Kamis, 14 April 2011

Komnas PA: UN itu teror psikis pada anak

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menilai Ujian Nasional (UN) yang diselenggarakan pemerintah, Senin pekan depan, sama dengan teror psikis terhadap anak didik, orangtua, dan guru.

Hal itu dikarenakan ketakutan berbagai pihak akan pemenuhan angka kelulusan yang diterapkan pemerintah pusat.

“Komnas (Perlindungan Anak) menilai tanggal 18 sampai 20 sebagai hari stres nasional. Anak stres tidak lulus, gurunya stres, orangtua stres, pengelola sekolah juga stres karena takut 40 persen anak didiknya tidak lulus dan berdampak kepada penutupan sekolah,” kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait.

Pernyataan itu disampaikan Arist dalam jumpa pers ‘Ujian Nasional Teror Psikis Negara Terhadap Anak’, di Kantor Komnas PA Jl TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Kamis (14/4/2011).

Arist menilai dengan pemberlakuan UN berarti negara melakukan kekerasan psikis terhadap anak. Dengan demikian, negara bisa dipidanakan karena melakukan teror psikis terhadap anak.

“Undang-undang No.23 Tahun 2002 mendefinisikan kekerasan adalah segala bentuk atau tindakan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, mental dan emosi, dengan sistem pelaksanaan pendidikan melalui UN berarti negara melakukan kekerasan terhadap anak,” jelas Arist.

Pemberlakuan UN, imbuh Arist, memungkinkan terjadi kecurangan, seperti kebocoran kunci jawaban yang beredar luas di kalangan murid-murid.

Selain itu, tekanan menjelang pelaksanaan UN terlihat dari pelaksanaan Shalat Istigasah yang dilakukan setiap sekolah.

“Ini ekses dari tekanan ujian nasional, faktanya segala cara dilakukan untuk melalui 120 menit penentu kelulusan. Faktanya istigasah meningkat dimana-mana,” tegas Arist.

Komnas PA juga menilai, penentuan kelulusan sekolah melalui UN adalah suatu bentuk tindakan diskriminatif. Pemerintah menyamaratakan angka kelulusan tanpa membedakan posisi geografis masing-masing sekolah.


“Sekolah-sekolah reguler yang ada di Jakarta tidak bisa disetarakan dengan sekolah yang ada di tempat terpencil dimana akses informasi dan infrastrukturnya terbatas,” terang Arist.

Arist berharap pemerintah mampu melaksanakan sistem pendidikan nasional yang menjamin anak ke sekolah senang dan gembira, tanpa harus ada ketakutan akan teror yang menyertainya.

“Fungsi sekolah harus dikembalikan ke habitanya bahwa sekolah itu menyenangkan dan bukan menakutkan,” tambah Arist.

Guna menampung laporan dari pelaksanaan UN, Komnas PA dan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) membuka hotline pengaduan di nomor 021 37791818.

“Hotline dibuka mulai hari ini untuk menampung keluhan anak murid, guru, dan orangtua akibat tekanan ujian nasional,” lanjut Arist.


Sumber: Solopos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar