Solo (Espos). Kemampuan guru dalam menggunakan sistem information and communication technology (ICT) dinilai rendah. Padahal, pemahaman sistem ini sangat menunjang dalam pembelajaran electronic learning (E-Learning).
Hal itu terungkap dalam Diklat Pembelajaran E-Learning Berbasis ICT yang digelar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Pemerintah Kota Solo di SMKN 2 Solo, Rabu (9/9).
Diklat itu diikuti sebanyak 62 guru dari jenjang SD, SMP, dan SMA. Dari 62 guru itu diketahui minim jumlah guru yang sudah mempunyai email.
“Saat kami menanyakan siapa di antara kalian yang sudah mempunyai email, hanya beberapa orang saja yang mengacungkan jarinya,” papar Koordinator ICT Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Drs M Kasmadi SKom MM saat ditemui Espos di sela-sela acara.
Senin, 28 September 2009
Kamis, 24 September 2009
5 (Lima) Jenis Makanan yang Mengakibatkan Mengantuk Berat dan Menguap Tiada Henti-hentinya
Secara umum kalau kita makan secara berlebihan, organ tubuh bekerja dua kali lipat dari biasanya dan akibat kelelahan otak merespon dengan memerintahkan tubuh untuk beristirahat. untuk mengembalikan energi yang terpakai. Dampaknya adalah mata menjadi terasa mengantuk dan kepala rasanya ingin sekali diletakkan di atas bantal yang empuk.
Nah untuk kondisi makan dengan porsi normal, sebaiknya hindari mengkonsumsi 5 lima henis makanan yang mengakibatkan mengantuk berat dan menguap tiada hentinya berikut ini.
Olahraga Apa yang Bikin Pintar?
Selain belajar dan makan makanan bergizi, olahraga juga ternyata membuat otak lebih cerdas. Itulah kesimpulan yang ditarik beberapa peneliti dari Taiwan dan Amerika. Tapi olahraga seperti apa yang membuat otak encer?
Peneliti dari National Cheng Kung University, Taiwan membandingkan olahraga lari di treadmill dan lari dalam labirin air pada tikus percobaan. Setelah dilihat di bawah mikroskop, otak tikus yang berlari dengan treadmil lebih banyak yang aktif ketimbang tikus berlari dalam labirin. Tapi tikus yang berlari dalam labirin memiliki satu bagian otak yang lebih aktif yaitu bagian kognitif.
"Hal itu menunjukkan bahwa beda jenis olahraga memicu perubahan neuroplastisitas yang berbeda pula," ujar Chauying J. Jen, profesor physiology yang memimpin studi tersebut, seperti dilansir New York Times, Kamis (17/9/2009).
Sepuluh tahun yang lalu, peneliti dari Salk Institute in California mempublikasikan bahwa olahraga akan menstimulasi dan menciptakan sel-sel baru di otak yang memungkinkan seseorang lebih cerdas. Tapi olahraga seperti apa yang bisa berefek seperti itu? apakah aerobik, angkat beban, lari, berenang atau apa?
Yuk, Ikutan Lomba Menulis Nasional Remaja 2009!
JAKARTA, KOMPAS.com. YKAI bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dan Unicef gelar 'Lomba Menulis Nasional untuk Remaja 2009'. Ikutan yuk!
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) bekerja sama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dan Unicef (lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang khusus menangani masalah anak-anak) menyikapi permasalahan hak anak dengan menyelenggarakan Lomba Menulis Nasional untuk Remaja 2009 bertema ”Anak dan Pemimpin Bangsa”.
Tulisan bisa dikirim ke YKAI, Jalan Tebet Barat Dalam V/26, Jakarta Selatan 12810. Batas waktu pengiriman paling lambat sampai 30 September 2009.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/08/26/09253470/yuk.ikutan.lomba.menulis.nasional.remaja.2009.
DNA Juga Bisa Memacu Potensi Diri, lho...
JAKARTA, KOMPAS.com. Deoxyribunucleic Acid (DNA) selama ini selalu dikenal untuk mengidentifikasi garis keturunan. Padahal, DNA tak hanya bisa dipelajari dari sisi medis. Psikolog Miriati, Psi, mengungkapkan, DNA juga bisa disorot dari ilmu Psikologi. Apa manfaatnya? Ternyata, DNA bisa dioptimalkan untuk membangkitkan potensi diri. Mau tahu, bagaimana mengaktifkan DNA?
DNA terdiri dari zat kimia yang sifatnya basah yaitu adenine, guanine, cytosine dan thymine yang melekat pada fosfor dan gula. Bentuknya seperti tangga elips, memutar. Menurut Miriati, setiap manusia memiliki DNA/gen yang mempunyai potensi serupa. Memberikan pengaruh positif atau negatif, tergantung bagaimana pengaktifan oleh masing-masing individu.
Rabu, 23 September 2009
Pendidikan Kreatif
Pendidikan yang dibangun, entah formal, informal atau non formal hendaknya memiliki dasar yang kokoh dan kuat. Praktek pendidikan yang hanya mementingkan ilmu pengetahuan yang dimasukan dalam otak peserta didik lewat kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tidaklah cukup untuk membentuk pribadi peserta didik yang utuh menyeluruh.
Peserta didik harus dibantu untuk belajar hidup secara lebih manusiawi dalam masyarakat, sebagai manusia-manusia yang memiliki kepribadian yang seimbang baik jasmani maupun rohani. Hal ini berarti pendidikan yang dibangun, harus senantiasa berpusat dan bersumber pada pribadi manusia dalam arti orientasi dasar dari pendidikan tersebut adalah pembentukan pribadi-pribadi manusia, memberikan ruang gerak bagi kreasi pengembangan kepribadian manusia, mampu menghantar subyek atau peserta didik untuk memahami dirinya, dunianya dan sesamanya. Peserta didik adalah subyek dan pelaku utama pertama dari pendidikan itu sendiri.
Bila kehidupan masa depan peserta didik menuntut kemampuan memecahkan masalah baru secara inovatif, maka apa yang diajarkan kepada peserta didik mesti menuntut kemampuan untuk memecahkan masalah baru secara lebih baik. Kenyataan yang dialami selama ini adalah proses pendidikan didominasi oleh penyampaian informasi berupa KBM yang tertuang dalam kurikulum. Padahal idealnya peserta didik diajarkan tentang pengolahan informasi, interpretasi dan pemberian makna terhadap apa yang dipelajari. Bukan kegiatan mendengar dan menghafal. Pengolahan informasi, interpretasi dan pemberian makna terhadap KBM adalah media dan sarana membangun ilmu pengetahuan yang akan mengarah pada kualitas individu.
Rabu, 16 September 2009
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430 HIJRIYAH
Berkat kesadaran dan kesabaran, sampailah kita pada Hari Kemenangan...
Berkat ketulusan dan keikhlasan, kita saling bermaafan...
Bila ada langkah membekas lara,
Bila ada kata merangkai dusta,
Bila ada sikap menoreh luka,
Di hari fitri ini tulus hati memohon maaf...
Segenap Keluarga Besar Bimbingan Belajar dan Komputer "STUDY INTENSIVE PLUS" Mengucapkan:
*SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430 HIJRIYAH*
Berkat ketulusan dan keikhlasan, kita saling bermaafan...
Bila ada langkah membekas lara,
Bila ada kata merangkai dusta,
Bila ada sikap menoreh luka,
Di hari fitri ini tulus hati memohon maaf...
Segenap Keluarga Besar Bimbingan Belajar dan Komputer "STUDY INTENSIVE PLUS" Mengucapkan:
*SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430 HIJRIYAH*
Senin, 14 September 2009
Liputan Lembaga Bimbingan Belajar - Melihat Keberadaan dan Peranannya
Banyak anak murid dan orang tua kuatir menjelang ujian nasional atau seleksi masuk perguruan tinggi. Sekolah terlanjur dicap masyarakat tidak bisa menjamin semua murid-muridnya lulus ujian. Meski bukan hal yang pasti, tapi banyak anak murid yang mencari solusi dengan mendaftar dan percaya pada Lembaga Bimbingan Belajar (LBB).
Tingginya minat murid-murid sekolah, terutama yang duduk di kelas 3 SMP dan SMA, dalam mengikuti bimbingan belajar, membuat tumbuh subur LBB di berbagai wilayah, tak kecuali di komunitas Pluit dan Cengkareng. Mulai LBB waralaba dengan jaringan dan kurikulum yang terpadu, sampai dengan LBB rumahan yang lebih bersifat privat.
Maraknya usaha pendidikan tersebut, tidak terlepas dari kesempatan yang muncul akibat pemerintah menaikan standar nilai kelulusan murid sekolah. Apalagi banyak murid yang dinyatakan tidak lulus karena belum memenuhi nilai yang ditetapkan pemerintah.
Ajari Kreatif, Sebelum Dijejali Macam-macam
Jauh sebelum anak dijejali dengan target-target tertentu seperti nilai yang bagus, mengerjakan PR, ikut les ini dan itu, Anda harus bersiap diri menjadi orang yang kreatif untuk membuka ruang-ruang kreatifitas mereka.
JAKARTA, KOMPAS.com. Jauh sebelum anak dijejali dengan target-target tertentu seperti nilai yang bagus, mengerjakan PR, ikut les ini dan itu, Anda harus bersiap diri menjadi orang yang kreatif untuk membuka ruang-ruang kreatifitas mereka.
Belum semua anak saat ini memperoleh tanah yang subur untuk dapat mengembangkan kreatifitasnya. Tak hanya di sekolah formal, melainkan juga di dalam lingkungan keluarga, anak kian tenggelam dibenamkan oleh ambisi para pendidik, dan bahkan orang tuanya sendiri. Keduanya bukan hanya tidak mengembangkan, namun kadang justeru cenderung mematikan potensi kreatifitas anak-anak.
Senin, 07 September 2009
Ketika Wibawa Sekolah Kalah oleh Bimbel
Bimbel, lembaga penjual jasa bimbingan belajar, menjamur dan marak menyebar di seluruh kota besar Indonesia. Sasaran mereka adalah menjaring siswa yang butuh bimbingan belajar dan yang pasti siswa yang berduit.
Tawaran program bimbel benar-benar sangat menggiurkan, program bimbingan belajar siswa adalah supaya berhasil dalam Ujian Akhir Sekolah dan menembus Ujian Perguruan Tinggi Negeri. Hebatnya lagi ada yang berani memberikan garansi jika tidak berhasil lolos ujian uang yang sudah dibayarkan bisa kembali, tentu saja dengan embel-embel ketentuan dan syarat berlaku.
Menarik untuk mengkaji lebih lanjut menjamurnya lembaga bimbel ini, baik bimbel yang dilakukan oleh lembaga atau perorangan (guru les). Orangtua dan siswa sama-sama tidak percaya diri dengan hasil belajar di sekolah formal sehingga mengikuti bimbel dianggap suatu makanan pokok. Membayar uang sekolah Rp. 100.000 per bulan bisa dikeluhkan sampai ke Pak Menteri Pendidikan, tetapi mengeluarkan uang Rp. 50.000 / jam untuk guru les bisa dengan sukarela.
Tingginya Minat Siswa Ikut Bimbel
"Males belajar ah, kalo sekarang mah….mendingan nanti aja pas bimbel, biar dapet rumus-rumus cepet! Jadi ngerjain soalnya lebih gampang!"
("PR" Belia, 20/1/2009).
kalimat di atas dikatakan siswa, sebagai salah satu alasan untuk mengikuti bimbingan belajar (bimbel). Kalau kita kaji, betapa memesonanya lembaga bimbel di mata para siswa, sehingga dijadikan alternatif penawar ketidakpuasan dari apa yang didapat di sekolah.
Bagi siswa-siswi yang orang tuanya memiliki keuangan memadai, mengikuti bimbel bukanlah masalah. Bahkan, dengan target masuk sekolah favorit orang tua mau merogoh saku lebih dalam, memilih lembaga bimbel yang menawarkan pelayanan prima.
Sepertinya keberadaan bimbel dijadikan solusi oleh sebagian orang tua, untuk memfasilitasi putra-putrinya meraih nilai ujian nasional (UN) yang tinggi, sehingga dapat membidik sekolah-sekolah yang ketat persaingannya. Berkompetisi meraih sekolah favorit, lazim diikuti siswa-siswa sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Sementara kecenderungan siswa sekolah menengah atas mengikuti bimbel, lebih terfokus untuk menyiasati masuk perguruan tinggi negeri dengan jurusan/program studi, yang memiliki peluang kerja lebih menjanjikan.
Lain keadaannya bagi siswa yang keuangan keluarganya terbatas atau lokasi tempat tinggalnya tidak menguntungkan, mereka harus puas dengan apa yang didapatkan di sekolah saja.
Kita maklumi penyelenggaraan bimbel memiliki beberapa perbedaan dengan lembaga sekolah, di antaranya dari segi perekrutan guru. Guru di sekolah, khususnya pegawai negeri sipil diangkat berdasarkan kompetensi kualifikasi akademik yang dihasilkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), dengan prosedur seleksi yang dibuat Diknas. Sedangkan guru bimbel lebih terbuka, tidak selalu dari LPTK, bisa dari berbagai latar belakang disiplin ilmu dengan mengutamakan kualitas kepiawaian dalam teknik, metoda, dan penguasaan, serta penyampaian materi yang disenangi dan dipahami siswa.
Sistem belajar di sekolah berpedoman pada kurikulum yang berlaku, (baca: KTSP). Standar kompetensi dan kompetensi dasar, dijadikan acuan dalam setiap pembelajaran. Sedangkan di bimbel siswa dilatih bagaimana cara menjawab soal dengan cepat. Hal ini, berdampak pula pada perbedaan sistem evaluasinya. Di sekolah, evaluasi bersifat menyeluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, sedangkan di bimbel mengutamakan aspek kognitif saja.
Umumnya, sarana prasarana dan fasilitas yang ada di sekolah tidak senyaman di tempat bimbel, apalagi dengan jumlah siswa per kelas yang seimbang, di bimbel memungkinkan siswa lebih kondusif untuk belajar. Menyikapi fenomena maraknya siswa mengikuti bimbel, menuntut guru dan sekolah lebih peka terhadap kebutuhan para siswa.
Sedikitnya kehadiran guru di kelas, selalu dinantikan dan keberadaannya senantiasa dirindukan oleh siswa. Jangan sampai keberhasilan siswa menembus sekolah atau perguruan tinggi favorit, dirasakan siswa dan orang tua semata-mata karena yang bersangkutan mengikuti bimbel. Tampaknya diperlukan suatu modifikasi, inovasi, dan kreativitas guru dalam melaksanakan rutinitas tugas kesehariannya di sekolah.
Akan lebih baik jika siswa yang tidak sempat mengikuti bimbel, mendapat perhatian dan bimbingan khusus agar mereka memiliki kepercayaan diri dan bisa berprestasi secara mandiri. ***
Oleh: Dra. YATI ROHAYATI, guru Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 24 Bandung
Pendidikan Bimbel Tambah Pemahaman Siswa
KoranBanten.Com, 18 Februari 2009
SERANG. Seiring dengan semakin dekatnya Ujian Akhir Nasional (UAN), banyak lembaga bimbingan belajar (bimbel) bermunculan. Trik mengerjakan soal secara cepat menjadi tawaran utama.
Lembaga-lembaga Bimbel ini menawarkan pembekalan berupa program-program bagi siswa untuk memudahkan mereka mengerjakan soal-soal ujian. Pembekalan itu dikemas dalam bentuk pemberian materi, tes, dan pembahasan soal-sola ujian.
“Selain itu juga terdapat media konsultasi dan ujian-ujian mengerjakan soal atau try out,” terang Azizah, staf administrasi Bimbel Nurul Fikri Serang saat ditemui di ruang kerjanya.
Mengenai soal-soal yang diberikan untuk menguji siswa yang ikut dalam lembaga Bimbel ini, Azizah mengatakan, lembaga Bimbel tersebut sudah memiliki tim khusus untuk memprediksi soal-soal apa saja yang akan keluar dalam UAN atau pun UMPTN.
Menanggapi menjamurnya lembaga-lembaga kursus ini, akademisi Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta), Sugeng Purnomo, saat ditemui Koran Banten (Rabu, 18/2) mengatakan lembaga-lembaga kursus itu sangat efektif.Karena, pelajaran-pelajaran yang diberikan dalam bimbel, biasanya sudah fokus pada bidang kajian tertentu.
Selain itu, tambah Sugeng, melalui lembaga-lembaga bimbel itu pemahaman siswa akan pelajaran tentunya bertambah dan hal tersebut memudahkan siswa dalam mengerjakan soal-soal ujian, baik UAN atau pun UMPTN. Karena, menurutnya, mereka yang mengikuti bimbel memiliki prosentase keberhasilan lebih dalam mengerjakan soal-soal ujian dari pada mereka yang tidak mengikutinya.
Lembaga bimbel biasanya memberikan para siswa cara atau trik bagaimana mengerjakan soal dengan cepat. Menanggapi cara atau mengerjakan soal dengan cepat tersebut, Sugeng mengomentari hal tersebut akan baik bila siswa sebelumnya telah diberitahukan terlebih dahulu bagaimana konsep cara mengerjakan soal tersebut.
“Cara mengerjakan soal, terutama matematika, itu ada cara struktural, sistematis, dan cepat,” ujar Sugeng. [YUD]
Sumber: http://www.koranbanten.com/2009/02/18/bimbel-tambah-pemahaman-siswa/
SERANG. Seiring dengan semakin dekatnya Ujian Akhir Nasional (UAN), banyak lembaga bimbingan belajar (bimbel) bermunculan. Trik mengerjakan soal secara cepat menjadi tawaran utama.
Lembaga-lembaga Bimbel ini menawarkan pembekalan berupa program-program bagi siswa untuk memudahkan mereka mengerjakan soal-soal ujian. Pembekalan itu dikemas dalam bentuk pemberian materi, tes, dan pembahasan soal-sola ujian.
“Selain itu juga terdapat media konsultasi dan ujian-ujian mengerjakan soal atau try out,” terang Azizah, staf administrasi Bimbel Nurul Fikri Serang saat ditemui di ruang kerjanya.
Mengenai soal-soal yang diberikan untuk menguji siswa yang ikut dalam lembaga Bimbel ini, Azizah mengatakan, lembaga Bimbel tersebut sudah memiliki tim khusus untuk memprediksi soal-soal apa saja yang akan keluar dalam UAN atau pun UMPTN.
Menanggapi menjamurnya lembaga-lembaga kursus ini, akademisi Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta), Sugeng Purnomo, saat ditemui Koran Banten (Rabu, 18/2) mengatakan lembaga-lembaga kursus itu sangat efektif.Karena, pelajaran-pelajaran yang diberikan dalam bimbel, biasanya sudah fokus pada bidang kajian tertentu.
Selain itu, tambah Sugeng, melalui lembaga-lembaga bimbel itu pemahaman siswa akan pelajaran tentunya bertambah dan hal tersebut memudahkan siswa dalam mengerjakan soal-soal ujian, baik UAN atau pun UMPTN. Karena, menurutnya, mereka yang mengikuti bimbel memiliki prosentase keberhasilan lebih dalam mengerjakan soal-soal ujian dari pada mereka yang tidak mengikutinya.
Lembaga bimbel biasanya memberikan para siswa cara atau trik bagaimana mengerjakan soal dengan cepat. Menanggapi cara atau mengerjakan soal dengan cepat tersebut, Sugeng mengomentari hal tersebut akan baik bila siswa sebelumnya telah diberitahukan terlebih dahulu bagaimana konsep cara mengerjakan soal tersebut.
“Cara mengerjakan soal, terutama matematika, itu ada cara struktural, sistematis, dan cepat,” ujar Sugeng. [YUD]
Sumber: http://www.koranbanten.com/2009/02/18/bimbel-tambah-pemahaman-siswa/
Bagaimana Jepang Mencetak Generasi Unggul?
WarnaDunia.Com, 14 February 2009
Dalam artikel pendidikan kali ini kita akan membahas beberapa kekeliruan dunia pendidikan kita selama ini yang terletak pada ketidakmampuan para pakar pendidikan, pendidik, bahkan pengambil kebijakan untuk mencetak generasi unggul. Generasi ini punya ciri kreatif, perekayasa, pencipta, dan bersikap atau bertingkah laku teladan. Selain berbudi pekerti luhur, generasi unggul dalam kehidupan keseharian dicirikan peduli sesama, menghargai pendapat orang lain, tertib, jujur, disiplin, bertanggung jawab, penuh kasih sayang, cinta kebersihan, keindahan dan lingkungan serta concern terhadap perdamaian.
Sayang seribu sayang, dunia pendidikan kita tampaknya masih terfokus mencetak “generasi pintar”. Generasi ini lebih mengutamakan pencapaian prestasi program belajarnya dengan sasaran “mengejar ranking atau nilai NEM (nilai evaluasi murni) dan UN (ujian nasional) tinggi” atau menjadi juara lomba mata pelajaran tertentu.
Indonesia banyak melahirkan sederet juara olimpiade internasional, baik di bidang pelajaran matematika, sains, fisika, kimia maupun olahraga. Pertanyaannya, dengan mencetak generasi yang bertumpu pada logika (otak kiri) itu, apa yang bisa diharapkan demi kemajuan bangsa ke depan? Kita lupa, bangsa yang dibangun hanya dengan mengandalkan ilmu, tanpa bekal kreativitas dan moral, hanya akan menghancurkan bangsa itu sendiri.
Menurut penelitian mutakhir di AS, peran logika bagi sukses seseorang hanya 4%. Selebihnya (96%) sukses seseorang ditentukan oleh kemampuan “otak kanan” yang punya andil besar dalam hal kreativitas, imajinasi, inovasi, daya rasa, kreasi, seni, kemampuan mencipta dan merekayasa. (MI, 16/1′06) Kemampuan otak sadar manusia sendiri sebenarnya hanya 12% dari seluruh kemampuan otak manusia dan selebihnya (88%) berada di otak bawah sadar, tepatnya di otak kanan. (Quantum Ikhlas, 2007).
Inilah rahasia bangsa Jepang, Korea, China, Singapura, dan negara-negara Barat hingga menjadi bangsa maju. Belakangan hal itu mulai diketahui dan disadari pula di India, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Indonesia? Barangkali baru sebagian kecil orang memahami pentingnya pengembangan peran otak kiri bagi sebuah sistem pendidikan.
Ironis, di tengah bangsa-bangsa lain makin aktif mengembangkan model pendidikan ke arah yang lebih baik, Indonesia justru masih berkutat pada berbagai masalah kompleks. Waktu, pikiran dan tenaga kita seolah terkuras hanya untuk membahas masalah pemberantasan korupsi, karut-marutnya pelayanan publik dan masalah birokrasi yang berbelit.
Apa yang salah dengan pendidikan kita? Bukankah sejak duduk di kelas TK, SD, SMP, dan SMA siswa-siswi selain diajarkan beberapa pelajaran umum dan khusus juga tak ketinggalan selalu dicekoki pelajaran agama dan kewarganegaraan? Suasana religius pun selalu melingkupi keseharian anak-anak Indonesia. Khotbah-khotbah agama tak hanya dilakukan di tempat-tempat ibadah, namun juga di televisi, lingkungan kerja dan masyarakat.
Ini bertolak belakang dengan kehidupan nyata masyarakat kita, yang justru kurang mencerminkan nuansa kehidupan agamis. Budaya tertib dan bersih, yang diyakini sebagai bagian dari iman, terabaikan. Tatanan kehidupan masyarakat secara umum pun tidak menunjukkan kebajikan dan keteraturan.
Pelanggaran lalu lintas merupakan hal yang biasa. Budaya antre dan sopan-santun dianggap angin lalu. Kepedulian masyarakat terhadap kebersihan dan lingkungan, rendah. Banyak orang masih membuang sampah sembarangan, sementara fasilitas umum kotor dan bau. Di lain pihak, kasus-kasus perusakan lingkungan dan kriminalitas jalanan selalu menghiasi media massa setiap hari.
Itulah mengapa penulis hendak memaparkan fakta pendidikan dijepang sebagai bahan sharing dan renungan bagi praktisi pendidikan di indonesia melalui artikel dibawah ini
Dari pengalaman ketika berkunjung ke Jepang dan mencermati secara seksama sekolah dasar di negeri Sakura ini, terlihat pembiasaan sikap disiplin dan tingkah laku bermoral telah ditanamkan sejak siswa mulai masuk sekolah. Meski tak dibekali pelajaran agama, tatanan kehidupan masyarakat Jepang nyatanya lebih mapan, tertib, bermoral.
Begitu anak didik memasuki lingkungan sekolah, mereka harus rela dan sabar melepas sepatu untuk ditukar dengan sandal/sepatu khusus yang sudah disediakan di loker-loker. Ketika siswa hendak ke toilet, sandal/sepatu yang dikenakannya pun masih harus ditukar lagi dengan sandal khusus toilet yang terparkir rapi di depan pintu toilet. Ingat, usai memakainya, siswa harus mengembalikannya ke posisi semula untuk memudahkan rekan lain yang akan menggunakan selanjutnya. Meski kelihatannya sepele, namun pembiasaan-pembiasaan ini dapat menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk bersikap sabar, bertanggung jawab, menghargai orang lain, hidup bersih dan selalu menjaga kesehatan tubuh.
Di dalam kelas sendiri, anak-anak Jepang sudah dibiasakan melayani teman-teman sekelasnya dengan menyajikan makanan secara bergiliran. Pembiasaan ini untuk menanamkan kesadaran anak-anak agar tertib, disiplin, menghargai budaya antre, rajin, penuh kebersamaan dan peduli sesama.
Di kelas-kelas sekolah Jepang banyak dipajang hasil karya siswa, baik di dinding maupun di atas rak-rak tempat tas siswa. Coraknya beraneka ragam, mulai dari karya dari barang-barang bekas dengan disain robot, mobil, dan bangunan tinggi hingga bentuk-bentuk karya lainnya yang lebih rumit.
Pembiasaan memamerkan hasil cipta karya siswa, merupakan momentum bagi siswa untuk meraih cita-cita. Lewat karya-karya tersebut, anak-anak Jepang kelak diharapkan bisa menjadi perakit mobil, robot, arsitek gedung-gedung bertingkat dan pencipta alat-alat canggih lainnya hingga menjadi kebanggaan bagi bangsanya.
Memang, kemampuan untuk berkreasi mendapat porsi besar dalam sistem pendidikan di Jepang. Sejak dini kemampuan dan kreativitas siswa digali sebesar-besarnya demi disiapkan sebagai tenaga terampil penuh kreativitas di bidang masing-masing di masa depan.
Falsafah Jepang mengatakan, “Anak-anak adalah harta karun negara”. Nasib bangsa masa depan diyakini ada di pundak anak-anak mereka. Maka, negara selalu memperlakukan istimewa anak-anak Jepang, baik dibidang pendidikan, kesehatan, gizi, maupun perkembangan emosionalnya. Sistem pendidikan nasional Jepang pun lebih diarahkan demi kemajuan anak-anak bangsa ke depan.
Apakah kita akan terus membiarkan sistem pendidikan ini lebih bertumpu pada logika, tanpa mengutamakan penggalian kemampuan dan kreativitas seperti anak-anak Jepang?
semoga artikel pendidikan kali ini bermanfaat
Disadur dari: Tulisan salah seorang staf Direktorat Pembinaan TK dan SD, Ditjen Mandikdasmen, Depdiknas
Sumber: http://warnadunia.com/artikel-pendidikan-bagaimana-jepang-mencetak-generasi-unggul/
Dalam artikel pendidikan kali ini kita akan membahas beberapa kekeliruan dunia pendidikan kita selama ini yang terletak pada ketidakmampuan para pakar pendidikan, pendidik, bahkan pengambil kebijakan untuk mencetak generasi unggul. Generasi ini punya ciri kreatif, perekayasa, pencipta, dan bersikap atau bertingkah laku teladan. Selain berbudi pekerti luhur, generasi unggul dalam kehidupan keseharian dicirikan peduli sesama, menghargai pendapat orang lain, tertib, jujur, disiplin, bertanggung jawab, penuh kasih sayang, cinta kebersihan, keindahan dan lingkungan serta concern terhadap perdamaian.
Sayang seribu sayang, dunia pendidikan kita tampaknya masih terfokus mencetak “generasi pintar”. Generasi ini lebih mengutamakan pencapaian prestasi program belajarnya dengan sasaran “mengejar ranking atau nilai NEM (nilai evaluasi murni) dan UN (ujian nasional) tinggi” atau menjadi juara lomba mata pelajaran tertentu.
Indonesia banyak melahirkan sederet juara olimpiade internasional, baik di bidang pelajaran matematika, sains, fisika, kimia maupun olahraga. Pertanyaannya, dengan mencetak generasi yang bertumpu pada logika (otak kiri) itu, apa yang bisa diharapkan demi kemajuan bangsa ke depan? Kita lupa, bangsa yang dibangun hanya dengan mengandalkan ilmu, tanpa bekal kreativitas dan moral, hanya akan menghancurkan bangsa itu sendiri.
Menurut penelitian mutakhir di AS, peran logika bagi sukses seseorang hanya 4%. Selebihnya (96%) sukses seseorang ditentukan oleh kemampuan “otak kanan” yang punya andil besar dalam hal kreativitas, imajinasi, inovasi, daya rasa, kreasi, seni, kemampuan mencipta dan merekayasa. (MI, 16/1′06) Kemampuan otak sadar manusia sendiri sebenarnya hanya 12% dari seluruh kemampuan otak manusia dan selebihnya (88%) berada di otak bawah sadar, tepatnya di otak kanan. (Quantum Ikhlas, 2007).
Inilah rahasia bangsa Jepang, Korea, China, Singapura, dan negara-negara Barat hingga menjadi bangsa maju. Belakangan hal itu mulai diketahui dan disadari pula di India, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Indonesia? Barangkali baru sebagian kecil orang memahami pentingnya pengembangan peran otak kiri bagi sebuah sistem pendidikan.
Ironis, di tengah bangsa-bangsa lain makin aktif mengembangkan model pendidikan ke arah yang lebih baik, Indonesia justru masih berkutat pada berbagai masalah kompleks. Waktu, pikiran dan tenaga kita seolah terkuras hanya untuk membahas masalah pemberantasan korupsi, karut-marutnya pelayanan publik dan masalah birokrasi yang berbelit.
Apa yang salah dengan pendidikan kita? Bukankah sejak duduk di kelas TK, SD, SMP, dan SMA siswa-siswi selain diajarkan beberapa pelajaran umum dan khusus juga tak ketinggalan selalu dicekoki pelajaran agama dan kewarganegaraan? Suasana religius pun selalu melingkupi keseharian anak-anak Indonesia. Khotbah-khotbah agama tak hanya dilakukan di tempat-tempat ibadah, namun juga di televisi, lingkungan kerja dan masyarakat.
Ini bertolak belakang dengan kehidupan nyata masyarakat kita, yang justru kurang mencerminkan nuansa kehidupan agamis. Budaya tertib dan bersih, yang diyakini sebagai bagian dari iman, terabaikan. Tatanan kehidupan masyarakat secara umum pun tidak menunjukkan kebajikan dan keteraturan.
Pelanggaran lalu lintas merupakan hal yang biasa. Budaya antre dan sopan-santun dianggap angin lalu. Kepedulian masyarakat terhadap kebersihan dan lingkungan, rendah. Banyak orang masih membuang sampah sembarangan, sementara fasilitas umum kotor dan bau. Di lain pihak, kasus-kasus perusakan lingkungan dan kriminalitas jalanan selalu menghiasi media massa setiap hari.
Itulah mengapa penulis hendak memaparkan fakta pendidikan dijepang sebagai bahan sharing dan renungan bagi praktisi pendidikan di indonesia melalui artikel dibawah ini
Dari pengalaman ketika berkunjung ke Jepang dan mencermati secara seksama sekolah dasar di negeri Sakura ini, terlihat pembiasaan sikap disiplin dan tingkah laku bermoral telah ditanamkan sejak siswa mulai masuk sekolah. Meski tak dibekali pelajaran agama, tatanan kehidupan masyarakat Jepang nyatanya lebih mapan, tertib, bermoral.
Begitu anak didik memasuki lingkungan sekolah, mereka harus rela dan sabar melepas sepatu untuk ditukar dengan sandal/sepatu khusus yang sudah disediakan di loker-loker. Ketika siswa hendak ke toilet, sandal/sepatu yang dikenakannya pun masih harus ditukar lagi dengan sandal khusus toilet yang terparkir rapi di depan pintu toilet. Ingat, usai memakainya, siswa harus mengembalikannya ke posisi semula untuk memudahkan rekan lain yang akan menggunakan selanjutnya. Meski kelihatannya sepele, namun pembiasaan-pembiasaan ini dapat menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk bersikap sabar, bertanggung jawab, menghargai orang lain, hidup bersih dan selalu menjaga kesehatan tubuh.
Di dalam kelas sendiri, anak-anak Jepang sudah dibiasakan melayani teman-teman sekelasnya dengan menyajikan makanan secara bergiliran. Pembiasaan ini untuk menanamkan kesadaran anak-anak agar tertib, disiplin, menghargai budaya antre, rajin, penuh kebersamaan dan peduli sesama.
Di kelas-kelas sekolah Jepang banyak dipajang hasil karya siswa, baik di dinding maupun di atas rak-rak tempat tas siswa. Coraknya beraneka ragam, mulai dari karya dari barang-barang bekas dengan disain robot, mobil, dan bangunan tinggi hingga bentuk-bentuk karya lainnya yang lebih rumit.
Pembiasaan memamerkan hasil cipta karya siswa, merupakan momentum bagi siswa untuk meraih cita-cita. Lewat karya-karya tersebut, anak-anak Jepang kelak diharapkan bisa menjadi perakit mobil, robot, arsitek gedung-gedung bertingkat dan pencipta alat-alat canggih lainnya hingga menjadi kebanggaan bagi bangsanya.
Memang, kemampuan untuk berkreasi mendapat porsi besar dalam sistem pendidikan di Jepang. Sejak dini kemampuan dan kreativitas siswa digali sebesar-besarnya demi disiapkan sebagai tenaga terampil penuh kreativitas di bidang masing-masing di masa depan.
Falsafah Jepang mengatakan, “Anak-anak adalah harta karun negara”. Nasib bangsa masa depan diyakini ada di pundak anak-anak mereka. Maka, negara selalu memperlakukan istimewa anak-anak Jepang, baik dibidang pendidikan, kesehatan, gizi, maupun perkembangan emosionalnya. Sistem pendidikan nasional Jepang pun lebih diarahkan demi kemajuan anak-anak bangsa ke depan.
Apakah kita akan terus membiarkan sistem pendidikan ini lebih bertumpu pada logika, tanpa mengutamakan penggalian kemampuan dan kreativitas seperti anak-anak Jepang?
semoga artikel pendidikan kali ini bermanfaat
Disadur dari: Tulisan salah seorang staf Direktorat Pembinaan TK dan SD, Ditjen Mandikdasmen, Depdiknas
Sumber: http://warnadunia.com/artikel-pendidikan-bagaimana-jepang-mencetak-generasi-unggul/
Pendidikan Kreatif Bentuk SDM Unggul
Radar Cirebon Online edisi Wednesday, 11 March 2009
DISADARI atau tidak bangsa kita selama ini cenderung menjadi bangsa pemakai atau konsumen belaka. Mulai dari produk yang dihasilkan dengan proses teknologi tinggi maupun teknologi sederhana, kita hanya tinggal memakainya.
Jangankan chip komputer, hardware dan bahasa pemograman komputer atau aplikasinya, alat-alat listrik dan elektronik sederhana saja kita masih mengandalkan buatan bangsa lain. Bahkan beragam produk fashion, makanan maupun minuman pun banyak yang berasal dari produk impor.
Secara umum kondisi ini terjadi karena kegagalan sistem dan proses pendidikan dalam mewujudkan sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang unggul. SDM yang unggul adalah SDM yang memiliki daya saing yang tinggi, inovatif, kreatif dan mampu menghadapi segala tantangan yang ada baik lokal, regional maupun global. Bangsa kita sebenarnya dapat menjadi bangsa yang maju, jika kita memiliki SDM yang unggul.
Untuk membangun SDM yang unggul hanya ada satu jalan yaitu melalui pendidikan. Untuk mencetak atau menghasilkan generasi yang unggul diperlukan proses pendidikan yang kreatif dari seorang guru. Proses pendidikan yang kreatif inilah yang nantinya menghasilkan generasi yang kreatif, dinamis dan inovatif.
Bagaimanapun pilar utama daya saing sebuah bangsa terletak pada SDM yang kreatif. Selanjutnya dari pribadi yang kreatif akan meretas menjadi SDM yang unggul dan kompetitif. Karena SDM yang unggul dan kompetitif akan mampu mengembangkan potensi ekonomi kreatif menjadi industri kreatif.
Proses pendidikan yang hanya berupa transfer ilmu pengetahuan (transfer knowledge) saja tidaklah cukup untuk membentuk pribadi yang kreatif dan inovatif. Melainkan siswa juga harus dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan dalam mengimplementasikan ilmunya di dalam masyarakat. Hal ini bertujuan agar mereka tidak gagap dengan ilmunya saat terjun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Pendidikan harus benar-benar dapat memenuhi kebutuhan bagi dirinya pribadi maupun masyarakat. Pendidikan seperti itu hanya dapat dilakukan melalui pendidikan kreatif, yakni proses pendidikan yang dilakukan oleh seorang guru secara kreatif dan inovatif.
Sementara guru kreatif adalah guru yang mampu berperan dalam memberikan kesadaran pada siswa untuk mengembangkan potensinya di tengah-tengah masyarakat. Tidak hanya itu, guru kreatif dapat menanamkan motivasi terhadap siswa untuk senantiasa belajar dalam konteks pendidikan seumur hidup. Dengan demikian, ketika siswa sudah berhenti bersekolah, ia masih tetap saja belajar, di tengah-tengah masyarakat maupun lingkungan kerjanya yang terus mengalami perubahan.
Dalam proses pendidikan kreatif sendiri setidaknya ada 3 aspek yang perlu dikembangkan yakni ; hard skill (keterampilan teknis dan analitis), soft skill (keterampilan berinteraksi sosial) dan life skill (kecakapan hidup). Pendidikan kreatif juga akan mendorong rasa ingin tahu dan ingin bersaing dalam setiap diri siswa, sehingga mereka telah terbiasa dengan persaingan.
Hard skills berkaitan dengan kemampuan atau kompetensi inti dari suatu bidang ilmu. Kemampuan ini banyak diperoleh dari proses pembelajaran di dalam kelas. Kemampuan ini ditentukan melalui suatu kurikulum sehingga secara otomatis merupakan hasil dari proses pembelajaran pada umumnya. Kemampuan berupa hard skills lebih mudah dilakukan pengukurannya, karena memang kemampuan ini sering dijadikan dasar penentuan kelulusan pada setiap jenjang pendidikan.
Sementara soft skills seringkali tidak didapatkan dari proses pembelajaran di dalam kelas, mengingat keterbatasan waktu yang tersedia. Sekolah seringkali terbebani oleh tuntutan penguasaan hard skills sebagaimana ditetapkan dalam kurikulum. Soft skills ini melengkapi hard skills, yang bisa dikatakan juga sebagai persyaratan teknis dari suatu pekerjaan. Sedangkan life skills adalah kemampuan atau keterampilan seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat serta bagaimana mengupayakan solusinya.
Masyarakat yang kreatif adalah masyarakat yang mampu mengembangkan ekonomi kreatif menjadi industri kreatif. Terbukti, industri kreatif mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi global yang terjadi beberapa waktu lalu. Potensi fisik dan nonfisik yang dimiliki bangsa Indonesia sudah saatnya dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat secara kreatif sehingga mampu menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berdaya saing tinggi dikancah internasional.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ekonomi kreatif adalah sistem kegiatan manusia yang berkaitan dengan kreasi, produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik, estetika, intelektual dan emosional bagi para konsumen. Para pelaku ekonomi kreatif adalah seniman, artis, pendidik, mahasiswa, insinyur dan penulis.
Mewujudkan masyarakat kreatif yang mampu berkreasi adalah bagian terpenting dari industri kreatif itu sendiri. Kreativitas masyarakat dalam menjalani industri kreatif merupakan langkah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekaligus negara.
Pada dasarnya setiap daerah pasti memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi industri kreatif. Karena setiap daerah memiliki potensi dan keunikan yang berbeda-beda. Adapun yang jadi permasalahan adalah bagaimana kemampuan masyarakatnya dalam mengelola potensi tersebut.
Akhirnya pendidikan berkewajiban berperan aktif dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang unggul sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Dengan demikian pendidikan sebagai satu-satunya jalan menuju kemajuan bangsa harus segera disadari oleh seluruh elemen bangsa. Oleh karenanya membenahi sistem pendidikan nasional pada hakikatnya adalah membenahi permasalahan bangsa itu sendiri. Demikian juga sebaliknya kegagalan bidang pendidikan adalah kegagalan bagi bangsa itu sendiri.
Oleh: Drs. H. Wirsad Yuniuswoyo MPd., Kepala SMAN 2 Cirebon dan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Kota Cirebon
DISADARI atau tidak bangsa kita selama ini cenderung menjadi bangsa pemakai atau konsumen belaka. Mulai dari produk yang dihasilkan dengan proses teknologi tinggi maupun teknologi sederhana, kita hanya tinggal memakainya.
Jangankan chip komputer, hardware dan bahasa pemograman komputer atau aplikasinya, alat-alat listrik dan elektronik sederhana saja kita masih mengandalkan buatan bangsa lain. Bahkan beragam produk fashion, makanan maupun minuman pun banyak yang berasal dari produk impor.
Secara umum kondisi ini terjadi karena kegagalan sistem dan proses pendidikan dalam mewujudkan sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang unggul. SDM yang unggul adalah SDM yang memiliki daya saing yang tinggi, inovatif, kreatif dan mampu menghadapi segala tantangan yang ada baik lokal, regional maupun global. Bangsa kita sebenarnya dapat menjadi bangsa yang maju, jika kita memiliki SDM yang unggul.
Untuk membangun SDM yang unggul hanya ada satu jalan yaitu melalui pendidikan. Untuk mencetak atau menghasilkan generasi yang unggul diperlukan proses pendidikan yang kreatif dari seorang guru. Proses pendidikan yang kreatif inilah yang nantinya menghasilkan generasi yang kreatif, dinamis dan inovatif.
Bagaimanapun pilar utama daya saing sebuah bangsa terletak pada SDM yang kreatif. Selanjutnya dari pribadi yang kreatif akan meretas menjadi SDM yang unggul dan kompetitif. Karena SDM yang unggul dan kompetitif akan mampu mengembangkan potensi ekonomi kreatif menjadi industri kreatif.
Proses pendidikan yang hanya berupa transfer ilmu pengetahuan (transfer knowledge) saja tidaklah cukup untuk membentuk pribadi yang kreatif dan inovatif. Melainkan siswa juga harus dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan dalam mengimplementasikan ilmunya di dalam masyarakat. Hal ini bertujuan agar mereka tidak gagap dengan ilmunya saat terjun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Pendidikan harus benar-benar dapat memenuhi kebutuhan bagi dirinya pribadi maupun masyarakat. Pendidikan seperti itu hanya dapat dilakukan melalui pendidikan kreatif, yakni proses pendidikan yang dilakukan oleh seorang guru secara kreatif dan inovatif.
Sementara guru kreatif adalah guru yang mampu berperan dalam memberikan kesadaran pada siswa untuk mengembangkan potensinya di tengah-tengah masyarakat. Tidak hanya itu, guru kreatif dapat menanamkan motivasi terhadap siswa untuk senantiasa belajar dalam konteks pendidikan seumur hidup. Dengan demikian, ketika siswa sudah berhenti bersekolah, ia masih tetap saja belajar, di tengah-tengah masyarakat maupun lingkungan kerjanya yang terus mengalami perubahan.
Dalam proses pendidikan kreatif sendiri setidaknya ada 3 aspek yang perlu dikembangkan yakni ; hard skill (keterampilan teknis dan analitis), soft skill (keterampilan berinteraksi sosial) dan life skill (kecakapan hidup). Pendidikan kreatif juga akan mendorong rasa ingin tahu dan ingin bersaing dalam setiap diri siswa, sehingga mereka telah terbiasa dengan persaingan.
Hard skills berkaitan dengan kemampuan atau kompetensi inti dari suatu bidang ilmu. Kemampuan ini banyak diperoleh dari proses pembelajaran di dalam kelas. Kemampuan ini ditentukan melalui suatu kurikulum sehingga secara otomatis merupakan hasil dari proses pembelajaran pada umumnya. Kemampuan berupa hard skills lebih mudah dilakukan pengukurannya, karena memang kemampuan ini sering dijadikan dasar penentuan kelulusan pada setiap jenjang pendidikan.
Sementara soft skills seringkali tidak didapatkan dari proses pembelajaran di dalam kelas, mengingat keterbatasan waktu yang tersedia. Sekolah seringkali terbebani oleh tuntutan penguasaan hard skills sebagaimana ditetapkan dalam kurikulum. Soft skills ini melengkapi hard skills, yang bisa dikatakan juga sebagai persyaratan teknis dari suatu pekerjaan. Sedangkan life skills adalah kemampuan atau keterampilan seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat serta bagaimana mengupayakan solusinya.
Masyarakat yang kreatif adalah masyarakat yang mampu mengembangkan ekonomi kreatif menjadi industri kreatif. Terbukti, industri kreatif mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi global yang terjadi beberapa waktu lalu. Potensi fisik dan nonfisik yang dimiliki bangsa Indonesia sudah saatnya dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat secara kreatif sehingga mampu menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berdaya saing tinggi dikancah internasional.
Secara umum dapat dikatakan bahwa ekonomi kreatif adalah sistem kegiatan manusia yang berkaitan dengan kreasi, produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik, estetika, intelektual dan emosional bagi para konsumen. Para pelaku ekonomi kreatif adalah seniman, artis, pendidik, mahasiswa, insinyur dan penulis.
Mewujudkan masyarakat kreatif yang mampu berkreasi adalah bagian terpenting dari industri kreatif itu sendiri. Kreativitas masyarakat dalam menjalani industri kreatif merupakan langkah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekaligus negara.
Pada dasarnya setiap daerah pasti memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi industri kreatif. Karena setiap daerah memiliki potensi dan keunikan yang berbeda-beda. Adapun yang jadi permasalahan adalah bagaimana kemampuan masyarakatnya dalam mengelola potensi tersebut.
Akhirnya pendidikan berkewajiban berperan aktif dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang unggul sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Dengan demikian pendidikan sebagai satu-satunya jalan menuju kemajuan bangsa harus segera disadari oleh seluruh elemen bangsa. Oleh karenanya membenahi sistem pendidikan nasional pada hakikatnya adalah membenahi permasalahan bangsa itu sendiri. Demikian juga sebaliknya kegagalan bidang pendidikan adalah kegagalan bagi bangsa itu sendiri.
Oleh: Drs. H. Wirsad Yuniuswoyo MPd., Kepala SMAN 2 Cirebon dan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Kota Cirebon
Jumat, 04 September 2009
Mengenal Virus Komputer
Ternyata, komputer bisa terserang virus juga. Sebenarnya virus komputer itu berbentuk apa ya? Kira-kira, virus komputer itu sama tidak ya dengan virus pada manusia? Lalu apakah virus komputer itu menular? Kemudian, bagaimana caranya agar komputer kita tidak terinfeksi virus? Ingin tahu jawabannya? Silahkan baca kelanjutan artikel berikut ini...
Dalam ilmu kedokteran, virus pada makhluk hidup adalah mikro organisme yang tidak dapat dilihat oleh mikroskop biasa, jadi hanya bisa dilihat dengan mikroskop elektron. Pada ilmu komputer, virus yang dimaksud adalah adalah sebuah program komputer yang memiliki kemampuan untuk menggandakan diri dengan cara menyisipkan program / script ke dalam sebuah file lain. Mirip seperti virus biologis, virus komputer dapat menyebar dengan cepat pada file-file dalam sebuah komputer, atau bahkan menulari file di komputer lain, baik melalui jaringan maupun lewat kegiatan tukar-menukar file. Saat ini banyak virus yang sengaja disebarkan melalui email. Oleh karenanya, jika komputer kita terhubung langsung ke internet, sebaiknya kita harus memasang antivirus dan upayakan agar selalu ter-update (diperbaharui).
Jenis Virus
Dahulu kita mengenal pembagian virus berdasarkan sasaran penyebarannya, yaitu virus boot sector dan virus file. Virus boot sector didesain oleh pembuatnya untuk menginfeksi boot sector, yakni bagian dari sebuah media penyimpanan (disket, hard disk) yang pertama kali dibaca oleh sistem operasi saat media tersebut diakses. Sekali media penyimpanan yang terinfeksi oleh virus jenis ini dipakai untuk melakukan booting, maka virus pun menetap di memory dan siap menginfeksi media penyimpanan lain yang digunakan di komputer yang sama.
Belakangan, virus boot sector berkembang menjadi tipe yang lebih ganas, yaitu yang dikenal sebagai virus partisi (partition table). Tabel partisi adalah bagian pada hard disk yang menyimpan data-data CHS (cylinder/head/sector) yang menjadi pedoman bagi sistem operasi untuk melakukan proses pembacaan. Sekali bagian ini dihancur-leburkan oleh virus, maka tentunya hard disk tidak lagi dapat dibaca dan seluruh data didalamnya pun melayang.
Sementara itu, virus file bekerja dengan cara menyisipkan programnya dalam sebuah file. Dahulu, saat penggunaan sistem operasi DOS masih meluas, sasaran virus jenis ini adalah file-file executable, yaitu file yang namanya berakhiran dengan ekstensi .COM atau .EXE. Selain melakukan penularan, virus file seringkali menambahkan perintah-perintah tertentu pada kode program yang ditularinya. Umumnya virus semacam ini memiliki sifat sebagai "bom waktu", dimana program virus akan melakukan aksinya pada waktu-waktu tertentu yang telah ditentukan oleh si programmer. "Aksi" ini bisa bermacam-macam, mulai dari yang ringan seperti menampilkan pesan dan membunyikan speaker, hingga melakukan perusakan dengan menghapus data, atau bahkan memformat hard disk!
Pada saat penggunaan program berbasis Windows mulai marak dengan aneka macam fitur, maka kita kembali mengenal satu jenis virus baru, yakni virus macro. Macro adalah serangkaian perintah, mirip perintah dalam bahasa pemrograman yang disediakan oleh perangkat lunak yang memungkinkan penggunanya untuk menyusun suatu rangkaian pekerjaan tertentu. Rangkaian perintah tersebut akan dijalankan sekaligus oleh perangkat lunak saat macro dijalankan. Fasilitas macro berguna untuk memudahkan pengguna dalam melakukan langkah-langkah yang berurutan dan berulang-ulang. Celakanya, fasilitas ini akhirnya disalahgunakan oleh tangan-tangan jahil untuk membuat macro yang berisi perintah-perintah penularan dan bahkan perusakan!
Jenis virus macro yang terkenal adalah virus WordMacro yang khusus dibuat untuk menginfeksi file data dari perangkat lunak pengolah kata Microsoft Word (berekstensi .DOC). Virus jenis ini memiliki hingga ribuan varian dengan aneka macam jenis gangguan. Mulai dari yang hanya menampilkan pesan pada waktu-waktu tertentu, hingga melakukan perusakan pada file. Virus WordMacro tergolong memiliki varian paling banyak karena kode-kodenya yang mudah untuk dimodifikasi. Disamping itu, mempelajari macro pada MS Word tidaklah sesulit mempelajari bahasa Assembly atau C (bahasa pemrograman yang sering digunakan untuk membuat program virus).
Menghindari Ancaman Virus
Sebagai pengguna komputer, ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk menghindari sistem kita dari ancaman virus maupun akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya:
Pasang Anti Virus pada sistem komputer.
Sebagai perlindungan di garis depan, penggunaan anti virus adalah wajib. Ada banyak anti virus yang beredar di pasaran saat ini. Beberapa yang cukup handal diantaranya adalah McAfree VirusScan (www.mcafee.com) dan Norton Anti Virus (www.symantec.com).
Update database program anti virus secara teratur.
Ratusan virus baru muncul setiap bulannya. Usahakan untuk selalu meng-update database dari program anti virus yang anda gunakan. Database terbaru dapat dilihat pada website perusahaan pembuat program anti virus yang anda gunakan.
Berhati-hati sebelum menjalankan file baru.
Lakukan scanning terlebih dahulu dengan anti virus sebelum menjalankan sebuah file yang didapat dari mendownload di internet atau menyalin dari orang lain. Apabila anda biasa menggunakan sarana e-mail, berhati-hatilah setiap menerima attachment dalam bentuk file executable. Waspadai file-file yang berekstensi: *.COM, *.EXE, *.VBS, *.SCR, *.VB. Jangan terkecoh untuk langsung membukanya sebelum melakukan scanning dengan software anti virus.
Curigai apabila terjadi keanehan pada sistem komputer.
Menurunnya performa sistem secara drastis, khususnya saat melakukan operasi pembacaan/penulisan file di disk, serta munculnya masalah pada software saat dioperasikan bisa jadi merupakan indikasi bahwa sistem telah terinfeksi oleh virus.
Backup data secara teratur.
Tips ini mungkin tidak secara langsung menyelamatkan data kita dari ancaman virus, namun demikian akan sangat berguna apabila suatu saat virus betul-betul menyerang dan merusak data di komputer yang anda gunakan. Setidaknya dalam kondisi tersebut, kita tidak akan kehilangan seluruh data yang telah dibackup sebelumnya.
Sumber: IlmuKomputer.Com
Kamis, 03 September 2009
Tips 'n Triks: Menulis Rumus-rumus Matematika di Ms. Word
Adek-adek... apakah kalian pernah mengalami kebingungan untuk menulis rumus matematika pada Microsoft Word (Ms. Word)? Bingung bagaimana cara menulis Akar Pangkat, Zigma, Kuadrat, Bilangan Pecahan, dan lain lain sebagainya? Tenang aja caranya mudah kok, perhatikan langkah-langkah di bawah ini ya?
1. Pertama tentu saja membuka program Microsoft Word terlebih dahulu,
2. Kemudian setelah program terbuka, klik menu Insert lalu klik Object,
3. Maka nanti akan muncul jendela Opsi Object, pada object type kamu pilih yang bertuliskan Microsoft Equation 3.0, kemudian klik OK
4. setelah kamu klik opsi Equation 3.0, nanti akan masuk ke jendela kerja Equation 3.0, tempat dimana kamu dapat menulis rumus-rumus Matematika
5. Untuk mengoperasikannya, kamu tinggal klik saja salah satu format rumus yang kamu perlukan. Sebagai contoh kita gunakan saja format bilangan pecahan: caranya dengan kamu klik icon format pecahan seperti gambar di bawah ini
nanti akan muncul icon-icon di bawahnya, kemudian klik lagi bawahnya,
maka gambar kursor yang tadinya
menjadi seperti ini
jika sudah seperti itu, kamu tinggal masukkan angka bagian atas dan bagian bawahnya saja, misalnya seperti ini
jika sudah selesai membuat rumus matematika, untuk keluar dari jendela kerja Microsoft equation, tinggal tekan tombol Esc pada keyboard mu di pojok kanan atas.
Gampang kan caranya?!?
Jika kamu ingin membuat model penulisan rumus matematika yang lain, kamu tinggal pilih saja icon yang sesuai dengan yang kamu butuhkan.
Selamat Mencoba...
Taken From: belajar-komputer-mu.com
1. Pertama tentu saja membuka program Microsoft Word terlebih dahulu,
2. Kemudian setelah program terbuka, klik menu Insert lalu klik Object,
3. Maka nanti akan muncul jendela Opsi Object, pada object type kamu pilih yang bertuliskan Microsoft Equation 3.0, kemudian klik OK
4. setelah kamu klik opsi Equation 3.0, nanti akan masuk ke jendela kerja Equation 3.0, tempat dimana kamu dapat menulis rumus-rumus Matematika
5. Untuk mengoperasikannya, kamu tinggal klik saja salah satu format rumus yang kamu perlukan. Sebagai contoh kita gunakan saja format bilangan pecahan: caranya dengan kamu klik icon format pecahan seperti gambar di bawah ini
nanti akan muncul icon-icon di bawahnya, kemudian klik lagi bawahnya,
maka gambar kursor yang tadinya
menjadi seperti ini
jika sudah seperti itu, kamu tinggal masukkan angka bagian atas dan bagian bawahnya saja, misalnya seperti ini
jika sudah selesai membuat rumus matematika, untuk keluar dari jendela kerja Microsoft equation, tinggal tekan tombol Esc pada keyboard mu di pojok kanan atas.
Gampang kan caranya?!?
Jika kamu ingin membuat model penulisan rumus matematika yang lain, kamu tinggal pilih saja icon yang sesuai dengan yang kamu butuhkan.
Selamat Mencoba...
Taken From: belajar-komputer-mu.com
Cara Mengajarkan Membaca dengan Efektif
Kita harus percaya bahwa anak-anak memiliki kemampuan belajar yang tidak tertandingi, karena banyak bukti sudah kita lihat dalam kehidupan sehari-hari mereka bisa menghafal iklan, nyeletuk ketika kita berbicara dengan orang lain, dan menyerap kata-kata yang kita ucapkan.
Dalam bukunya 'How to Teach Your Baby to Read', Glen Doman mengatakan bahwa pada dasarnya kemampuan anak khususnya balita sangat luar biasa. Bahkan, kata Doman, otak anak yang separuhnya sudah dilakukan pembedahan Hemispherectomy (membuang separuh fisik otaknya) bisa punya kemampuan sama dengan anak yang otaknya utuh dan normal.
Sebetulnya, dalam metode Doman, mengajar membaca pada anak balita itu mudah dan sederhana. Hanya saja, saking mudah dan sederhana itulah kita justeru seringkali mengabaikan, menunda, serta menyepelekannya, sehingga akhirnya waktu terlewat dan semua sudah terlambat.
Mudah dan sederhana, namun bukan berarti bisa "seenaknya". Ada hal-hal perlu dilakukan dan penting dilakoni, yang tentu agar tujuan mengajari membaca pada anak-anak tercapai dengan hasil memuaskan.
Apa yang Boleh?
- Jangan membuat anak menjadi bosan dengan maju terlalu cepat, maju terlalu lambat, serta terlalu sering memberi tes
- Jangan memaksa anak, apapun bentuknya
- Jangan tegang, sehingga Anda lebih baik menunda jika suasana tidak mendukung, baik pada Anda maupun si anak
- Jangan dulu mengajarinya abjad, namun ajari ia kata-kata
Yang Harus?
- Bergembiralah dan buat suasana hati anak senang dan nyaman menerima "pelajaran" dari Anda
- Selalu ciptakan cara baru. Ingat, bagaimanapun jeleknya cara Anda mengajar, hampir bisa dipastikan bahwa ia akan belajar lebih banyak daripada tidak diajarkan sama sekali.
Metode Glen Doman (Tahap I)
Sebaiknya tunda dulu mengajarkan anak Anda tentang huruf, karena unsur terkecil dari sebuah bahasa adalah kata, bukan huruf.
Bentuk kata adalah kongkrit, sedangkan huruf adalah abstrak. Sementara, mengajar anak akan lebih mudah pada hal-hal yang kongkrit, bukan hal-hal abstrak yang membuatnya berpikir terlalu dalam atas apapun yang Anda ajarkan.
Salah satu cara mudah dan sederhana mengajarkan anak membaca melalui pengenalan kata adalah dengan menggunakan Metode Glen Doman. Simak langkahnya berikut ini;
1. Buat 15 kata dibagi dalam 3 set kategori berbentuk kartu dari karton dan spidol. Masing-masing terdiri Set Kategori A, Set Kategori B dan Set Kategori C yang berbeda
2. Contoh, gunakan tema nama-nama dalam anggota keluarga di Set A (ayah, ibu, tante, kakek, nenek), nama buah di Set B (apel, pisang, jambu, jeruk, durian), dan nama hewan di Set C (ayam, itik, angsa, ikan, kuda)
3. Ambil satu kartu yang paling depan/tumpukan karton pertama di Set A, sebutkan (bacakan) dan ajak anak menirukannya.
-ingat, tak perlu jelaskan artinya tentang apa yang dibaca oleh si anak
-tak lebih dari satu detik, ambil kartu dari belakang dan lakukan seperti yang pertama
-perhatikan wajah anak ketika menyebutkan kata, amati kata yang disukainya dan yang tidak
-jangan minta anak mengulang kata-kata yang kita bacakan tadi
-setelah membaca lima kata, stop pelajaran ini. Peluk anak Anda dan puji dia dengan menunjukkan Anda bangga atas apa yang dilakukannya
4. Di hari pertama pelajaran, lakukan untuk Set A sebanyak tiga kali (3x)
5. Hari kedua lakukan Set A = 3x, Set B = 3x
6. Hari ketiga Set A = 3x, Set B = 3x, dan Set C = 3x
7. Hari keempat sampai dengan keenam sama seperti hari ketiga
-setiap kata dibaca maksimal antara 15 - 25 kali. Setelah sebanyak itu, kata harus diganti. Caranya, setelah hari keenam ambil 1 kata dari setiap Set dan gantilah dengan sebuah kata baru
-setiap satu Set yang Anda bacakan selesai lansung diacak, hal ini supaya anak tidak bisa menebak urutan kata
-jangan pernah mengulang kata yang sudah Anda bacakan, sehingga tidak salah Anda menandai tiap kata yang sudah Anda bacakan dengan pensil. Tanda ini juga bisa dijadikan patokan sudah berapa kali kata ini kita bacakan
Sumber: garduguru.blogspot.com
Mengenal Pendidikan di Jepang
Pesatnya perkembangan teknologi dan industri di negeri matahari terbit, sudah tak bisa disangkal lagi. Berbagai negara berdatangan hendak mencontoh kesuksesan sistem pendidikan yang selama ini dikembangkan di negeri ini. Catatan performa para siswa Jepang terutama dalam bidang matematika dan ilmu alam selama dua dekade terakhir senantiasa menjadi tolok ukur kesuksesan itu.
Namun sebetulnya dibalik kesuksesan itu, Jepang sendiri sempat mengalami kekurangpuasan dengan sistem pendidikan yang mereka miliki, khususnya antara tahun 1980an sampai sekitar tahun 1990an. Akibatnya, kementrian pendidikan berupaya melakukan serangkaian reformasi yang berpengaruh pada kebijakan-kebijakan pendidikan yang berkembang saat ini. Meski begitu, kebijakan-kebijakan atas reformasi itu sendiri masih sering menjadi bahan perdebatan di kalangan para stakeholder dan pemerhati pendidikan.
Menurut catatan Christopher Bjork dan Ryoko Tsuneyoshi, berbagai penelitian yang dipublikasi selama periode dua dekade dari abad ke 20 banyak mengetengahkan isu komparatif guna mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem pendidikan di Jepang dibanding dengan negara-negara yang lain. Hasilnya secara umum hanya menggarisbawahi aspek-aspek yang unggul dari sistem pendidikan tersebut, misalnya dasar yang kuat yang ditanam pada para siswa untuk bidang studi matematika dan ilmu pasti, komitmen masyarakat yang kuat pada keunggulan akademik, keselarasan hubungan antara pengajar dan peserta didik, serta budaya pengajaran yang sarat perencanaan dan implementasi yang matang.
Seiring dengan melimpahnya kekaguman berbagai bangsa luar, termasuk Indonesia atas sistem yang dikembangkan tersebut berbagai perdebatan seputar hakikat dan tujuan sistem itu beserta dampak-dampak yang ditimbulkannya mewarnai dinamika pendidikan di negara ini.
Perdebatan ini banyak terjadi antara mereka yang tamat dari sekolah-sekolah dalam negeri dan mereka yang tamat dari luar negara. Selain itu, selama bertahun-tahun sistem pendidikan di negeri sakura ini dinilai terlalu kaku dalam mengaplikasikan ujian masuk bagi para calon siswa baru serta semata-mata menekankan kemampuan ingatan terhadap fakta-fakta yang ada.
Fenomena inilah yang kemudian menggugah kementrian pendidikan, budaya, olahraga, ilmu pengetahuan serta teknologi (MEXT) untuk memelopori “Yutori Kyoiku”, suatu reformasi pendidikan guna meredam intensitas tersebut.
Namun demikian, aplikasi pada reformasi ini bukannya membuat perdebatan reda, tetapi justru menyulut berbagai percikan kritikan baru. Di satu pihak, ada yang berupaya mengembalikan sistem pendidikan Jepang pada agenda awal dengan mengembalikan fungsi kurikulum secara penuh. Di lain pihak ada yang bersikukuh mendorong Jepang makin meningkatkan standar akademik, seiring dengan pengembangan program “Super Science” untuk siswa-siswi sekolah lanjutan atas, yang notebene untuk mereka dengan kemampuan di atas rata-rata.
Kecenderungan sosial akademik ini tidak bisa dibendung dan sejumlah sekolah lokal mengembangkan kebijakan orientasi pada pasar (market-oriented policies) seperti misalnya berlomba-lomba untuk menjadi sekolah pilihan.
Berbagai perdebatan yang muncul tersebut seakan-akan mempertanyakan sistem pendidikan yang sedang berkembang di Jepang saat itu, bahkan ada beberapa dari mereka berpendapat bahwa sistem pendidikan Jepang saat itu ada dalam suatu titik genting. Di tengah-tengah tantangan untuk mengurangi beban tekanan akademis bagi para siswa, pengembangan motivasi belajar, kemampuan berpikir kritis ada sejalan dengan upaya untuk membekali para siswa pada kemampuan-kemampuan akademik dasar.
Para pendidik pun disibukkan untuk menggali berbagai pendekatan yang sekiranya tidak hanya bisa menjawab pertanyaan para stakeholder tersebut, namun juga bisa tetap berada pada jalur kurikulum yang telah mereka sepakati.
Perkembangan dalam sistem pendidikan Jepang modern, yang sebetulnya sudah dimulai semenjak akhir Perang Dunia II membawa berbagai dampak dalam kehidupan masyarakatnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi negara ini, memungkinkan hampir seratus persen warganya bisa mengenyam pendidikan dasar dan tercatat 90 persen dari orang muda Jepang berkesempatan melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang pendidikan menengah atas.
Disinilah fenomena ujian masuk menjadi suatu mekanisme utama guna menyalurkan para siswa muda tersebut. Namun karena tidak semua siswa berhasil, baik itu berhasil menjadi siswa dari sekolah yang mereka impikan atau bahkan berhasil untuk lulus ujian masuk sekalipun, maka “Yutori Kyoiku” mulai dicetuskan terlebih guna membuat para siswa lebih rileks menjalani proses pembelajaran yang selama ini mereka alami.
Kemudian kurikulum 2002 disahkan menjadi kurikulum nasional yang telah direvisi dari kurikulum sebelumnya serta disesuaikan dengan semangat “Yutori Kyoiku”. Muatan pada kurikulum itu sendiri dikurangi hingga 30 persen. Ini berpengaruh pada jumlah jam tatap muka guru dan siswa, termasuk untuk bidang studi matematika dan IPA dari 175 jam di tahun 1977 menjadi 150 jam di tahun 1998. Kebijakan ini selanjutnya mempengaruhi juga hari efektif sekolah yang berkurang dari 6 hari menjadi 5 hari.
“Yutori Kyouiku” juga memberi kesempatan bagi siswa kelas 3 sekolah dasar sampai dengan kelas 12 sekolah lanjutan untuk mengalami proses belajar di luar kelas, melalui program yang dikenal sebagai program terpadu (sogotekina gakushu). Tujuan utama program ini memberi kesempatan para siswa untuk belajar mandiri serta berpikir kritis.
Nilai hasil belajar tinggi yang mereka peroleh di kelas akan menjadi mubazir apabila mereka tidak bisa menterjemahkannya dalam lingkungan sosial mereka sehari-hari. Oleh sebab itu, atas kerjasama dengan pemerintah, sekolah dan dengan berbagai perusahan serta lembaga setempat, anak-anak sekolah dalam waktu-waktu tertentu dilibatkan dalam proses produksi suatu usaha atau layanan jasa. Melalui keterlibatan tersebut, siswa diminta untuk melakukan observasi dan terbuka dengan berbagai pertanyaan kritis. Hasil penelitian itu selanjutnya akan mereka catat dan presentasikan sebagai kesimpulan dari proses belajar.
Poin yang ingin digarisbawahi melalui program ini, bahwa proses belajar tidak hanya terbatas dalam lingkup sekolah saja. Memang sekolah diakui sebagai tempat pertama pengembangan aspek kognitif siswa, namun lingkungan di luar sekolah pun sama pentingnya, terutama sebagai ajang pembelajaran dan pengembangan aspek psikomotorik serta afektif mereka. Kesinambungan antar semua proses belajar ini akan membawa para siswa untuk memiliki “kemampuan baru” dan hal ini oleh kementrian pendidikan dijadikan batu pijakan reformasinya menuju suatu visi pendidikan ke depan.
Prinsip ini berusaha menjawab permasalahan yang dikritik sebelumnya tentang superioritas sekolah yang terlalu besar serta kaku. Sebelumnya pendekatan tradisional sekolah inilah yang disinyalir membuat para siswa pasif dengan lebih menekankan kemampuan siswa untuk mengingat fakta daripada membimbing mereka untuk berpikir serta berkreasi.
Apakah reformasi pendidikan di negeri asal Mushashi ini bisa berlangsung dengan lancar? Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa berbagai perdebatan sengit muncul seiring dengan diterapkannya kebijakan baru ini. Beberapa pihak mengkritik hasil ujian Matematika dan Ilmu Alam menurun sejak dibuatnya program yang membuat siswa lebih rileks dalam menjalani proses pendidikannya dan ini dinilai sebagai suatu kemunduran. Namun MEXT sendiri menanggapi bahwa fenomena hasil itu bukanlah suatu kemunduran tapi refleksi terhadap suatu proses.
Lebih lanjut beberapa ahli yang mendukung ide pendidikan liberal, berpendapat bahwa perdebatan terhadap krisis pendidikan adalah suatu reaksi kegelisahan sementara, yang secara kebetulan disulut oleh munculnya berbagai kesulitan dan stagnasi ekonomi global saat ini. Selain itu munculnya rasa kurang percaya diri mereka pada sistem politik national dan kekawatiran terhadap moral anak muda Jepang juga menjadi tren berbagai masalah sosial belakangan ini. Oleh karena itu, sekolah sangat diharapkan mampu mengembangkan pola berpikir kritis ini, yang dalam prakteknya tidak dipisahkan dari proses belajar secara keseluruhan itu sendiri.
Para pengajar dan orang tua pun mengalami dampak langsung dari aplikasi “Yutori Kyoiku” ini. Banyak staf pengajar juga awalnya cukup kelimpungan dengan sistem baru ini. Selain karena sistem ini seakan memutarbalikkan haluan yang selama ini sudah mereka telusuri secara nyaman, tuntutan pengembangan pola berpikir kritis menjadi tugas baru yang besar, di luar tugas utama mereka untuk tetap menjadikan para siswanya mahir dalam kemampuan pendidikan dasar.
Namun sebagian besar dari para pengajar ini mensyukuri kehadiran sistem baru ini beserta metode terpadunya karena mereka melihat para murid menjadi lebih termotivasi dengan apa yang ingin mereka tekuni. Lebih lanjut, para pengajar pun punya kesempatan lebih luas untuk mendalami konsep-konsep mengajar dengan adanya pengurangan waktu tatap muka tersebut.
Lalu bagaimana dengan pandangan orang tua? Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan MEXT pada tahun 2003, diketahui bahwa hanya sebagian dari orang tua yang menyadari keberadaan sistem yang baru ini, namun kebanyakan dari mereka belum mengenal baik spesifikasi pada reformasi sistem ini. Mungkin hanya sekitar 20 persen dari mereka yang sudah mencermati dan mengerti sampai pada tujuan diterapkannya sistem ini. Akan tetapi bagi para orang tua yang memiliki tingkat mobilitas tinggi, keberadaan sistem ini akan membuat mereka lebih nyaman untuk membawa serta anak-anak ke tempat mereka bertugas, karena tuntuntan sekolah setempat tidak lagi seketat dan sekaku sebelumnya.
Akhir kata, sistem pendidikan Jepang modern yang dimulai setelah perang dunia II ini memang dirancang untuk sebuah negara dengan perkembangan modernisme yang tinggi. Selama ini sistem pendidikan di Jepang dianggap sukses dan efesien dalam mengajarkan para siswanya dan menjadikan mereka berprestasi, namun semua itu ternyata belum cukup. MEXT dan para ahli pendidikan jaman ini menegaskan apabila pendidikan hanya ditekankan guna menyiapkan siswanya untuk duduk pada ujian masuk, ditambah dengan beban sejumlah besar muatan kurikulumnya akan menumpulkan minat belajar mereka. Untuk menjawab tantangan ini, berbagai upaya guna penerapan pola berpikir kritis, aplikasi pengetahuan pada kehidupan nyata serta metode “hands-on learning” menjadi tren yang baru di negeri ini.
Di balik semua itu apa hikmah yang bisa kita ambil buat sistem pendidikan di negara kita? Memang sistem pendidikan di negara kita mungkin tidak sekaku apa yang terjadi di Jepang, tapi bagaimana dengan konsistensi, efisiensi dan efektifitas dari proses itu sendiri? Ini tidak hanya menjadi pekerjaan rumah bagi para penulis kebijakan, tapi juga semua aspek termasuk guru dan orang tua siswa. Walau lain lubuk memang lain belalangnya, namun semoga informasi ini bisa menggugah semua pihak yang berkecimpung atau tertarik dengan sistem pendidikan nasional Indonesia.
Oleh: Christianus I Wayan Eka, MA, asisten pengajar pada Faculty of Policy Studies and Faculty of Information Sciences and Engineering, Nanzan University, Japan.
Sumber: Kompas.com
Mencontek Virus bagi Anak
Banyak anak yang tergiur untuk mencontek meskipun hanya sekali. Beberapa anak setelah mencontek sekali merasa bersalah dan tidak mengulanginya lagi, sementara beberapa anak yang lain bisa ketagihan dan merasa hal ini sangat berguna. Sayangnya, beberapa anak yang sudah mulai mencontek susah untuk berhenti.
Beberapa anak mencontek karena anak-anak tersebut terlalu sibuk atau malas, jadi anak-anak ingin mendapatkan nilai yang bagus tanpa menghabiskan banyak waktu untuk belajar. Beberapa anak yang lain mungkin merasakan tidak bisa melewati ujian tanpa mencontek, tapi tetap saja mencontek bukanlah ide yang bagus.
Jika anak sakit atau ada keperluan dimalam sebelumnya sehingga tidak sempat belajar, maka sebaiknya dibicarakan dengan sang guru. Namun, jika anak tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar karena aktivitas yang banyak, sebaiknya orang tua mulai memilih mana aktivitas yang penting dan mana yang bisa ditinggalkan terlebih dahulu.
Anak-anak yang mencontek akan takut jika tertangkap oleh gurunya. Meskipun tertangkap atau tidak, anak-anak ini mungkin akan merasa bersalah, malu atau serba salah. Walaupun merasa baik-baik saja atau tidak tertangkap basah, tapi bukan berarti semuanya baik-baik saja.
Anak yang ketahuan mencontek, akan membuat kecewa orang-orang disekitarnya seperti orang tua dan gurunya. Orang tua biasanya akan khawatir bahwa sang anak nantinya tidak akan bisa menjadi orang yang jujur.
"Selalu mengecewakan ketika mengetahui ada anak yang mencontek karena itu berarti sang anak tidak percaya dengan dirinya sendiri dan lebih memilih mempercayai orang lain," ujar Karen McCalley, seorang guru bahasa inggris di New Jersey, seperti dikutip oleh Kidshealth, Selasa (18/8/2009).
Anak yang terbiasa mencontek merupakan salah satu jalan untuk mengajarkannya menjadi orang yang tidak jujur. Terdapat banyak alasan mengapa anak ada yang tidak mencontek, tapi hampir kebanyakan anak pernah mencontek.
Mencontek bisa menjadi suatu kebiasaan yang buruk, sebaiknya bicarakan dengan anak masalah apa yang menyebabkan anak menjadi suka mencontek. Jika memang akibat terlalu banyaknya kegiatan yang diikutinya sehingga membuat dirinya tidak punya waktu untuk belajar, maka mulailah menguranginya atau bisa juga dengan memberikan les pribadi pada mata pelajaran yang memang kurang dikuasai oleh sang anak.
Pilihlah mainan yang mengutamakan keadilan dan mengharuskan pemainnya untuk jujur sehingga bisa membantu anak terbebas dari kebiasaan mencontek dan pasti akan membuatnya bangga.
Jadi, mulailah untuk mengajarkan anak Anda berlaku jujur yang bisa dimulai dengan tidak mencontek di sekolah. Karena anak akan memiliki kebanggan tersendiri dengan apa yang telah dilakukannya.
Sumber: Detikhealth.com
Siswa Kurus Bisa Jadi Dia Cerdas
Anda memiliki anak yang kurus? Jangan khawatir, mungkin bentuk tubuh anak itu akibat otaknya yang cerdas. Sebuah penelitian mengungkapkannya.
Sebuah penelitian di Spanyol menyebutkan bahwa salah satu penyebab anak kurang pintar adalah karena kegemukan, seperti yang detikhot kutip dari health24, Jumat (14/8/2009).
Penelitian yang melibatkan sekitar 400 anak laki-laki dan perempuan berumur empat tahun ini dilakukan di Pusat Penelitian Epidemi Lingkungan di Barcelona, Spanyol.
Penelitian ini dilakukan menggunakan tes standar fungsi kognitif untuk menentukan kemampuan berhitung, mengingat serta sensor motorik dan sensorik anak. Sedangkan gemuk atau kurusnya seorang anak, ditentukan dari indeks massa tubuh dari masing-masing anak.
Pada saat anak-anak tersebut memasuki umur enam tahun, Peneliti menemukan bahwa 17 persen anak beresiko menjadi kegemukan dan 12 persen lainnya mengalami kegemukan. Namun, anak yang memiliki daya fikir dan keterampilan tinggi pada usia empat tahun sulit untuk mempertahankan berat yang kurang sehat pada masa dua tahun ke depan
Ketika anak menjadi gemuk pada usia enam tahun, secara general daya fikir dan keterampilannya menurun dibandingkan saat usianya empat tahun. Ada banyak penyebab anak menjadi kegemukan, yakni jenis kelamin, berat saat lahir, karakteristik dari ibunya, jumlah saudara kandung dan diet.
Sumber: Detik.com
Revolusi Pendidikan Kunci Mengembangkan Indonesia
JAKARTA, KOMPAS.com. Tanpa revolusi dunia pendidikan, pembangunan manusia Indonesia yang adil dan beradab menuju kehancuran. Demikian hal itu terungkap dalam Diskusi Meja Bundar bertopik ”Pangan, Pendidikan, dan Penegakan Hukum” yang diselenggarakan Asosiasi Profesor Indonesia, kemarin (27/8).
Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof Mohammad Surya, selaku pembicara, mengatakan bahwa perlu perubahan cara pandang terhadap pendidikan.
”Pendidikan yang cenderung intelektual-elitis perlu bergeser menjadi populis-egalitarian. Pendidikan yang dipandang komoditas harus berubah menjadi pelayanan publik. Model birokratisasi pendidikan perlu berubah menjadi pemberdayaan,” ujarnya.
Konsekuensinya adalah pemerintah dituntut mempunyai komitmen kuat yang dibuktikan antara lain melalui anggaran.
Sementara itu, pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan, perlu revolusi cara berpikir tentang pendidikan. ”Pendidikan kelautan, pertanian, kehutanan, dan perkebunan seharusnya mendapat perhatian serius. Ironis kalau Indonesia harus mengimpor beras,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, dalam kebijakan pendidikan, pemerintah berpegang pada Undang-Undang Dasar 1945. Sejauh ini akses terhadap pendidikan dasar dinilai sudah memadai.
”Permasalahan masih terjadi pada kelompok khusus, seperti anak jalanan, daerah terpencil, dan anak dengan masalah sosial yang persentasenya sekitar 4 persen,” ujarnya. Tantangan terbesar ialah peningkatan mutu pendidikan. Hal itu terutama penyediaan tenaga guru berkualitas dan profesional. Persoalan lain adalah angka partisipasi di sekolah menengah dan pendidikan tinggi yang masih rendah.
Sumber: garduguru.blogspot.com
Rabu, 02 September 2009
Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un...
Segenap Pengelola dan Pengajar Bimbingan Belajar dan Komputer "STUDY INTENSIVE PLUS" (BBK-SIP) Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo bersimpati yang sedalam-dalamnya atas musibah gempa yang terjadi di Tasikmalaya dan sekitarnya, Rabu (2/9) lalu.
Semoga saudara-saudara yang tertimpa musibah diberi ketabahan dalam menjalani cobaan ini dan bisa mengambil hikmah atas kejadian tersebut. Aamiin Yaa Rabbal 'Aalamin.....
Sumber Foto-foto: http://regional.kompas.com
Semoga saudara-saudara yang tertimpa musibah diberi ketabahan dalam menjalani cobaan ini dan bisa mengambil hikmah atas kejadian tersebut. Aamiin Yaa Rabbal 'Aalamin.....
Sumber Foto-foto: http://regional.kompas.com
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Jakarta. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi telah membawa dampak positif pada perkembangan kehidupan masyarakat. ...
-
Dalam sebuah wawancara di sebuah stasiun televisi swasta nasional, Sabtu (18/6), Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh ...
-
Meski kedua kakinya buntung dan kedua telapak tangannya tak sempurna, namun Dewi Sudarmi (6), siswi klas 1 SDN Kertagenah Laok 3 itu bercita...