Kuasailah materi pembelajaran. Jangan sampai anak didik menjadi bingung akan ulah kita di kelas. Coba bayangkan apabila kita salah me moles, maka dampaknya akan sangat berbahaya. Berbahaya untuk penanaman konsep awal untuk siswa. Peserta didik menjadi pusing, dan akhirnya menyebabkan kebingungan yang tidak terperikan.
“pak saya bingung, pak saya tidak mengerti…” Itulah salah satu celoteh anak yang memang menunjukan kepolosannya. Kepolosan tentang materi yang memang dia kurang mengerti. Ini sepenuhnya salah guru. Bukan salah siswa untuk tidak mengerti akan sebuah materi baru, kita harus kembali introspeksi diri, apakah memang kita sudah memahami betul apa yang sedang kita ajarkan. Apalagi ini menyangkut pemahaman awal untuk perkembangan otak anak. Sangat tidak elegan apabila kita menimpakan kesalahan kasus :ketidak mengertian ini” kepada anak, sungguh.. ini adalah salah guru yang memang, hanya sebatas menggugurkan kewajibannya untuk menyampaikan dan mencekoki anak dengan gulungan materi yang terus general menuju ke arah kerumitan dan ke abstrakkan yang sulit ditangkap oleh siswa.
Siswa itu jangan dinilai sama, kita tidak bisa menyama ratakan siswa dengan apa yang kita anggap dan persepsikan bahwa dia sudah mengerti akan sebuah plajaran. Tidak adil apabila kita hanya berpatokan kepada satu atau 3 orang yang sudah memahami pelajaran kemudian menyamakan untuk semua anak, bahwa mereka semua sudah mampu mencerna isi materi dengan baik. Otak anak itu ditakdirkan berbeda beda. Ada yang pandai, superb, dan ada juga yang kurang begitu menangkap isi materi. Sejak anak dalam kandungan otak anak sudah mulai terbentuk akan tingkat kecerdasannya, berbeda beda. Lantas dengan kondisi siswa yang memiliki kecerdasan yang berbeda beda ini, apakah kita sebagai calon pendidik harus menyamaratakan daya tangkap dan pemahaman anak..? Tentu tidak bukan..??
Saya adalah guru, saya merasakan itu. Ketika ada satu anak yang sangat aktif dan cepat menangkap pelajaran baru, maka saya senang. Anak menjadi lekas mengerti dan saya pun tidak begitu kesulitan untuk mengajarkan materi selanjutnya. Namun ketika ada anak yang bengong menunjukan ketidak mengertiannya, dan mungkin rasa kebingungan yang memuncak, maka saya harus muter mencari cara untuk memahamkan anak tersebut untuk dapat sejajar dengan anak yang cepat paham. Saya harus sabar, dan terus telaten untuk terus membimbing, mendidik, dan penuh tanggung jawab akan perkembangan anak tersebut. Dan tentunya saya juga tidak menginginkan hanya karena ada satu dua orang anak yang kurang mengerti maka saya harus meninggalkan pembelajaran akselarasi untuk anak yang menunjukan kecerdasannya.
Peserta didik yang beraneka ragam. Memiliki kemampuan belajar yang berbeda beda. Menunjukan keunikan masing masing. Seorang manusia yang bisa kita cetak dan ukir untuk menjadi sepetri apa. Apakah menjadi manusia yang berguna, berwawasan, berpndidikan atau menjadi manusia yang “bodoh”. Siswa telah membuat hidup ini menjadi sedikit berarti. Seakan saya sangat diharapkan kedatangannya. Saya menjadi seorang bapak, saya menjadi seorang yang sangat dewasa, dan saya menjadi teringat akan rasa kebapaan yang di kecup tangannya dan menunjukkan kecintaannya kepada sang guru baru ini.
Ya, guru baru. Belum seutuhnya menjadi guru, dan belum mampu memberikan terbaik. Guru baru ini masih banyak belajar, harus banyak di evaluasi dan di krtik oleh orang orang yang sudah berpengalaman dalam dunia pendidikan. Guru baru ini belum mampu membuat sebuah pembelajaran yang dapat membuat siswa ketawa, membuat siswa menjadi teriak berucap “oooohhh” pertanda mereka mengerti, dan belum mampu membuat siswa menjadi ada ilmu baru yang mereka dapatkan ketika diajar oleh sang guru baru ini. Guru baru ini akan terus meningkatkan kemampuan dan skill untuk menjadi yang terbaik.
Menjadi terbaik dari guru guru senior. Menjadi ahli pendidik. Profesional, dan sangat menjunjung nilai nilai pendidikan. Karena pendidikan adalah budaya yang terhormat. Yang harus berisi nilai nilai moral dan budi pekerti yang luhur. Yang berisi nilai pengetahuan yang bermanfaat bagi siswa dan tentunya akan membuat diri siswa menjadi seseorang yang dapat mewujudkan cita citanya, impiannya.
Cita cita anak/ peserta didik harus mampu kita sirami. Agar tidak layu, dan siswa menjadi yakin bahwa suatu kelak nanti cita citanya akan terwujud dan menjadi kebanggan bagi dirinya dan orang orang terdekatnya. Impian anak yang harus kita bantu untuk meraihnya. Jangan padamkan cita cita anak. Karena itu adalah tugas dan tanggung jawab dari seorang pendidik. Itu tugas kita, that’s is our duty..!
Sumber: edukasi.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar