Senin, 13 Juni 2011

Sekolah Jangan Pungut Uang Les!

Sekolah diminta tidak memungut uang les kepada siswa, karena sekolah bukanlah lembaga kursus. Jika sekolah memberikan pelajaran tambahan, dana bisa diambil dari Biaya Operasional Sekolah (BOS).

Demikian ditegaskan Ketua Dewan Pendidikan Kota Surakarta (DPKS), Ichwan Dardiri saat dihubungi Joglosemar, Rabu (8/6).

“Jadi tidak dengan cara meminta uang les, karena sekolah bukan lembaga kursus,” tandasnya.

Pernyataan itu menanggapi keluhan murid dan walimurid di SMPN 7 Solo yang menyatakan, siswa kelas VII dan kelas VIII dipungut biaya les Rp 40.000 per bulan. Bahkan ketika tidak ada pelajaran tambahan pun, biaya les tetap dipungut. Jika siswa tak membayar, maka dilarang ikut Ujian Kenaikan Kelas (UKK) (Joglosemar, Rabu (8/6).

Ichwan pun menegaskan, pemungutan uang gedung jangan sampai mengganggu hak siswa dalam belajar, apalagi sampai melarang siswa dalam mengikuti UKK yang menjadi hak mereka.

“Hal ini karena uang gedung adalah ranah sekolah, komite dan orangtua. Jangan karena belum lunas uang gedung, lalu anak sampai tidak mendapatkan kartu ujian dan stres,”
ujar dia.

Ia pun mencontohkan, pihaknya menerima keluhan dari masyarakat bahwa anaknya tidak dapat mengikuti ujian karena belum lunas SPS di salah satu SMK swasta di Solo. “Masih kurang sekitar Rp 1,2 juta dan DPKS berusaha berbicara hal tersebut dengan sekolah agar anak diizinkan mengikuti ujian,” akunya.

Bisa Digratiskan

Dalam menentukan besarnya Sumbangan Pembangunan Sekolah (SPS), pihak sekolah harus melibatkan komite sesuai dengan fungsinya sebagai wakil dari masyarakat. “Dan ini merupakan kesepakatan bersama yang nantinya juga melibatkan orangtua sesuai kesanggupannya. Kalau orangtua sudah sanggup berarti harus konsekuen,” kata Ichwan.

Namun dalam perjalanannya, lanjut ichwan, jika ternyata orangtua tidak mampu membayar, dapat dilakukan wawancara antara komite dan orangtua. “Kita lihat kalau tidak mampu diberi keringanan dengan mengangsur, dikurangi jumlahnya atau gratis sama sekali jika benar tidak mampu,” jelasnya.

Ditemui terpisah di ruang kerjanya, Pengawas SMP dan SMA Disdikpora Solo, Soedjinto mengatakan, dasar pembuatan SPS dengan melihat faktor kebutuhan seperti standar sarana dan prasarana. “Jadi sekolah mengidentifikasi kebutuhan selama satu tahun. Tapi yang sudah ada jangan diada-adakan lagi dan harus dibicarakan dengan komite. Jadi sebelum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), hal ini dapat diinformasikan kepada orangtua,” paparnya.

Sumber: Joglosemar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar