Selasa, 23 Februari 2010

Mendidik dengan Cerita

Denias, Senandung di Atas Awan. Judul yang indah, seelok filmnya. Anda sudah menonton film yang mewakili Indonesia di ajang Academy Award 2007 ini? Film ini menawarkan perspektif menarik sehubungan dengan pendidikan anak.

Kisahnya tentang Denias, anak salah satu suku di pedalaman Papua. Ia baru saja memasuki masa akil balik, ditandai dengan upacara pemasangan koteka dan pemisahan honai. Bersama kawan sebayanya, ia suka berburu kuskus, bermain bola, berebut permen, dan berkelahi. Namun, ia juga paling menonjol dalam pelajaran di sekolah, yang diadakan di sebuah pondok kayu di atas gunung.

Ibunyalah yang pertama menanamkan pentingnya bersekolah. “Gunung takut sama anak sekolah,” kata sang ibu. Gurunya sendiri yakin, kelak ia bisa menjadi ahli matematika. Maleo, seorang tentara, yang mengajarkan bahwa asal ada kemauan kita bisa belajar di mana saja, bercerita tentang sekolah fasilitas di balik gunung.

Ketika orang-orang yang dicintainya itu satu per satu meninggalkannya, Denias bertekad untuk tetap sekolah. Ia meninggalkan rumah, dan berjalan berhari-hari melintasi gunung, hutan, dan sungai, mencari sekolah fasilitas yang diceritakan Maleo. Ternyata sekolah itu dikhususkan bagi anak kepala suku atau suku terdekat saja.

Film ini berhasil menyampaikan pesan secara unik: melalui cerita dan metafora. Nasihat sang ibu itu, misalnya, yang menggugah tekad Denias untuk menaklukkan gunung. Juga, judul Senandung di Atas Awan itu sendiri, bisa menebak dari mana asalnya? Saya terlongong-longong saat Pak Guru mengaitkan senandung itu dengan dongeng Jack dan kacang polong. Memanjat kacang polong ternyata sarana untuk memandang dunia dari perspektif baru: di atas awan!

Menarik diperbandingkan cara Bapak dan Maleo menghibur Denias sepeninggal sang ibu. Bapak memperhadapkannya dengan fakta-fakta mentah, seperti jarinya yang terpotong. Tak berhasil. Maleo menceritakan pengalaman serupa yang pernah ditanggungnya. Hati Denias pun luluh.

Cerita diperlihatkan memiliki kekuatan lebih untuk menanamkan nilai-nilai ketimbang sekadar petuah dan ceramah. Cerita, entah yang digali dari khasanah imajinasi entah berangkat dari pengalaman pribadi, membuhulkan hubungan kita dengan sesama, dan menemalikan dunia kecil kita dengan dunia luar yang lebih luas.

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda memanfaatkan cerita dalam mendidik anak-anak Anda? Apakah Anda mendongeng sebelum tidur? Atau membacakan buku cerita untuk si kecil yang belum bisa membaca sendiri? Apakah Anda menyediakan anggaran khusus untuk membeli bacaan anak? Selain dari buku, Anda juga dapat memilihkan film yang bagus bagi mereka.

Baik cerita dari Kitab Suci maupun khasanah dongeng anak-anak merupakan harta karun yang siap digali. Cerita yang bagus tidak menyampaikan pesannya secara menggurui, namun dengan menggugah imajinasi anak-anak dan memantik kreativitasnya. Saat anak diperhadapkan pada realitas hidup keseharian, cerita-cerita itu dapat menjadi sumber pencerahan. Cerita bukan lagi sekadar hiburan, tapi bekal yang memperkaya hidup dan wawasan anak-anak. ***


Sumber: edukasi.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar