Bukan menjadi rahasia umum bila pelaksanaan ujian nasional sekolah menengah pertama (UN SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan yang sederajat rawan kecurangan. Tindakan antikejujuran terjadi, dilakukan oleh siswa secara personal (individu) maupun dilakukan oleh guru sebagai bagian dari institusi (kelompok) sekolah. Bahkan secara sistematis ada kecurangan yang sudah diorganisasi oleh dinas pendidikan atau pemerintah daerah setempat guna mengangkat prestise.
Meskipun demikian, kita tidak bisa memvonis bahwa setiap sekolah maupun daerah melakukan aksi kecurangan. Demikian juga dengan Kota Solo yang sudah dikenal sebagai Kota Putih pelaksanaan UN. Pernyataan tersebut diungkapkan Kepala Disdikpora Kota Surakarta Rakhmat Sutomo dalam acara nota Kesepakatan Pakta Kejujuran. Harapannya, Solo dapat mempertahankan predikat Kota Putih UN (Joglosemar, 15/3/10).
Hakikatnya, bila kita melongok hasil dari pelaksanaan UN tahun sebelumnya, tingkat kegagalan lebih besar dibanding dengan daerah lain di eks Karesidenan Surakarta. Sebenarnya memang patut ditanyakan, kesalahan terletak di mana? Apakah kualitas memang menurun atau memang pelaksanaan UN di Solo berjalan sesuai dengan aturan main dan bersih dari kecurangan?
Berdasarkan data dan fakta yang penulis catat, tiga kota besar yaitu Solo, Semarang dan Yogyakarta menjadi lumbung tingkat kegagalan tertinggi pencapaian UN dari pada daerah sekitarnya. Ironis sekali memang, sebab kita tahu kota besar tersebut juga lumbung dari sekolah-sekolah favorit (berkualitas) dan menjadi impian peserta didik daerah yang pandai untuk bersekolah. Mengapa justru terjadi banyak kegagalan dalam pencapaian UN? Ini yang wajib menjadi bahan introspeksi dan evaluasi bersama.
Data tingkat ketidaklulusan SMA dan sederajat di Kota Solo meningkat sangat tajam. Dari 836 siswa menjadi 1.502 siswa di tahun 2008. Secara persentase, angka tidak lulus siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Solo tahun 2007 sekitar 12 persen. Angka itu meningkat menjadi 14,25 persen dengan jumlah 909 siswa tak lulus. Sedangkan siswa SMA tingkat persentase menurun dari 11 persen di tahun 2007 menjadi 8,1 persen pada tahun 2008, dengan jumlah 593 orang tidak lulus. Berarti jumlah siswa SMA/MA/SMK tidak lulus sebanyak 1.502 siswa dan 1.216 siswa SMP tidak lulus dari 11.983 peserta. Bila daerah lain di Surakarta siswa yang tidak lulus mengalami penurunan, namun di Kota Solo mengalami peningkatan
Begitu pula bila kita melihat hasil kelulusan di Yogyakarta, siswa yang tidak lulus juga meningkat dibandingkan tahun 2007. Untuk SMA tingkat ketidaklulusan 5,57 persen meningkat menjadi 6,19 persen. Madrasah aliyah (MA) dari 12,09 persen menjadi 15,74 persen, dan SMK dari 9,49 persen menjadi 14,16 persen di tahun 2008. (Solopos, 14/6/08)
Kecurangan
Bila UN dianggap sebagai parameter prestasi sekolah dan cermin mutu pendidikan Tanah Air, maka keunggulan mutu pendidikan dapat diartikan bergeser ke daerah. Sebab bila diukur tingkat persentase dan jumlah kelulusan hasil UN 2008 dan 2009, membuktikan bahwa daerah berhasil menekan angka jumlah siswa yang tidak lulus untuk jenjang SMA sederajat.
Dalam ranah UN memang kecurangan sudah menjadi budaya. Kecurangan yang dilakukan oleh siswa, adanya bocoran soal, bocoran kunci jawaban melalui Ponsel, menyontek maupun kerja sama dengan siswa lain. Lebih parah kecurangan yang dilakukan oleh guru secara sengaja dengan memberikan jawaban, mengganti, atau membantu membetulkan kunci jawaban siswa.
Upaya mengeliminasi kecurangan dengan berbagai upaya sosialisasi larangan dan sanksi sepatutnya menjadi ruh bagi penyelenggara dan pelaksana UN. Kalau gerakan reduksi kecurangan tidak dapat berjalan dengan baik, maka gerakan menolak UN akan semakin masif. Pasalnya, tingkat reliabilitas hasil UN pantas diragukan kebersihan kualitasnya. Maka tidak heran banyak siswa pandai (berprestasi) yang menjadi korban UN. Seperti halnya seorang siswa peraih Olimpiade Fisika pun akhirnya ”tersungkur” karena UN.
Tujuan proses pendidikan tidak hanya membentuk manusia yang berkualitas dalam bidang akademik (kognitif) dan sains saja, melainkan lebih dari itu. Yaitu membentuk manusia Indonesia berkarakter, berkepribadian baik, berakhlak, bermoral, berbudi pekerti dan beretika merupakan hasil yang menjadi prioritas.
Pasalnya saat ini begitu banyak manusia pintar di Indonesia, namun mengapa keadaan menyeluruh bangsa stagnan (tetap). Bahkan menurut laporan United Nation Development Programe (UNDP), Human Development Index (SDM) bangsa Indonesia masih kalah dengan bangsa serumpun Asia Tenggara termasuk Vietnam.
Hal itu disebabkan tak lepas dari minimnya manusia bermoral, berakhlak, berbudi pekerti luhur, dan beretika sehingga kepintaran dan kelebihannya itu bukannya digunakan untuk membangun bangsa. Malah digunakan untuk kepentingan sendiri dengan cara membodohi atau menipu orang lain bahkan dengan melakukan tindak pidana korupsi yang semakin masif.
Oleh karena itu sebuah upaya menjadikan Kota Solo tetap sebagai kota bersih UN wajib dipertahankan bersama para stakeholder pendidikan. Sudah berulang kali pula Walikota mengimbau bahwa pelaksanaan UN harus dilandasi kejujuran. Kelulusan 100 persen bukanlah target dari Pemkot.
Bahkan saat acara penandatanganan Pakta Kejujuran dalam Rembuk Nasional Pendidikan di Pusdiklat Depok, Jawa Barat bersama 33 Kepala Dinas Pendidikan tingkat Provinsi, Mendiknas Muhamad Nuh menyatakan bahwa pemerintah serius mengawal pelaksanaan UN 2010 agar berlangsung bersih, transparan, dan aman, tanpa kasus pembocoran soal.
Kementrian Pendidikan Nasional akan membangun kesadaran kolektif di antara semua stakeholder pendidikan sehingga UN 2010 dapat berjalan dengan baik, dengan mengutamakan sikap jujur. Pelaksanaan UN dengan jujur dan kredibel akan terus dilanjutkan hingga tingkat kepala sekolah, guna meminimalkan kemungkinan tindak kecurangan.
Tekad siapa pun yang terbukti melakukan upaya tidak terpuji seperti membocorkan soal, dan mengganti kunci lembar jawab UN, wajib berhadapan dengan hukum sebab tindakan tersebut termasuk dalam kategori pembocoran dokumen negara yang melanggar pasal 322 tentang pembocoran rahasia Negara jo pasal 362 tentang pencurian jo pasal 480 KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) tentang penadahan.
Oleh karena itu mari kita pertahankan prestasi Solo Kota Putih UN dengan melaksanakan sesuai prosedur operasional Standar (POS) UN 2010. Dari distribusi, pengawasan, pemantau independen dan pengembalian kembali lembar jawaban UN ke rayon paling lambat 30 menit setelah pelaksanaan ujian. Sanksi tegas pelaku pelanggaran ditunggu realisasinya.
Oleh: FX Triyas Hadi Prihantoro, Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta
Sumber: Harian Joglosemar Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar