Senin, 23 Agustus 2010

Ngabuburit Sambil Berwirausaha

Jujur dikatakan bahwa ibadah puasa di tahun ini lebih terasa panas. Tetapi hal ini bukan menjadi penghalang kekhusyukan masyarakat untuk menjalani ibadah puasa. Justru kesalehan individual dan kesalehan sosial lebih terasa nampak di dalam komunitas masyarakat. Secara inhern dan tanpa dikomando, geliat kolektivitas umat muncul dengan berbagai bentuknya berbarengan dengan datangnya bulan Ramadan. 

Masjid-masjid menjadi lebih bersih, lebih semarak, dan jemaahnya lebih banyak. Jam 03.00 WIB masyarakat rela bangun untuk makan sahur secara bersamaan, dan ketika magrib datang, mereka secara bersamaan juga menyegerakan untuk berbuka. Salah satu aktivitas yang patut dicermati dan tiba-tiba menjamur di bulan puasa ini adalah banyaknya penjual di tepi jalan yang hadir di sore hari dengan menu jualan yang berupa makanan atau minuman untuk keperluan berbuka. Mereka mendadak terbangun jiwa entrepreneur atau kewirausahaan-nya untuk mengadang orang-orang yang ngabuburit di bulan puasa ini.

Ngabuburit

Istilah ngabuburit menjadi akrab di telinga bersamaan dengan hadirnya bulan puasa. Istilah ini jika ditelusuri merupakan istilah dalam bahasa Sunda yang artinya adalah aktivitas sore hari menunggu waktu magrib tiba. Ngabuburit ini bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa pandang bulu, baik itu laki-laki atau wanita, tua atau muda, kaya atau miskin dan seterusnya. Aktivitas menunggu waktu berbuka atau waktu dikumandangkan azan magrib sangatlah bermacam-macam sesuai selera dan pilihan orang yang berpuasa.

Ada ngabuburit yang dihabiskan di dalam rumah seperti dengan melihat TV, dengar radio, main game, main HP, baca buku, bercengkerama, tadarus Alquran dan lain-lain. Ada juga ngabuburit yang dihabiskan di luar rumah seperti jalan-jalan sore, mengikuti pengajian, belanja ke mal, dan lain-lain. Bahkan jualan untuk keperluan berbuka juga termasuk aktivitas ngabuburit yang berada di luar rumah.

Gairah Wirausaha

Disadari ataupun tidak, bulan puasa telah membangkitkan gairah entrepreneur dalam diri masyarakat. Mereka seakan-akan disulap untuk berprofesi sebagai penjual di sore hari, mengakomodasi aktivitas ngabuburit dari orang-orang yang berpuasa. Mereka kebanyakan menjual menu-menu yang siap disantap untuk berbuka, seperti kolak, manisan, es degan, es buah, dawet, gado-gado, sosis, roti, kurma dan lain-lain. Berbagai menu sajian ini ada, tentunya melalui proses produksi dan juga didahului pertimbangan studi kelayakan pasar. Mereka dipaksa harus masak dulu dan harus ikhlas setia mengadang para pembeli yang ngabuburit di jalan untuk membeli jualannya. Potret seperti inilah menjadi bukti adanya jiwa entrepreneur yang tergugah di bulan suci Ramadan ini.

Menurut dai kondang Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym, entrepreneur adalah kemampuan kita untuk mengkreasi atau menciptakan manfaat dari apa pun yang ada dalam diri kita dan lingkungan kita. Sedangkan Raymond Kao dalam buku berjudul Defining Entrepreneurship menyatakan bahwa jiwa seorang entrepreneur adalah selalu mempunyai inovasi, keberanian terhadap risiko, penciptaan nilai tambah, dan berusaha bermuara untuk kemakmuran masyarakat luas. Pernyataan ini jika diimplementasikan dengan realita banyaknya penjual dadakan di bulan Ramadan sangatlah sinkron.

Mereka meski menjadi penjual kecil-kecilan di tepi jalan dan dengan omzet yang tidak terlalu besar, tetapi semangat entrepreneur mereka patut diacungi jempol. Mereka mempunyai kemampuan yakni IQ dan skill dalam membaca peluang sekaligus mampu berinovasi dengan berbagai macam menu makanan dan minuman.

Mereka mempunyai keberanian dalam menghadapi rasa malu berjualan di tepi jalan dan juga berani menghadapi risiko terhadap barang jualannya. Jika ada yang tidak laku dari barang jualannya, sebagian besar dari mereka memilih untuk disantap sendiri dengan keluarga atau dengan teman sejawatnya, sehingga tidak ada kemubaziran dalam barang-barang jualannya.

Risiko apa pun telah disadarinya, yang penting bagi mereka adalah punya keteguhan hati dan keyakinan diri untuk tidak pantang menyerah dalam menjalani profesi sebagai penjual musiman. Apa yang dilakukannya adalah aktivitas yang halal, baik dan memberikan manfaat bagi sesamanya yakni orang-orang yang lagi berpuasa yang lapar dan dahaga. Sehingga hal ini justru cenderung mendapatkan pahala dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan tentunya pula hal ini merupakan salah satu kenikmatan dalam menyikapi datangnya bulan suci Ramadan bagi umat manusia.

Apabila dicermati lebih mendalam, mereka yang dalam bulan puasa berprofesi sebagai penjual di tepi jalan bisa dibilang sebagai entrepreneur yang bermurah hati. Dengan omzet yang tidak besar, dengan penampilan yang sederhana dan rapi serta tanpa berdasi, justru membuktikan bahwa mereka bukan entrepreneur yang buas dan serakah yang selalu mendewakan uang. Mereka bukan sosok entrepreneur borjuis yang biasa saling bersaing dengan tidak sehat, saling menzalimi sesama dan hanya mengejar uang.

Realita ngabuburit dan menjamurnya para penjual di tepi jalan bisa ditemukan di seluruh pelosok daerah. Kenyataan ini membuktikan adanya mukjizat dan hikmah universal dari eksistensi bulan suci Ramadan bagi seluruh alam dan seluruh umat manusia. Dengan datangnya bulan suci Ramadan selain menggugah jiwa dan semangat entrepreneur bagi masyarakat bawah, juga dapat dijadikan wahana untuk memperbaiki diri menuju derajat ketakwaan yang mengedepankan kesalehan individual dan kesalehan sosial.


Oleh: Fauzi Muharom, Penulis adalah Dosen STAIN Surakarta
Sumber: Harian Joglosemar Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar