Ia seorang laki-laki. Badannya kecil dan pendek, mungkin hanya 125 cm. Namun ia sudah SMU kelas dua. Setiap hari ia berangkat dari rumah dengan memanggul sebuah tas ransel besar di belakangnya. Pertama kali melihatnya saya tidak tahu apa isi tas tersebut. Pasti buku. Tapi buku apa? kenapa begitu banyak? kan bisa saja ia membawa buku yang akan digunakan di sekolah pada hari itu. Kenapa harus membawa buku sebanyak itu? Saya belum tahu jawabannya sampai satu kesempatan saya bisa berbincang-bincang dengannya.
Saat yang berharga itu adalah ketika ia datang untuk silaturahim ke rumah pada satu hari kami membuat sebuah acara syukuran. Sambil duduk mencicipi makanan saya menanyai masalah sekolahnya, dan tentang isi tasnya. Katanya, ia sekrang sudah duduk di kelas dua dan mulai sibuk dengan pelajaran-pelajarannya. Ia menyukai pelajaran eksat dan Bahasa Inggris. Apalagi ke depan ia sangat ingin kuliah di luar negeri. Oleh sebab itu, katanya, ia harus serisu belajar dari sekarang. Selain belajar di sekolah sejak jam 07.45 sampai 14.00, ia juga mengikuti les yang dibuat di sekolah mulai jam 15.00 sampai 16.30. Pada jam 17.00 ia mengambil les lagi di lembaga Bimbingan Belajar yang tidak jauh dari sekolahnya. Maknya tasnya diisi dengan semu buku yang akan dipelajari sepanjang hari itu, buku sekolah, les di sekolah dan les di Bimbel.
Saya tanya, kenapa harus ambil Bimbel lagi kalau di sekolah sudah ada les, dan pelajaran yang sama juga diajarkan di sekolah? Jawabannya mengejutkan saya: “Sekolah mana bisa dipercaya bang?” Saya heran dan menanyakan apa maksudnya. Soalnya kalau itu didengar sama kepala sekolah atau ibu gurunya, atau menteri pendidikan pasti ia akan dikeluarkan dari sekolah kerena menghina lembaga suci pendidikan. hahaha. Ia menjelaskan bahwa di sekolah gurunya tidak enak (?) dan pengajarannya tidak mendalam. “Satu jam setengah belajar di Bimbel sama dengan empat kali masuk di sekolah. Padahal di sekolah sekali masuk sama juga lamanya dengan di Bimbel.” Kok bisa begitu? bukankah di sekolah yang mengajar guru yang sudah sarjana, sudah banyak pengalaman, sudah sering baca buku, dibekali dengan training acam-macam sampai sertifikasi segala. Sementara di Bimbel diajarkan oleh teman-teman mahasiswa yang masih kuliah atau baru tamat kuliah. Lagian bimbel hanya menjawab memecahkan soal-soal uan dan soal masuk perguruan tinggi saja. kenapa Bimbel lebih baik?
Tapi demikianlah jawabnya. Ia seorang anak laki-laki bertubuh kecil yang percaya bahwa kesuksesan masa depannya tidak bisa dipercayai pada sekolah semata. Sekolah tidak mampu memenuhi kebutuhan tantangan di masa depan, sekolah tidak sadar dengan perkembangan dunia yang sangat cepat. Sekolah menutup diri pada kebutuhan yang lebih besar untuk ilmu pengetahuan. Mereka merasa cukup dengan apa yang ada sekarang ini. Orang tua tahu itu, dan itulah sebabnya mereka mengirimkan anaknyake lembaga bimbingan belajar. Namun mereka juga harus menempatkan anaknya di sekolah karena mereka butuh ijazah. Tapi mereka sadar kalau sekolah saja tidak bisa menjadikan anak mereka lebih baik di masa depan.
Mungkin orang yang terlibat dalam sekolah sebagai tempat belajar juga harus terus belajar.
Sumber: edukasi.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar