Senin, 08 Februari 2010

Guru Tidak Bisa Mengajar

Di jaman informasi dan teknologi ini, untuk menjadi pintar dan expert akan satu hal, guru hanyalah menjadi salah satu ‘medium’ bagi murid-murid untuk mencapai tujuan murid. Pertanyaan yang seharusnya mulai ada di dalam benak para guru adalah, “Apakah murid-murid perlu dirinya (guru)?” "Kepintaran atau pencapaian prestasi akademik yang diperoleh itu sebenarnya untuk kepentingan murid atau guru itu sendiri?"

Kita mengetahui bahwa ada 10 macam kecerdasan (multiple intelligences) yang dimiliki manusia. Setiap manusia memiliki kecerdasannya sendiri-sendiri. Ada manusia yang memiliki 3, 4 bahkan lebih dari 5 macam kecerdasan sekaligus. Namun ada pula yang hanya memiliki 1 atau 2 macam kecerdasan saja. Tapi yang pasti setiap manusia (bahkan yang autis /ADHD sekalipun) memiliki 1 macam kecerdasan yang lebih dari manusia lainnya.

Sekedar me-review sedikit, 10 macam kecerdasan (delapan macam yg dikenal banyak orang)tersebut adalah:
1. Kecerdasan Logik -matematik; misalnya Einstein
2. Kecerdasan Linguistik (bahasa); misalnya Shakespear
3. Kecerdasan Spasial (visual); biasanya designer, pelukis, arsitek, dll.
4. Kecerdasan natural; misalnya Darwin, Wallace
5. Kecerdasan Musikal
6. Kecerdasan Kinestetik; atlit
7. Kecerdasan interpersonal; misalnya PR, publik speaker, sales, dan politisi
8. kecerdasan intrapersonal / self smart; misalnya psikolog, pengacara, penulis, dsb.
Dua macam kecerdasan tambahan saya adalah:
1. Kecerdasan emosi; seorang pemimpin yang baik harus sangat pandai mengontrol emosinya
2. Kecerdasan spiritual; pernah liat orang yang rajiiiin bgt ngaji dan sembahyang? yah.. itulah dia.

Sementara itu ada 3 tipe cara belajar dalam diri setiap manusia, yaitu:
1. Auditory
2. Visual
3. Kinestetik.

Manusia bertipe auditory menyenangi proses belajar dengan cara “tell me.” Sementara manusia yang bertipe visual amat senang jika belajar dengan “show me". Berbeda dengan manusia bertipe kinestetik yang menyukai proses belajar dengan cara “let me try.”

Bayangkan apa yang harus dilakukan oleh seorang guru di depan PULUHAN muridnya yang memiliki 10 macam kecerdasan yang berbeda-beda dan cara belajar yang berbeda pula setiap muridnya. Ini yang dapat membuat seorang guru menjadi gagal dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Dalam kata lain GURU tersebut dapat dikatakan TIDAK BISA MENGAJAR. “Just because you are teaching doesn’t mean everyone’s learning.” (Chuck Sandy)

Analoginya begini: Seorang “Italiano” yang beberapa tahun pernah bekerja di sebuah coffe shop dan mempunyai kakek dan ayah yang seorang chef / koki, dan sewaktu kecil sering membuatkan kopi untuk seluruh anggota keluarga besarnya, sewaktu ke Indonesia bertanya kepada PULUHAN tamunya.

“Menurut Anda semua, apakah saya dapat membuat kopi yang enak?” (tentu dengan mempertimbangkan latar belakang si Italiano tsb.) Kemudian si Italiano tsb bertanya lagi, “Siapa yang menyukai Capucino?” lalu beberapa orang mengangkat tangannya. Dia bertanya lagi, “Siapa yang menyukai black coffe?" beberapa orang lainnya mengangkat tangan. lalu “Siapa yang menyukai coffe dengan susu dan gula? lalu siapa yang suka coffe tanpa gula? Siapa yang menyukai kopi tanpa susu dan gula?" Dari pertanyaan2 tersebut beberapa orang nampak bergantian tunjuk tangan (naik-turun). Dan tidak ada satu jenis coffe pun yang membuat semua tamunya serempak menunjuk tangan. Akhirnya si Italiano itu berkata: “Kalau begitu tidak mungkin saya bisa membuat KOPI YANG ENAK untuk anda sekalian.”

Nah, penggambaran ini dapat disamakan dengan seorang guru yang memiliki kecerdasannya sendiri dan harus mengajar puluhan murid yang memiliki kecerdasan yang berbeda2 dengan cara mengajar yang berbeda pula untuk tiap (kelompok) anak. Jadi tidaklah mungkin guru yang sangat berpengalaman sekalipun dapat “MENGAJAR dengan BAIK” untuk semua orang. Inilah yang saya sebut guru hanya sebagai salah satu medium bagi murid untuk belajar.

Belajar tidak harus dari guru/dosen. Banyak murid yang bisa pintar bahkan melebihi kepintaran guru/dosennya, dengan belajar melalui pengalaman. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Lalu kalau kita bisa ber’guru’ pada pengalaman, untuk apa profesi guru itu?

Pengalaman adalah guru yang terbaik, namun guru yang berpengalaman adalah guru yang lebih baik lagi. Begitu kata seorang sahabat suatu waktu. Ya guru berpengalaman, bahkan harus lebih dari sekedar berpengalaman guru itu harus EXPERT. Expert teacher akan sangat berarti bagi murid untuk belajar mencapai tujuan si murid, bukan tujuan sang guru. Di sini peran guru/dosen adalah sebagai fasilitator dalam transfer ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Bahkan tidak hanya fasilitator bagi murid, namun juga fasilitator bagi ORTU dalam bidang pendidikan anak. Karena sesungguhnya peran terbesar dalam pendidikan itu justeru ada di dalam KELUARGA, bukan di sekolah / tempat kursus.

Kesimpulannya adalah profesi guru HARUS-lah menjadi EXPERT, kalu tidak mau disebut TIDAK BISA MENGAJAR. Semoga guru-guru Indonesia bisa menjadi inspirasi INSPIRE dan tidak akan pernah EXPIRE pemikiran dan namanya sewaktu masih bernafas dan setelah tidak bernafas lagi.


Oleh: Erri Subakti
Sumber: www.treecon.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar