasi yang lebih baik dan layak mengenai keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). (Media Indonesia, 31/10).

Memang sudah seharusnya pemerintah mengkaji kembali prosedur dan konsep RSBI. Kaji ulang secara berkala akan membuat pelaksanaan RSBI lebih terarah dan mencapai hasil yang diinginkan. Dan yang terpenting kaji ulang ini dilakukan terlebih dulu sebelum dimplementasikan pada sekolah. Karena para orang tua murid jelas tidak ingin anaknya sekolah di sekolah dengan citra internasional sajatanpa diimbangi dengan kualitas yang bertaraf internasional.

Di Indonesia Pengembangan SBI didasari oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 Ayat 3. Dalam ketentuan ini, pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Tentunya taraf internasional secara totalitas bukan parsial. Inilah yang disayangkan sebab amanat undang-undang tersebut kalau dicermati sebernarnya justru mengarahkan masyarakat pada jurang kastanisasi, sebab yang terjadi dilapangan RSBI atau SBI bersifat eksklusif, tidak merakyat.

Niat baik program RSBI untuk memajukan kualitas pendidikan yang digalakkan memang perluh dukungan. Tapi dengan prosedur dan konsep yang ada dan telah jelas saat ini setelah berlangsung justru mendapat sorotan negatif dari publik, lantas masih perluhkan menjadikan RSBI sebagai alternatif peningkatan kualitas pendidikan internasional? Karenanya RSBI menurut Widiyantoro, Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta, RSBI akan lebih terjamin mutu dan lebih efektif jika dikelola oleh pemerintah pusat karena terjadi kesamaraatan dan kesetaraan pada masing-masing daerah. Dan juga perluh bagi tenaga pendidik di RSBI selain dibekali kemampuan berbahasa asing juga dibekali dan difasilitasi dengan keahlian-keahlian lain yang dapat meningkatkan kemampuan kependidikannya.

Antisipasi dengan RUBI (Rintisan Universitas Bertaraf Internasional)


Dalam pengembangan mutu pendidikan yang penting untuk di perhatikan adalah tidak terlepasnya unsur pokok dalam pembelajaran yakni sunber ilmu. Siapa? Guru. Guru yang dihasilkan dari proses panjang selama bergelut di dunia kampus. Kampuslah pencetak para sarjana-sarjan intelektual, yang sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Para pendidik yang ideal dijadikan seorang guru di sebuah lembaga pendidikan (sekolah) mematok strandart bahwa guru pengajarnya minimal harus punya gelar akademik sarjana. Padahal tidak menutup kemungkina bahwa yang bukan sarjana memiliki kualitas akademik yang tidak kalah dengan sarjana.

Sudah tidak dapat di elak bahwa memang masyarakat kita sudah terkena paham atau sindrom dhohirisme, hanya memandang semua dari apa yang tampak. Formalitas dalam dunia pendidikan dalam hal ini di buktikan dengan selembar ijazah sarjana. Ironis memang di jaman yang serba modern formalitas masih di junjung tinggi. Paranyanya implikasi yang ditimbulkan adalah terwujudnya kastanisasi pendidikan yang tidak fair.

Sama halnya semua ini dengan permasalahan yang terjadi pada RSBI. Suksesi program RSBI pun tidak lepas dari unsur penting ini. universitas yang dijadikan tonggak pendidikan tinggi yang menghasilkan para sarjana-sarjana intelektual menjadi hal yang tidak dapat ditawar lagi. Mereka adalah poros uatama yang nantinya terjun langung ke masyarakat. Sudah samakah realitas yang ada?

Seharusnya sebelum pemerintah mencanangkan program RSBI terlebih dulu memeprhatikan universitas yang ada. Sudah adakah universitas yang bertaraf internasional yang lulisannya nanti siap untuk diterjunkan ke sekolah-sekolah yang akan merintis untuk menuju taraf internasional?


Sumber: Kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar