Senin, 10 November 2008

Lembaga Bimbel Melengkapi Pembelajaran di Sekolah


Kadang tidak habis untuk difikir, banyak orangtua merasa sangat perlu memasukkan anaknya ke lembaga bimbingan belajar (bimbel). Apakah materi dan metode pembelajaran di sekolah itu kurang? Lebih mengherankan lagi, ada sekolah yang resmi memanfaatkan lembaga bimbel untuk ‘mengajar’ anak didiknya. Apakah kualitas para guru memang teramat jauh dari memuaskan? Fungsi lembaga bimbel yang keberadaannya terus marak –hilang dan tumbuh berganti- hingga saat ini, tentu tidak bisa disamakan dengan sekolah. Meski peserta bimbel adalah anak didik sekolah dan materi yang diajarkan di bimbel juga mata pelajaran di sekolah. Kehadiran lembaga bimbel, sedari awal memang untuk mendukung dan melengkapi program pembelajaran di sekolah. Lebih khusus, lembaga bimbel memang memfokuskan diri pada pembekalan siswa –baik SD, SMP, dan SMA- dalam menghadapi berbagai model ujian. Mulai dari ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah, ujian akhir, ujian nasional, hingga ujian masuk ke perguruan tinggi. Dengan fokus pembelajaran di lembaga bimbel seperti ini, porsi latihan mengenal dan menyelesaian soal ujian lebih banyak dibanding penyampaian teori. Sesama lembaga bimbel pun akhirnya dituntut untuk lebih kreatif dalam merancang metodenya. Semakin sederhana dan mudah metode itu, pastinya membuat siswa lebih tertarik dan memahami. Berikut penuturan Kepala Bimbel Ganesha Operation (GO) Cabang Malang ini kepada Mas Bukhin dan fotografer Hayu Yudha Prabawa dari KORAN PENDIDIKAN. Kurikulum pendidikan yang digunakan oleh sekolah itu terus berganti dan dibenahi. Ini berarti materi dan metode pembelajaran bagi siswa itu harusnya lebih bagus dan lengkap. Tetapi kenapa masih banyak siswa yang merasa perlu untuk mendapat pelajaran tambahan dengan masuk ke lembaga bimbel? Harus dipahami bahwa fokus pembelajaran di lembaga bimbel itu untuk membekali dan mempersiapkan siswa dalam menghadapi ujian sekolah. Fungsi ini saya pikir sudah amat dipahami baik oleh orangtua maupun siswa, sehingga mereka tahu betul apa yang bisa didapat dengan mengikuti bimbel. Dari fungsi ini, lembaga bimbel itu sejatinya memegang peran sebagai pendukung dan pelengkap dari sekolah. Materi dan metode pembelajaran yang diberikan amat berbeda dengan di sekolah. Apakah ini tidak semakin merendahkan kemampuan guru di sekolah? Apakah guru di sekolah memang tidak mampu membekali dan menyiapkan siswanya menghadapi ujian? Bagi saya, ini tidak ada kaitannya dengan ketidakmampuan guru. Saya melihat bila guru memang tidak cukup banyak waktu untuk memberikan pembekalan ini. Perubahan kurikulum yang sering terjadi beberapa tahun terakhir -termasuk juga gonta ganti buku pelajaran- seringkali masih gagap ditanggapi oleh para guru. Banyak pula guru yang masih bingung menyusun pola dan metode pembelajaran seperti apa yang efektif bagi siswa. Penyesuaian pada kurikulum serta tumpukan kerja administratif sebagai guru itu yang saya lihat. membuat guru tidak cukup waktu dalam memberikan bekal khusus bagi siswanya untuk menghadapi ujian. Dari siswa sendiri, apakah mereka juga tidak punya cukup waktu untuk belajar sendiri dan lebih kreatif dalam mengembangkan bahan ajar? Ya, siswa sekarang itu rasanya kok memiliki beban belajar yang makin tinggi. Perubahan kurikulum membuat tugas-tugas mandiri bagi siswa itu lebih banyak. Setelah belajar seharian penuh di sekolah, di rumah masih dibebani dengan tugas tambahan yang setiap hari itu ada. Namun tentu beban belajar ini dalam konteks memenuhi target kurikulum yang sudah ditetapkan dan disusun oleh sekolah. Dan dalam kondisi seperti ini lembaga bimbel mengambil celah dengan memberikan fokus pembelajaran bagi siswa untuk bisa sukses menghadapi ujian? Benar, hakikat dari lembaga bimbel memang seperti itu. Makanya di lembaga bimbel, porsi pengenalan dan latihan menyelesaikan soal ujian itu lebih banyak dibandingkan teori. Di samping, lembaga bimbel juga menawarkan metode-metode penyelesaian soal yang lebih kreatif, sederhana, singkat, dan lebih mudah dipahami oleh siswa. Kalau di GO, kami menyebutnya metode ‘The King’. Apakah tips dan trik yang menjadi ‘nilai jual’ dari lembaga bimbel ini tetap mengacu pada kurikulum. Atau katakanlah itu tidak jauh berbeda atau bahkan sampai menyalahkan metode yang dipakai oleh guru di sekolah? Oh tidak. Rumus cepat yang diterapkan lembaga bimbel itu selalu didasarkan dari metode yang digunakan guru di sekolah. Melalui satu metode dari orang-orang yang kapabel di setiap bidang pelajaran, rumus itu dibuat menjadi lebih sederhana agar lebih mudah dipahami siswa. Sampai hari ini kami belum pernah ada komplain dari guru soal metode The King ini. Malah guru merasa dapat pengayaan dan hal baru untuk bisa dibagi dengan siswa. Ya salah satu ukurannya, banyak guru tidak alergi dan membeli buku terbitan kami sebagai referensi. Guru di sekolah, sebenarnya sudah terbiasa menyusun soal-soal ulangan untuk siswa. Tetapi menurut anda, disamping faktor tips dan trik, kenapa siswa tetap lebih tertarik untuk belajar soal-soal dari lembaga bimbel? Saya berani bilang kalau soal-soal yang disusun oleh guru, khususnya soal untuk menghadapi ujian nasional bahkan ujian masuk ke perguruan tinggi, itu lemah di kualitasnya. Sering saya temukan banyak kesalahan pada soalnya, ini kan menunjukkan ada kelemahan di editing. Dari sini bisa dijelaskan bahwa menyusun soal itu tidak bisa main-main, guru harus serius mempertimbangkan kurikulum serta punya sedikit prediksi kira-kira soal seperti apa yang nanti keluar. Ini saja cukup menyita waktu, tenaga dan biaya dari guru. Sementara tidak ada tambahan kesejahteraan misalnya bagi guru. Kalau misalnya guru diberikan wewenang khusus dan dibiayai untuk membuat soal khusus ujian nasional, saya yakin mereka bisa. Kalau dari pengalaman anda di GO, bagaimana alur dan proses dalam perumusan soal-soal itu? Saya saja, baru diberikan wewenang untuk membuat soal Matematika, itu setelah 20 tahun mengajar di GO. Setiap hari, saya harus bisa menyusun soal-soal baru yang sesuai dengan kurikulum serta diprediksikan akan keluar pada ujian mendatang. Dalam penyusunannya, dari jam 9 pagi hingga sore, maksimal saya hanya bisa membuat antara 20-30 soal. Itupun harus melalui proses editing oleh 3 pengajar sebelum diperbanyak untuk dibagikan kepada siswa. Ya, bisa anda bayangkan sendiri, menyusun soal di lembaga bimbel saja yang memang konsentrasinya di sana, ternyata bukan hal yang mudah. Apalagi bagi guru yang sudah banyak beban kerjanya itu. Terakhir, sebagai pengelola lembaga bimbel apa yang bisa anda sampaikan bagi para siswa menjelang ujian nasional mendatang? Paling penting, siswa jangan menganggap ujian nasional ataupun SPMB itu sebagai hal yang sulit. Ini penting agar tidak lebih dulu ada beban psikologis yang menganggu dalam pelaksanaannya nanti. Saya bisa bilang tidak sulit karena secara teoritis banyak strategi yang bisa digunakan untuk menyiasati agar bisa sukses. Tidak kalah penting juga siswa hendaknya banyak berlatih soal, bisa dengan ikut tray out dimanapun untuk mengukur kemampuan. Kalau secara mandiri, siswa bisa latihan dari soal-soal ujian tahun lalu, ya minimal tiga tahun lalu untuk bisa tahu karakter dari masing-masing soal. Saya pikir itu saja. (*) Biodata Nama : Drs Heri Hamsah Lahir : Blitar, 28 Januari 1961 Alamat : Talun, Blitar Pendidikan : SD Negeri Karangtengah I Blitar : SD Negeri A Yani I Banjarmasin : SMP Negeri A Yani Banjarmasin : SMA Negeri I Blitar : FMIPA UGM Yogyakarta Karir : Pengajar Bimbel Ganesha Operation Jakarta : Kepala Bimbel Ganesha Operation Cabang Yogyakarta : Kepala Bimbel Ganesha Operation Cabang Malang : Koordinator Mapel Matematika Bimbel Ganesha Operation se Indonesia Istri : Ide Sukesi Anak : Mirza Givari : Dafa Raihan : Virna Skanzah Revolusi Belajar ala Ganesha Operation Secara umum, cara siswa bisa menerima pelajaran (modalitas) pastinya berbeda. Ada yang mudah belajar secara visual (melihat), ada yang lebih sreg dengan metode auditorial (mendengar), namun ada pula yang lebih mengerti bila ada gerakan (kinestetik). Selain faktor modalitas, dominasi fungsi otak pada anak juga memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan belajar. Ada anak yang dominan otak kiri, sebaliknya ada yang dominan otak kanan. Otak kiri bertanggung jawab terhadap kemampuan verbal dan matematis, dan tergolong memori jangka pendek (short term memory). Proses berfikirnya bersifat logis, sistematis, dan analitis. Sedangkan otak kanan berurusan dengan irama, musik, warna, emosi, dan tergolong long term memory (memori jangka panjang). Berdasarkan pengetahuan tentang modalitas dan dominasi fungsi otak ini, Lembaga Bimbingan Belajar Ganesha Operation (GO) melakukan suatu terobosan metode yang disebut Revolusi Belajar. Teknik ini menyelaraskan program pembelajaran dengan cara kerja otak meliputi teknik mencatat, teknik mengingat, teknik mencatat, dan berfikir kreatif. Selain Revolusi Belajar, dengan bergabung di GO siswa akan memperoleh banyak fasilitas seperti; buku pelajaran, buku penghubung, assesment potensi akademik, rumus The King, konsultasi belajar, try out dan remedial, out bound, ruang belajar ber-AC, pengajar berkualitas, laporan kemajuan belajar, tes VAK, dan lainnya. Program bimbingan yang di buka GO mulai dari SD, SMP, dan SMA. (koranpendidikan.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar