Senin, 18 Januari 2010

Sistemiknya UN


Dampak nyata diberlakukannya UN sebenarnya justru pada pelaksanaan kurikulum yaitu pembelajaran di sekolah. Pembelajaran tidak lagi sebagai tuntutan kurikulum tetapi lebih mengarah pada tuntutan tercapainya nilai UN. Ini berarti pengingkaran terhadap kurikulum yang merupakan esensi dari pelaksanaan pendidikan.

Pembelajaran kontekstual (CTL, Contekstual Teaching and Learning) merupakan pendekatan pembelajaran yang paling disarankan dan sesuai dengan kurikulum yang kini berlaku yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (yang kemudian di-KTSP-kan). Dalam pembelajaran kontekstual terkandung pembelajaran yang berbasis life skill (general life skill). Selain itu pembelajaran ini juga mengisyaratkan bahwa pembelajaran harus ada keterkaitan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Banyak referensi berupa istilah (akronim) yang mengacu pada pembelajaran yang berbasis CTL. Yang sekarang ini lagi populer adalah istilah Paikem Gembrot (saya tidak mengerti mengapa istilah semacam ini dipakai oleh para pengembang). Paikem disini-kalau tidak salah-akronim dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kretif, Menarik. Yang pasti istilah ini dimaksudkan mengacu pada pembelajaran kontekstual.

Pembelajaran kontekstual lebih mementingkan proses daripada hasil. Ini sesuai dengan landasan berpikir konstruktivisme yang merupakan dasar filosofis pembelajaran kontekstual. Dalam pandangan konstruktivisme strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan (Depdiknas, 2003).

Dengan adanya UN, itu semua diingkari. Siswa dipaksa dalam pembelajaran yang praktiknya berupa drilling yang tujuannya bisa menyelesaikan soal UN yang sebenarnya merupakan hasil yang sifatnya berupa ingatan sementara. Inilah pengingkaran terhadap kurikulum.

Efek ini bisa menjadi lebih luas karena dampak berantai akibat ulangan harian di kelas dipaksa mengacu pada bentuk soal pada UN yaitu pilihan ganda. Padahal apa kelebihan soal pilihan ganda kecuali praktis dalam koreksi? Soal pilihan ganda kurang mencerminkan keakuratan sebagai alat evaluasi hasil belajar dan mengakomodir spekulasi karena tanpa resiko menjawab salah.

UN sebenarnya diperlukan sebagai alat evaluasi, bukan sebagai penentu kelulusan, sehingga dampaknya adlah dampak positif.


Oleh: Widagdo MS.
Sumber: edukasi.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar