Surianda Lubis, penasehat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Medan mengungkapkan, istilah favorit, unggulan dan non unggulan pada sekolah negeri harus dihapuskan, karena sudah seharusnya setiap sekolah apalagi yang berstatus negeri memiliki standar dan fasilitas sama.
Istilah sekolah favorit, menunjukkan pemerintah membeda-bedakan fasilitas atau sistem pendidikan dan pembelajaran antara sekolah satu dan lainnya, padahal statusnya sama-sama negeri.
Sekolah negeri seharusnya memiliki standar sama, baik sistem pembelajaran maupun fasilitas untuk menghilangkan istilah favorit atau non favorit sehingga tidak menimbulkan kesenjangan.
Istilah sekolah favorit atau unggulan ini, juga berimplikasi luas terhadap sikap masyarakat. Mereka yang ingin agar anaknya masuk sekolah unggulan dengan berbagai cara berupaya agar bisa diterima. Dugaan praktik jual beli kursi dan keterlibatan pejabat atau tokoh penting melalui surat rekomendasi dalam penerimaan siswa baru (PSB) sudah menjadi rahasia umum.
Kalau istilah sekolah favorit dihilangkan dan Dinas Pendidikan menetapkan standar sama untuk semua sekolah negeri, saya yakin praktek yang mencederai nilai-nilai pendidikan tersebut bisa dicegah, ungkap Suriandi Lubis
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Ahmad Sofyan, mempertanyakan political will pemerintah kabupaten/kota terhadap sektor pendidikan. Sejauh ini belum melihat niat baik pemerintah kabupaten/kota dalam menuntaskan persoalan pendidikan terutama dalam menghapuskan kesenjangan pendidikan.
Ada perbedaan mencolok antara anak miskin dan kaya dalam mendapatkan akses pendidikan yang jika dibiarkan akan melanggengkan kemiskinan.
"Bagaimana anak-anak yang kualitas pendidikannya rendah mau bersaing dengan mereka yang berpendidikan baik, ini kan sama artinya dengan melanggengkan kemiskinan," katanya. (KF/v/antara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar