Rabu, 14 Juli 2010

Berpikir Positif Versus Budi Pekerti

Dari sisi berpikir positifnya memang baik, namun berpikir positif yang dimengerti sekarang lebih banyak menjerumuskan orang ke arah kejatuhan mental yang lebih dalam. Siapa yang bisa menjawab kalau seseorang sudah berpikir positif sejak kecil namun sampai tua hidupnya susah? Pasti setiap orang menyalahkan orang itu.

Berpikir positif baik untuk yang perlu dan cocok. Namun ada bagian lain sifat manusia ditempa bukan dengan cara memaksakan kepositifan atas kejadian negative dalam hidupnya. Inilah kelemahan berpikir positif, membuat banyak orang berharap besar akan kejadian positif yang belum tentu terjadi. Maka perlu ada pelajaran Budi Pekerti untuk memahami jalan hidup seperti itu.

Budi Pekerti tidak mengajarkan berpikir positif, namun mengajarkan hikmah positif di balik setiap kejadian yang terjadi. Nah, bila yang dituju adalah menemukan hikmah positif, maka orang akan diajarkan semakin kuat menghadapi apapun. Jadi walau harapannya tidak terjadi, tetap saja jiwanya semakin kuat memastikan langkah. Maka di kalangan ajaran Jawa kuno, ada istilah ‘nrimo’, terlihat bahasanya sederhana, namun pendalamannya sungguh susah. Nrimo artinya menerima segala hal yang terjadi sebagai berkah dan karunia dari Tuhan Sang Pemilik Kehidupan.

Trend yang terjadi sekarang di kalangan pebisnis pengembangan diri, selalu mengedepankan berpikir positif sebagai acuan hidup. Saya yakin, mungkin kalau dikumpulkan korban-korban dari ajaran berpikir positif ini, dibicarakan kembali kelemahan dan kekurangannya, akan memunculkan paradigma baru yaitu pemaksaan diri dan penolakan jiwa, serta ketidakterimaan seseorang menjalani kehidupan sekarang. Dalam psikologi, penyakit ini dianggap sebagai pengalihan kenyataan.

Berpikir positif tidak salah sebagai motivasi dan semangat, tapi kalau tidak dibarengi pengertian Budi Pekerti bahwa jalan hidup seseorang tidak bisa selamanya indah, maka akan terjadi pemaksaan diri yang berujung pada ketidakterimaan hidup ini. Bila di antara kita ada yang menjadi guru atau pembimbing anak-anak yang sedang belajar, saya sarankan jangan memakai kata berpikir positif, tapi pakailah bahasa semangat atau motivasi, lalu diberikan pula pengertian Budi Pekerti tentang jalan kehidupan yang tidak sama terhadap semua orang. Karena kekuatan seseorang untuk menjalani hidup ada pada persepsinya tentang penjelasan, bukan pada cekokan atau dogma yang ditelan bulat-bulat tanpa pengertian yang didalaminya sendiri.


Sumber: edukasi.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar