Selasa, 10 Agustus 2010

Dominasi Media terhadap Anak

Peringatan Hari Anak Nasional memang telah lewat 23 Juli lalu. Demikian pula peringatan Hari Tanpa Televisi telah lewat dua hari setelahnya. Namun pembicaraan yang menyangkut anak dan terpaan media, seakan tiada habisnya.

Masa anak-anak (6-14 tahun) adalah masa di mana terjadi perkembangan secara cepat. Mulai dari pertumbuhan badan dan yang paling penting adalah perkembangan otak. Di masa inilah para orangtua memberikan nutrisi terbaik bagi buah hatinya. Anak-anak menjadi selalu ingin tahu segala sesuatunya, jadi peran orangtua sangat dibutuhkan. Para orangtua hendaklah mengawasi dan menjaga buah hatinya saat belajar mengenal suatu hal.

Pada era globalisasi sekarang ini, dampak yang diakibatkan tidak hanya pada masyarakat luas, tetapi sudah menjangkau anak-anak. Sebagai salah satu contoh era globalisasi adalah terjadi peningkatan teknologi informasi secara pesat. Teknologi informasi bisa bermacam-macam mulai dari radio, televisi, handphone, dan internet. Perkembangan teknologi tidak selalu menguntungkan dan tidak pula selalu merugikan.

Dampak yang ditimbulkan menjadi tidak masalah apabila pengguna teknologi mampu menyaring hal buruk dan hal baik bagi dirinya. Bisa dibayangkan apabila para orangtua membiarkan putra-putrinya yang masih usia anak-anak mengonsumsi informasi-informasi yang ditayangkan lewat teknologi informasi sekarang ini.
Secara psikologis, anak lebih cepat meniru dengan apa yang telah diterimanya. Padahal informasi yang diterima belum tentu baik untuk anak, bisa juga merusak anak. Oleh karena itu, diharuskan bagi orangtua untuk mendampingi, membimbing, dan menanamkan akhlak mulia kepada anak-anaknya.

Sebagai orangtua hendaknya mendidik dan memberi pengajaran pada anak sesuai dengan usianya.
Jangan Lengah

Selain memberi manfaat pada anak, media juga memberikan bahaya laten. Jika dibiarkan begitu saja tanpa pengawasan, anak bisa berpikir lebih dewasa dari usianya. Yang dimaksud adalah anak berpikir melebihi pikiran yang wajar bagi anak. Anak mulai mengenal apa itu perasaan cinta terhadap lawan jenis, memakai pakaian seperti orang dewasa, keinginan untuk bersolek, menirukan perilaku orang dewasa dan lebih parahnya lagi mengenal seks bebas.

Beberapa contoh kasus terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, pemerkosaan anak-anak, banyaknya kasus MBA (hamil di luar nikah) tetapi masih usia anak-anak, mengonsumsi minuman keras dan Narkoba, serta tawuran. Sebagian besar hal ini disebabkan oleh media massa, seperti tayangan televisi, cerita di surat kabar yang berbau perilaku seksual, dan informasi buruk di internet.

Sebagai orangtua, jangan lengah untuk terus memantau perilaku putra-putrinya. Pada kenyataannya para orangtua tidak terlalu menghiraukan apa yang ditonton oleh anaknya. Selain disebabkan oleh tayangan televisi, anak-anak mulai mengonsumsi lagu-lagu dewasa atau remaja. Buktinya anak-anak lebih sering menyanyikan lagu cinta daripada lagu anak-anak. Beberapa orangtua merasa bangga apabila anaknya bisa menyanyikan lagu remaja. Secara psikologi keseringan mendengarkan lagu cinta juga akan mempengaruhi perilaku anak mencontoh perilaku orang dewasa.

Sekarang ini media sangat terbatas memberikan tayangan khusus anak-anak, seperti tayangan yang berisi pembelajaran. Minimnya menayangkan lagu anak-anak, meskipun menyajikan film untuk anak berupa film kartun itu pun sering berisi adegan kekerasan. Selain film, anak-anak sangat menyukai permainan audio visual, seperti Playstation, Nintendo, Gameboy, dan game online. Sering sekali anak-anak lebih memilih memainkan game yang menantang, misal peperangan dan kekerasan (perkelahian). Anak akan cepat meniru adegan yang ditunjukkan pada permainan. Berikan batasan waktu pada anak saat bermain game, agar tidak terpengaruh lebih jauh dampak negatif yang ditimbulkan oleh permainan (kekerasan).

Ciri anak-anak menjadi dewasa sebelum waktunya di antaranya, anak-anak menirukan perkataan orang dewasa, menyamakan cara penampilannya layaknya remaja, mulai berpacaran atau menyukai lawan jenis, anak mulai memberontak jika disebut sebagai anak kecil, dan mendapatkan menstruasi pada masa anak-anak. Hal ini bisa diatasi apabila orangtua lebih berkonsentrasi mendidik anak secara mental dan spiritual, membimbing, mengawasi perilaku anak, dan mengajarkan anak agar bisa membedakan hal yang baik dan yang buruk sesuai kaidah norma dan agama. Apabila anak terlanjur menjadi dewasa sebelum waktunya, berikan dia perhatian dan kasih sayang serta pengarahan agar perilakunya tidak menyimpang.

Orangtua wajib membatasi pergaulan anaknya saat anak masih dalam pengawasan. Pihak orangtua haruslah memberi pengertian pada anaknya akan bahaya dunia luar seperti lingkungan pertemanan dan efek dan efek teknologi informasi di era globalisasi sekarang ini. Mudahnya akses teknologi modern menjadikan anak konsumtif terhadap informasi, maka orangtua harus mendampingi anaknya. Orangtua jangan terlalu mempercayakan teknologi informasi pada anaknya. Alangkah baiknya masa anak-anak tidak diperkenalkan pada handphone yang memiliki fasilitas internet, kamera dan video. Hal ini disebabkan karena fasilitas tersebut dapat disalahgunakan anak zaman sekarang, misal internet untuk membuka atau men-download situs porno dan kamera atau video digunakan untuk mengambil gambar seronok. Maka dari itu orangtua harus jeli dalam membelikan handphone bagi anak-anaknya, supaya anak-anak tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang buruk.

Dewasa ini, anak-anak yang sudah akrab dengan media internet, mulai mengenal situs jejaring sosial yang kini semakin merebak. Penggunaan akun pertemanan oleh anak-anak seperti Facebook, Friendster, Twitter, dll hanya sekadar ingin tahu dan menambah teman banyak, serta untuk gengsi-gengsian agar tidak dianggap gaptek (gagap teknologi) oleh teman-temannya.

Orangtua harus bisa memberikan pengertian pada anaknya, jangan sampai membuat anaknya merasa tertekan dengan banyaknya larangan-larangan karena anak-anak memiliki sifat yang belum stabil. Berikan kelonggaran pada anak untuk memilih namun tetap selalu di bawah pengawasan. Dan haruslah orangtua mendampingi anak-anaknya saat melakukan aktivitas seperti saat menonton televisi ataupun saat belajar menggunakan komputer internet. Berilah dukungan saat belajar maupun saat menonton televisi, serta mengarahkan sesuai kegunaan dan umur. Sebab orangtua adalah panutan hidup, sosok pahlawan bagi anak-anaknya dan menjadi seorang yang berpengaruh dalam perkembangan/pertumbuhan sifat, sikap hidup anak-anaknya. (***)


Sumber: Harian Joglosemar Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar